Ibu Untuk Tuan Muda
Mohon maaf jika masih banyak typo dan kalimat yang tidak sesuai, novel ini masih proses editing.
Happy Reading
💐💐💐💐💐💐💐
"Sssshhh ... Sakit sekali," rintih Metta merasakan perutnya semakin kencang. Kontraksi yang awalnya 10 menit kini bertambah. 5 menit, lalu 3 menit dan setiap menit.
"Sabar, Sayang, kamu pasti kuat untuk bayi kita," ucap Henry. Ia terus mengusap peluh sang istri sambil sesekali mengecup lembut keningya.
"Arrrrghhh ... Saaaakiiittt ...." erangnya lagi. Rasa sakit itu semakin intens.
"Iya sayang kamu boleh lakukan apa pun untuk mengurangi rasa sakit yang kamu rasakan."
"Dokter tolong! Kenapa istriku kesakitan kalian diam saja," sentak Henry. Ia sangat marah mengetahui istrinya kesakitan ia pun merasakan sakit yang sama.
"Baiklah, saya cek sebentar," ucap dokter.
"Sekarang sudah pembukaan 10. Nyonya boleh mengejan ketika bayinya merangsang."
"Arrrrghh ... SShhhh ...."
"Mettaaaaaaa... Saaaayangg ...." teriak Henry panik.
Metta kehilangan kesadarannya, Henry juga panik melihat kondisi Metta dengan mata terpejam.
"Cepat persiapkan alat operasi. Tuan mohon kerjasamanya. Silakan tunggu di luar." Dokter dibantu suster segera mempersiapkan semua keperluan operasi dengan cekatan.
"Kamu menyuruhku keluar? Kamu tidak lihat istriku sekarat, hah!" Henry menarik kerah baju dokter Alvin. Dia sangat kalut dan takut melihat istrinya.
"Kalau mau istri dan anakmu selamat tolong keluar. Saya mau kerja," sentak Dokter Alvin. Ia melupakan bos dan bawahan, saat ini nyawa ibu dan bayi yang utama.
Henry diseret keluar oleh asisten dokter dan pengawal yang berjaga. Dia berusaha melawan tetapi tenaganya kalah. Di luar Nyonya Amel sudah menangis, ia langsung memeluk putranya.
"Tolong jangan seperti ini. Biarkan dokter yang menangani." Ia memeluk erat putranya, memberikan dukungan agar tetap tenang.
"Hiks ... hiks .... "
"Metta ... Sayaaang kamu harus bangun!"
"Kamu sudah janji, kita akan merawat anak kita bersama. Sayang bangunlah!" Henry terus meraung memanggil nama istrinya. Sangat menyayat hati. Mereka berpelukkan, saling menguatkan.
Tak lama terdengar suara bayi menangis. Seketika suasana menjadi berubah. "Mom, anakku sudah lahir," ucap Henry dengan wajah berbinar, ia beranjak dari duduknya.
"Iya. Itu suara uucuku." Tampak raut wajah bahagia dari Henry dan Nyonya Amel serta semua yang ada di sana.
"Terima kasih, Sayang. Terima kasih kau sudah memberiku kebahagiaan yang tiada habisnya." Henry berucap syukur. Sekarang ia telah menjadi seorang ayah dari bayi yang baru saja dilahirkan Metta--sang istri.
Pintu ruang operasi dibuka. Nampaklah Dokter Alvin bersama seorang perawat menggedong bayi.
"Selamat, Tuan Henry. Bayi Anda laki- laki, ia sangat sehat dan tampan." Dokter Alvin mengulurkan tangan, memberikan selamat dan disambut hangat oleh Henry.
"Ah ya, bolehkan aku menggendongnya?" ucap Henry. Ia tak sabar untuk menimang putra tampannya.
"Silakan, Tuan." Perawat wanita itu memberikan bayi yang ada dalam gendongannya.
"Welcome my baby boy," ucap Henry seraya mengecup wajah mungil duplikat dirinya sewaktu kecil.
"Cucuku."
"Bawa sini biar aku gendong," ucap nyonya Amel.
"Berikan padaku." Tuan besar pun tak kalah antusias memnyambut cucu pertama mereka.
"Bagaimana kondisi Metta, Dok?" tanya Nyonya Amel seraya menggendong cucu tampan.
"Saat ini Nyonya Metta masih belum sadarkan diri. Kita bisa bicara di ruangan, saya jelaskan."
Mereka bertiga mengikuti Dokter Alvin. Sebelumnya memberikan bayi itu kepada suster untuk dibawa ke ruangan bayi.
"Tuan dan nyonya, sebenarnya ada hal yang harus saya sampaikan." Dokter Alvin menghela napas sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya.
"Kodisi Nyonya Metta saat ini tidak baik-baik saja. Dia meminta saya merahasiakan hal ini dari semua orang, tapi saat ini saya harus berkata jujur." Nyonya dan Tuan Besar saling melempar pandangan.
"Nyonya Metta mengalami gangguan pada ginjalnya. Dan itu baru diketahui pada kehamilannya saat usia 20 minggu--"
"Apa? Mengapa kamu tidak memberitahuku? Hal sepenting ini kamu bisa sembunyikan dariku. Apa kamu sudah tidak ingin bekerja lagi, hah?" Henry sangat marah. Ia menggebrak meja dengan kerasnya. Nyonya Amel terus menangis dipelukkan suaminya.
"Tolong jangan seperti ini, kita biarkan dia bicara," ucap Nyonya Amel. Henry kembali duduk dengan muka merah padam menahan amarah.
"Saya sudah sampaikan kepada Nyonya Metta. Bahwa dia harus menggugurkan kandungannya. Demi menyelamatkan nyawanya. Namun dia bersikeras ingin melanjutkan kehamilannya. Walaupun nyawanya sendiri yang menjadi taruhan. Karena bayi ini sudah lama dinantikan kehadirannya."
"Saya berniat memberitahukan hal ini kepada Tuan Henry, tetapi Nyonya Metta melarang saya. Dia mengancam saya dan terpaksa harus menuruti keinginan Nyonya Metta saat itu."
"Apa tidak ada jalan lain selain mengorbankan salah satunya?" ucap Tuan Abimanyu--suami Nyonya Amel.
"Maaf, Tuan. Keadaan Nyonya Metta sudah stadium akhir. Dan saat ini hanya dukungan dan doa dari keluarga yang bisa menyelamatkannya."
Suasana kembali berduka. Nyonya Amel terus menangis di samping putri mantunya. Henry memilih diam tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Ia menatap kosong pada wajah pucat istrinya.
Kenapa kamu bisa merahasiakan hal sebesar ini dariku, Sayang. Aku tak bisa memilih diantara kamu dan bayi kita, tetapi ini berurusan dengan nyawa. Sayang, bangunlah! Aku mohon bangunlah! Dia, bayi kita, putra kita sangat membutuhkan kamu sayang. Kita rawat dia bersama.
Metta menggerakkan ujung jari dan membuka matanya perlahan. Hal itu dirasakan oleh Henryeda, sedari tadi ia tak melepaskan genggaman tangannya.
"Sayang, kamu sudah bangun?" Henry beranjak dan mengecup wajah Metta.
"Di ... Dimana a-nak ki-ta?" ucap Metta dengan suara sangat pelan dan terbata, namun masih terdengar.
"Sebentar Mommy panggilkan suster," ucap Nyonya Amel.
Suster datang menggendong bayi yang sedang menangis. Henry mengambilnya dan mendekatkan pada Metta.
"Sayang lihatlah!, Henry Junior kita. Sangat tampan, aku kalah tampan darinya," ucap Henry memaksakan senyumnya.
Metta mengulas senyum di bibir pucatnya. Ia mengecup wajah tampan bayi merah yang baru saja ia lahirkan. Bayi yang sedari tadi menangis sekarang sedang tersenyum imut dengan mata bulatnya.
"To-tolonng ja-ga dia," ucap Metta memohon.
"Iya sayang aku pasti akan menjaganya. Kita akan menjaganya bersama. Kita akan menamakan dia siapa, Sayang?" ucap Henry.
"Melviano Ansell Syahreza. Apa kau setuju?"
"I-iya," ucapnya, Ia melepas selang oksigen dari hidungnya.
" Bo-bolehkah a-ku men-cium la-gi?"
Dengan segera Henry mendekatkan bayi itu, Metta terus mengusap wajajh bayi yang baru dilahirkannya itu hingga napasnya mulai tersengal.
Henry segera menjauhkan bayi itu, Nyonya Amel segera memasang kembali selang oksigen Metta. Baby El menangis sangat kencang seolah tak mau berpisah dari Metta.
To Be Continue
Terima Kasih
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 204 Episodes
Comments
Cherry🍒
oooh mengapaaaaaa baru eps 1 mata udah banjir 😭
2023-02-10
0
meli meilia
duriruriruu..
2022-04-17
2
ganti nama
ah... kmu thor pagi pagi dah nyuguhin bawang...
baru mampir dah banjir mata 👀 ku ini 😭😭😭
2021-08-20
1