Seperti perkataan Mamanya tadi, selepas menunaikan sholat isya, Ferdy bergegas ke lantai bawah untuk menyantap makan malam.
Wangi masakan yang ia rindukan tercium sampai menusuk hidung, sudah lama Ferdy tidak memakan masakan Mamanya. Bagi Ferdy makasan Ibu adalah sesuatu yang ia rindukan selama di sana.
Nabila kecil sudah duduk rapih di kursinya, ia menunggu Ferdy untuk makan bersama. Pipinya terlihat cubby, pertanda ia bahagia melewati masa kecilnya.
"Papa!" teriak Nabila dari tempat duduknya.
Ferdy mengurai senyum, langkah kakinya mendekat pada malaikat kecil itu lalu berkata, "Apa kamu sudah lama menunggu Papa, Nak?"
Nabila menggelengkan kepala, tersenyum manis lalu meraih tangan Ferdy untuk duduk di kursi tepat di sampingnya.
"Bila pengen makan sama Papa," lontar Nabila .
Bola mata kecil dan indah itu mengingatkan Ferdy, dulu ada seseorang juga yang memiliki bola mata seindah itu. Dia pikir orang itu mau bersamanya, tapi dugaannya salah. Orang itu memilih pergi meninggalkan Ferdy dan Bila, demi sebuah ambisi.
"Ayo, kita makan," jawab Ferdy.
Bu Tinah membawa masakan, lalu menatanya di meja makan, sedangkan Bu Indri baru saja sampai di ruangan makan.
"Kamu sudah keluar, Nak." Bu Indri duduk di kursi berhadapan dengan Nabila Ferdy. " sepertinya Papamu masih sibuk. Dia tidak bisa makan malam bersama kita."
"Biarkan saja, bukankah kita juga sudah terbiasa makan tanpa Papa," sahut Ferdy.
Bu Indri menatap lembut pada Anaknya, ia mengerti mengapa Ferdy menjawab seperti itu. Bu Indri mengerti bagaimana isi hati Ferdy, dari kecil dia bahkan jarang bisa bermain dengan Papanya.
"Ya sudah, ayo kita makan," ajak Bu Indri.
Setelah berdoa, mereka segera menyantap masakan yang terasa nikmat di lidahnya. Nabila terlihat bahagia, senyum manis terus mengembang di wajah cantiknya.
Setelah makan, Ferdy bermain sebentar dengan Nabila, sekadar Membacakannya buku cerita, bermain peran, lalu menidurkannya seperti seorang Ibu.
Selepas mengantar anaknya ke alam mimpi, Ferdy berangsur turun dari kasur. Memandang sebentar wajah imut tanpa dosa, anak yang tidak pernah tahu siapa Ibu kandungnya.
"Maafkan, Papa, Nak! Papa hanya takut kamu kecewa, saat kamu tahu Ibumu sendiri tidak menginginkan kehadiranmu," ujar Ferdy. " tumbuhlah jadi gadis yang ceria, seperti seseorang di sana."
Ferdy menarik selimut menutupi tubuh mungil itu sampai ke dada, mengecup sekilas kening Nabila lalu berkata, " Selamat tidur, Sayang."
Ferdy bergegas keluar dari kamar Nabila, lalu melangkah kakinya menuju ruangan keluarga.
Di sana Bu Indri tengah asyik menonton televisi, wanita yang masih tetap cantik mesti sudah berumur ini tertawa lepas tatkala melihat salah satu sinetron kesukaannya.
"Mama kayaknya seneng banget, lagi liat apa sih?" tanya Ferdy begitu duduk di sofa yang sama dengan Mamanya.
"Itu, tuh. Mereka ini kocak banget, wanitanya ngejar terus tanpa lelah, tapi laki-lakinya acuh begitu," jawab Bu Indri.
Deg ...!
Hati Ferdy bergetar, ia merasa tertampar dengan perkataan Mamanya. Dia mengingat akan gadis yang sering mengejarnya tiga tahun, akan tetapi Ferdy tidak pernah menggangap dia selama itu juga.
"Kayaknya Mama bakal seneng kalau punya menantu kaya pemeran wanitanya. Pasti tiap hari Mama di bikin ketawa terus sama tingkah lakunya," lanjut Bu Indri pada Ferdy, matanya tetap Fokus melihat setiap adegan yang ditayangkan di televisi.
"Yang ada Mama bisa sakit kepala tiap hari kalau mantunya kaya gitu," sahut Ferdy. " coba saja bayangin, Mama tiap hari harus denger dia ngoceh tanpa henti, uah kaya radio butut aja."
Bu Indri melirik pada Anak laki-lakinya, ia tersenyum kecil lalu berkata, " Kamu ini, bicara seperti itu kayak yang sudah pengalaman aja sama wanita cerewet."
"Bukan pengalaman lagi, ma. Tapi, Ferdy hampir tiap hari denger ocehan gadis cerewet engga ada hentinya," lontar Ferdy tanpa sadar.
"Apa!! Jangan-jangan kamu serumah sama seorang wanita di sana? padahal Mam sudah pesan kamu kerja yang benar, bukan malah serumah tanpa ikatan pernikahan dengan anak gadis orang!" tuduh Bu Indri tanpa bertanya dulu.
Ferdy tertawa.
"Kenapa kamu malah tertawa? sini, mana kupingmu sudah jadi orang tua bukannya tambah benar, malah kelakuanmu kaya gitu!" ujar Bu Indri sambil menjewer kuping kanan Ferdy.
"Aduh, ampun, Ma. Kuping Ferdy sakit ini, kalau copot gimana?" keluh Ferdy.
"Biarin! Kalau copot, Mama ganti kupingmu sama kuping gajah!" kesal Bu Indri.
"Aduh. Lepasin, Ma Dengerin penjelasan Ferdy dulu," pinta Ferdy yang merasakan sakit di telinganya.
Bu Indri melepaskan tangannya dari kuping Ferdy, matanya menatap penuh tanda tanya.
"Begini ya, Mamaku Sayang. Ferdy tuh engga serumah sama wanita mana pun. Ferdy juga ingat dosa, Ma," jelas Ferdy.
"Terus tadi maksud kamu tiap hari dengerin ocehan gadis cerewet itu apa?" tanya Bu Indri.
"Makanya, Mama dengerin dulu sampai tuntas penjelasan Ferdy. Jangan nyelip kaya metromini," ledek Ferdy.
"Kamu, ya. Berani ngeledek Mamamu, dikutuk kayak sangkuriang baru tahu rasa!" seru Ferdy.
"Ampun, Ma," sesal Ferdy.
"Ya sudah, cepat jelasin Mama udah engga sabar," desak Bu Indri.
"Jadi, di sana itu ada gadis yang selalu ngejar Ferdy, bahkan terang-terangan menyatakan perasaannya sama Ferdy, terus--,"
"Terus kamu cuekin kayak yang di sinetron tadi," potong Bu Indri.
"Ya, bukan niat Ferdy seperti itu sih, Ma. Cuman Ferdy engga mau aja, dia sakit hati karena engga bisa terima masalalu Ferdy. Apalagi sampai engga terima kehadiran Nabila, Ferdy lebih baik hidup sendiri saja," ungkap Ferdy.
Bu Indri mengelus lembut rambut sang Anak lalu berkata, " Nak, kamu engga seharusnya menyimpulkan sendiri seperti itu. Kamu bahkan belum tahu, apa dia mau, atau tidak menerimamu dengan segala masalamu."
Ferdy terdiam, dia memang belum pernah menceritakan soal masalalunya pada gadis itu. Namun, untuk apa dia menceritakannya juga, bukankah dia menganggap Syasa hanya seorang adik kecil.
Akan tetapi, ada yang mengusik pikirannya akhir-akhir ini. Nama Syasa dan segala tingkah lakunya, mampu menerobos sedikit demi sedikit ke dalam lubuk hati Ferdy.
Ferdy mulai tidak suka saat Syasa menyebut, atau berdekatan dengan pria lain terutama sahabatnya, Darrel. Padahal dulu dia sendiri yang mengatakan pada Darrel, bahwa ia tidak peduli Syasa dekat dan kencan dengan siapapun.
Ada apakah dengan hatinya kali ini? apakah tembok tinggi yang ia bangun sendiri, perlahan runtuh hanya karena seorang gadis kocak?
Ferdy sungguh tidak mengerti dengan hatinya. Mulutnya sanggup menolak Syasa, akan tetapi hati kecilnya akhir-akhir ini menyambut hangat hadirnya Syasa.
"Ma, apa pantas seseorang yang bejat di masalalu menerima cinta yang tulus dari seorang gadis manis?" tanya Ferdy.
Ferdy menatap sendu pada Mamanya. Air matanya beranak sungai. Dia menangis tanpa malu dipelukan sang Mama, wanita yang membesarnya penuh kelembutan.
...****************...
BERSAMBUNG~~~
Mohon dukungannya dengan cara
Like
Coment
Vote
Rate 5
Haturnuhun Baraya😍😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Nur fadillah
Ndak ...Cinta tidak memandang si apapun....😀😍😍😍
2023-01-04
0
💝GULOJOWO💝
Nungguin flashback kang gendang 🤭
2021-06-04
0
Lin Halu
aku mau nangis thor
2021-03-27
0