Happy Reading
💐💐💐💐💐💐💐
Dokter Alvin beserta tim dokter masuk dengan tergesa, mereka semua digiring keluar. Dengan sigap melakukan penanganan.
Baby El masih terus menangis dalam dekapan Nyonya Amel, mereka semua panik juga sedih mengingat keadaan Metta yang kembali kritis.
"Nyonya, biarkan saya menenangkan Baby El," ucap seorang perawat membawa dot bayi.
Nyonya Amel masih terus menangis, membuat tangisan bayi El semakin kencang. Tak tega bagi siapa pun yang mendengarnya.
Henry lebih memilih diam, ia terus mengusap punggung Mommy Amel. Padahal hatinya sendiri sangat hancur mengetahui istrinya melawan maut di dalam sana.
Sementara itu, di dalam ruang ICU, tim dokter bergerak kesana kemari.
"Dok, detak jantung pasien semakin menurun," ucap dokter spesialis jantung. Yah, beberapa dokter spesialis diikutkan dalam penanganan atas permitaan Tuan Besar, Abimanyu. Namun, dokter adalah manusia biasa, semua kehendak ada di tangan Tuhan Yang Maha Kuasa atas segalanya.
"Dok pasien kritis," ujar seorang dokter.
"Siapkan alat pemacu jantung."
Semua saling bekerja sama. Setelah mencoba beberapa kali, akhirnya mereka berhasil. Metta melewati masa kritisnya, namun ia masih memejamkan matanya.
"Bagaimana keadaan istri saya?" tanya Henry.
"Nyonya Metta berhasil melewati masa kritisnya," ucap dokter Alvin.
"Syukurlah." Semua anggota keluarga berucap syukur.
"Tapi sebaiknya biarkan pasien beristirahat."
"Tapi aku harus menemani istriku."
"Tuan, nyonya baru saja melewati masa kritisnya. Jadi saya mohon kerja samanya."
"Dia sendiri di dalam sana, biarkan aku masuk," rengek Henry masih bersikeras ingin menemani sang istri
"Baiklah tetapi hanya boleh satu orang saja, selebihnya masih tetap di luar."
"Baiklah." Dengan berat hati Dokter Alvin membiarkan Henry masuk.Henry segera menerobos masuk. Ia harus menggunakan pakaian steril.
Di pandangnya wajah cantik istrinya. Meski sedikit pucat namun masih terlihat cantik, damai seperti orang yang tertidur.
Henry mengecup wajah sang istri. Membisikan doa, mengajaknya berbicara tentang rencana bahagia mereka. Metta masih bergeming, ia hanya bisa meneteskan air matanya.
Henry tak beranjak sedikit pun dari samping istrinya. Hingga akhirnya ia tertidur dalam posisi duduk. Kepalanya disandarkan di atas tangan yang tak henti menggenggam tangan sang istri.
"Sayang, kamu sudah bangun?" tanya Henry.
"Iya, Sayang. Aku sudah lelah terus tertidur," ucap Metta.
"Sayang aku sangat bahagia. Aku mewujudkan keinginanmu menjadi seorang ayah. Apa kamu bahagia, hmm?" Metta membelai pipi Henry. Namun aneh tangan Metta terasa sangat dingin.
"Tentu saja aku bahagia sayang. Kamu sumber kebahagiaanku. Kenapa tanganmu sangat dingin, Apa kau merasa tidak nyaman?" tanyanya.
"Tidak apa sayang, aku hanya ingin jalan-jalan. Melihat taman bunga yang sangat indah. Tolong kau jaga Baby El, ya. Sayangi Henry Junior kita.".
"Tapi sayang. Kau mau pergi? Aku akan menemani kamu. Dan juga baby El akan ikut bersama kita."
"No. Sayang tetaplah di sini. Bersama baby El, kau harus berjanji padaku, hmmm."
"Tidak. Please sayang jangan tinggalkan kami. Lihatlah baby El menangis, dia butuh kamu sayang. Dia butuh ibunya." Henry semakin kalut, Ia sudah berderai air mata dengan baby El dalam dekapnya.
"Sayang, please... Jangan pergi!"
Akh ... Henry tersentak. Ia bermimpi, mimpi yang seperti kenyataan. Dipegangnya kedua pipinya, ada jejak air mata yang mulai mengering.
Syukurlah. Tuhan... Ini hanya mimpi belaka, tapi kenapa aku menangis sungguhan?
Henry tetap berpikir positif, ia bangun dari duduknya. Suasana diluar sudah gelap, ia pasti kelelahan karena semenjak kemarin malam tidak tidur. Bahkan tidak makan apapun, ia merasa sangat haus dan beranjak keluar.
Sayang aku pergi sebentar ya. Hanya ingin meminta air. Tolong tunggu ya, aku tak akan lama.
Ceklek!
Pintu dibuka, di sana masih ada beberapa pengawal. Sedangakan tuan dan nyonya besar beristirahat di kamar sebelah yang sudah disulap menjadi kamar tidur.
"Anda memerlukan sesuatu, Tuan?" tanya seorang pengawal.
"Ya, berikan aku air minum, aku sangat haus," ucap Henry.
"Baik, Tuan." Pengawal itu segera bergegas mengikuti perintah Henry. Tak lama ia kembali dengan sebotol air mineral.
"Ini. Silakan, Tuan"
"Hmm ...."
"Henry bagaimana keadaan Metta sekarang?" tanya Tuan Abimanyu.
"Masih sama, Dad. Ia belum sadarkan diri," ucap Henry dengan wajah sedih.
"Dimana mommy? Apa dia baik baik saja?" tanyanya kemudian.
"Ya, Mommy sedang beristirahat. Ia sangat kelelahan."
Tiba-tiba alarm berbunyi dari dalam ruang perawatan. Suster jaga yang menyalakan alarm tersebut. Dokter Alvin dan beberapa orang berlari masuk.
"Ada apa lagi ini, Dad? Aku harus lihat kondisi Metta." Henry hendak masuk. Namun ditahan Tuan Abimanyu dan beberapa pengawal.
"Kau tetaplah di sini. Biarkan para dokter bekerja," bujuknya lagi.
Henry sudah mendesah, ia mondar mandir tak jelas seperti setrikaan baju. Rambutnya kusut, pakaian jangan ditanya lagi semenjak pagi dia memakai pakaian yang sama.
Dokter Alvin menghampiri Henry. Mengajaknya masuk ke dalam uang perawatan Metta. Dokter yang lain masih berjaga. Di sana Metta sudah membuka matanya. Henry berlari, menghambur dalam pelukan istrinya.
"Sayang, kau membuatku takut. Apa yang kamu rasakan? Bagian mana yang sakit? Apa ada yang perlu aku lakukan sekarang agar kau merassa lebih baik? Bagian mana yang sakit? Ayo katakan padaku. Biar kubuang semua dokter tak berguna itu. Mereka membiarkanmu merasakan kesakitan," ujar Henry mencecarnya dengan pertanyan.
Astaga, Tuan. Sikapmu terlalu berlebihan. Sultan sih sultan, main buang, awas saja kalau nanti membutuhkan kami.
"Ssttt ... " Metta menutup mulut Henry dengan telunjukknya.
"Aku tak apa sayang. Percayalah, dan mereka melakukan yang terbaik," ucapnya pelan.
"Ya, itu harus."
"Sayang berjanjilah padaku kau tak akan menangis. Apapun yang terjadi, Kau harus menyayangi Henry Junior kita."
Deg!
Perkataan ini sama persis seperti yang ada dalam mimpiku.
"Tanpa kau minta aku pasti melakukannya, Sayang." Henry mengecup tangan sang istri yang ada dalam genggaman.
Metta tersenyum. Perlahan matanya mengerjap, rasa haru, sedih juga bahagia bercampur menjadi satu.
"Dimana bayi kita?" ucapnya lirih.
"Dia sedang tertidur di ruangan bayi. Kau jangan banyak bicara dulu. Dokter bilang, Kau harus banyak beristirahat." Henry menarik kursi dan duduk menghadap sang istri yang terbaring dengan peralatan medis di tubuhnya.
"Itu benar, Anda harus banyak istirahat. Kondisi Anda masih belum sepenuhnya pulih," ujar Dokter Alvin.
"Aku lelah, sudah istirahat terlalu lama."
"Hssst, menurutlah! Kau ingin cepat sembuh?" Metta mengangguk. "Kau ingin melihat bayi kita?" Metta kembali mengangguk. "Kau harus menuruti apa kata dokter. Supaya kita bisa bersama-sama nantinya."
"Baiklah."
Metta hanya bisa menurut ucapan Henry. Memang tubuhnya serasa sangat lelah. Ia hanya ingin memejamkan matanya saat ini. Seperti ada lem yang menempel. Tak lama, Metta kembali terlelap, juga pengaruh obat yang dokter berikan padanya. Agar Metta mengistirahatkan tubuh dan juga pikirannya.
To Be Continue
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Partini Pupuk
yaa baru baca 😂😂😂😂😂😂😂😂
2021-03-26
1
Beci Luna
aduh..kasihan bayi El...
2021-03-18
1
Nalini Nelly
lanjut
2021-03-08
1