Syasa mengerjapkan matanya. Apa telinganya tidak salah dengar. Kata manis itu keluar kembali dari mulut Kang gendangnya.
"Apa kamu mau menikah dengan saya? semuanya demi kebahagian Nabila. Dia sangat menginginkan seorang ibu dan kamu juga sangat cocok untuk Nabila?" ulang Ferdy menegaskan pertanyaannya.
Rona bahagia di wajah Syasa seketika hilang. Ia pikir Ferdy mengajaknya menikah karena cinta, namun ia salah besar akan hal itu.
"Syasa belum bisa, Pak Dokter," tolak Syasa. " mungkin sebaiknya Pak Dokter mencari yang lain saja."
"Kenapa? bukankah kamu menyukai saya?" desak Ferdy.
"Iya, Syasa mengakui untuk hal itu. Namun, ada hal yang tidak bisa Syasa sampaikan pada Pak Dokter. Syasa tidak pernah bermimpi untuk bersanding dengan Pak Dokter, karena Syasa sadar diri siapa Syasa sebenarnya," jelas Syasa.
"Maksudmu? saya tidak mengerti,"
"Udahlah, Pak Dokter. Syasa ngantuk nih, perut udah kenyang enaknya rebahan." gadis itu melangkahkan kaki meninggalkan Ferdy yang tengah kebingungan dengan penolakan dirinya.
Syasa mempercepat langkahnya. Ia tidak ingin menangis terlebih ini bukan di rumahnya.
"Emak... gini amet, ya nasib Syasa. Sekalinya dilamar bukan karena cinta. Hadeh hidup memang kejam," batin Syasa.
Syasa segera masuk ke kamar yang bersebelahan dengan kamar Nabila. Di sana sudah ada Raka yang telah terlelap tidur di kasur empuk.
Syasa mendekati adiknya. Ia berharap nasib adiknya lebih baik dari dirinya. Mata Syasa terpejam, ia teringat kembali kejadian naas empat tahun lalu.
Kejadian yang membuat hidupnya seketika hancur. Ia melewati satu tahun kehidupan dengan air mata.
Masih teringat jelas saat itu hujan deras menjadi saksi. Di mana seorang gadis meraung kesakitan meminta pertolongan. Usianya yang masih remaja tidak sanggup menghalau tenaga para lawannya.
"Rasa sakitnya masih terasa sampai sekarang," gumam Syasa.
Perlahan gadis itu melebur menyatu bersama Raka ke alam mimpi. Ia berharap hari esok akan lebih baik. Dia ingin membuang rasa sakit itu, meski tetap saja terbayang hingga saat ini.
🌷🌷🌷🌷🌷
Adzan berkumandang terdengar jelas di setiap rumah-rumah Allah. Syasa perlahan membuka mata, lalu menyusuri setiap sudut kamar yang asing baginya.
"Aaaaaa...!" teriak Syasa.
Raka yang tengah tertidur pulas seketika terbangun, karena suara teriakan Kakaknya sambil berkata, " Kak, ngapain sih subuh-subuh teriak segala!"
"Kita diculik ya, Dek? ini bukan kamar kamu atau kamar Kakak," ujar Syasa. " ayo, kita kabur, Dek sebelum penculiknya tahu."
Raka menggelengkan kepala. Ia heran sebenarnya apa yang membuat Kakaknya sering mendapatkan juara kelas saat sekolah dulu. Buktinya gadis ini sama sekali tidak memakai otaknya untuk berpikir saat ini.
"Kak, kita tuh engga lagi diculik," jawab Raka.
"Engga mungkin, Dek. Kalau kita engga lagi diculik terus kenapa kita bangun di kamar yang asing ini?" tanya Syasa yang masih saja panik.
"Kita tuh la__,"
Belum sepenuhnya Raka meneruskan perkataannya, tangan Syasa sudah membungkam mulut Adiknya duluan.
"Diem, jangan bicara mulu, Dek. Nanti penculiknya ke sini!" tegur Syasa.
Raka mengibaskan tangan Kakaknya sambil berkata, "Penculik siapa sih, Kak? kita in__,"
Seketika terdengar pintu terbuka, dengan terburu-buru Ferdy masuk ke dalam kamar tanpa mengetuk pintu. Ia khawatir begitu mendengar Syasa menjerit, karena semalam ia tidur bersama Nabila otomatis teriakan Syasa terdengar jelas.
"Kamu kenapa, Sya?" tanya Ferdy dengan napas tidak teratur.
"Loh, kok ada Kang gendang di sini. Jangan-jangan! seru Syasa.
"Jangan-jangan apa?" tanya Ferdy.
"Pak Dokter juga diculik ya? mending sekarang kita kabur lewat jendela aja, Pak Dokter," usul Syasa sembari beranjak dari tempat tidur, lalu melangkah menuju jendela.
"Ayo, Dek kamu mau terus-terusan disekap sama penculik?" ajak Syasa pada Raka.
Ferdy dan Raka saling melempar pandangan, lalu mereka tertawa terbahak-bahak bersama. Syasa yang melihat kedua laki-laki beda usia itu tertawa menjadi bingung.
"Kok malah pada ketawa sih. Ayo, buruan?" desak Syasa.
"Sya, kamu ini pagi-pagi udah bikin kehebohan aja! Emang kamu engga inget ini di mana?" tanya Ferdy.
"Mana Syasa tahu, Pak Dokter. Emang Pak Dokter tahu ini di mana?"
"Tentu saya tahu,"
"Emang ini di mana, Pak Dokter?"
"Ini rumah orang tua saya!"
"APa!" teriak Syasa.
Raka segera menutup kuping dengan tangan lalu berkata, " Aduh, Kak Syasa. Bisa engga sih jangan teriak-teriak. Ini rumah, Kak bukan hutan."
"Iya, ya!" ketus Syasa. " jadi Syasa engga diculik?"
Kedua laki-laki itu menggelengkan kepala.
"Yah, engga jadi kejar-kejaran kaya di sinetron-sinetron dong," keluh Syasa.
"Yaelah, Kak. Ngapain pengen kejar-kejaran, bikin cape doang. Mending rebahan, kan enak dingin-dingin gini tarik selimut," ucap Raka.
"Sudah jangan berantem. Sebaiknya kalian segera mengambil air wudhu. Sudah waktunya sholat subuh!" tegur Ferdy pada Syasa dan Raka.
"Iya, Pak Dokter." Syasa melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Ia sangat malu karena kehebohan yang ia ciptakan sendiri.
"Malu banget. Untung orang tua Kang gendang engga ikutan masuk kamar. Kalau sampai masuk, auto langsung dicoret dari daftar calon mantu," batin Syasa.
Ferdy kembali ke kamar Nabila. Ia habis menunaikan sholat subuh, saat Syasa berteriak tidak jelas.
Raka dan Syasa segera melaksanakan sholat subuh, karena drama tadi membuat mereka sedikit kesiangan sholat subuh kali ini.
Sementara itu di kamar lain Nabila terbangun. Ia mengucek mata, lalu mencari keberadaan seseorang yang seingatnya semalam masih bersama dirinya.
"Tante Syasa...," lirih Nabila.
Ferdy yang baru masuk langsung memeluk anaknya sambil berkata, " Kamu kenapa, Sayang?"
"Tante Syasa mana, Pa?" tanya Nabila dengan mata memancarkan kesedihan.
"Tante Syasa ada di kamar sebelah, Sayang," sahut Ferdy lembut.
"Pa, Bila mau seperti anak lain yang punya Ibu," ucap Nabila polos.
Ferdy melepaskan pelukannya. Dielusnya rambut Nabila sambil berkata, " Insyaallah, Sayang."
Nabila memeluk kembali Papanya. Ia benar-benar merindukan pelukan hangat kedua orang tua, bukan hanya dari seorang Papa saja.
Bu Indri hendak masuk ke kamar cucunya, namun ia memilih diam mendengarkan percakapan Ferdy dan Nabila.
Sebagai Ibu sekaligus Nenek. Bu Indri mencoba memahami perasaan Ferdy dan Nabila. Ia hanya berdoa semoga Allah memberikan anaknya seorang jodoh yang terbaik.
Bu Indri ingat betul ketika pertama kali Ferdy membawa Nabila yang baru saja dilahirkan ke rumah ini.
Bu Indri dan Pak Gunawan yang tidak tahu kelakuan anak laki-lakinya dibelakang mereka sangat marah saat itu. Namun melihat wajah polos anak yang sangat mirip sekali dengan Ferdy, membuat mereka akhirnya luluh.
Mungkin Ferdy telah melakukan kesalahan, akan tetapi seorang Ibu tetaplah memafkan. Bagaimana pun Ferdy adalah manusia biasa. Semua tidak akan luput dari namanya khilap dan salah.
...****************...
BERSAMBUNG~~~
Jangan lupa dukungannya untuk Author dengan cara like, coment dan vote sebanyak-banyaknya😍
Haturnuhun🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Lies shandie
apa masa lalu syaza diperkosa... 🤔🤔🤔
2021-04-07
0
Perjuangan cinta Tuan Muda
seru thor critanya. semangat upnya. aq hdir kmbali. salam dr Asisten Pribadi Tuan Muda
2021-04-06
0
MutyaFaridah
penasaran masa lalu syasa
2021-03-28
0