Dokter, I Love U.
Di halaman samping sebuah rumah yang kecil, seorang gadis tengah menjemur pakaian sambil berdendang ria. Suara lagu dangdut terdengar berirama dari radio kecil kesayangannya.
Kala ku pandang bintang nun jauh di sana.
Sayup ku dengar melodi cinta yang menggema.
Terasa kembali gelora jiwa mudaku.
Karena tersentuh alunan lagu semerdu kopi dangdut.
Api asmara yang dahulu pernah membara.
Semakin hangat bagai ciuman yang pertama.
Detak jantungku seakan ikut irama.
Karena terlena oleh pesona alunan kopi dangdut.
"Seeer ah ... Tarik Mang, Mang gendang, Mang suling, Mang maling," teriak Syasa. " lah, kok gue bawa-bawa maling segala."
Gadis itu bernama Syasa adila safitri, anak pertama dari pasangan Pak Imam dan Bu Mirna. Gadis cantik yang memiliki segudang senyum dan selalu ceria setiap saat seperti iklan rexona.
Syasa hanya gadis lulusan SMA, kini usianya baru delapan belas tahun. Sehari-hari dia hanya membantu ibunya berjualan di kantin sebuah rumah sakit.
Karena keterbatasan dana Syasa tidak melanjut pendidikannya ke jenjang kuliah, apalagi sang ibu hanya seorang single parent yang telah di tinggal meninggal tiga tahun lalu oleh ayah mereka.
Syasa masih memiliki seorang adik laki-laki yang masih menimba ilmu di salah satu SMP di daerah sini, Raka namanya. Dia adik lelaki satu-satunya Syasa yang berkeinginan menjadi seorang dokter
Dari dapur yang berselebelahan dengan halaman samping, Bu Mirna mendengar anak perawaannya ini berteriak sambil mendengarkan lagu.
Bu Mirna segera menghampiri Syasa lalu berkata, " Astagfirullah, ni anak perawan kerjaannya ngedangdut mulu. Malu napa sama tetangga, anak gadis doyannya goyang."
Syasa yang tengah asyik bernyanyi sambil berjoget ria menoleh ke arah ibunya.
"Ayo, Mak ikutan goyang. Asyik nih lagunya," ajak Syasa yang masih saja bergoyang, akan tetapi tangannya tetap bekerja.
"Kalau bisa, kamu mau emak masukin lagi nih ke dalam perut," tunjuk Bu Mirna pada perut buncit bergelambir penuh lemak kang bakso.
"Yaelah, Mak. Gimana caranya Syasa masuk ke dalam lagi,"
"Emak ulek tuh badan ampe kaya perkedal, baru dah di masukin!"
"Waduh, ngeri-ngeri sedep emak gua"
"Sekali lagi joget-joget kagak jelas, Emak tuker tambah kamu di counter bang Fei," ancam Bu Mirna.
"Masyaalllah, Mak. nyebut-nyebut, jangan marah-marah mulu entar tambah tua,"
"Siapa bilang emak tua? liatin body Mak masih kaya syahrini gini." Bu Mirna memperlihatkan badannya layaknya iklan pelangsing.
Syasa tertawa melihat emaknya bergaya layak model iklan di tv. Kalau sudah menyangkut tua menua, emaknya ini menolak halus.
Jemuran sudah tertata rapih tapi, Syasa masih asyik berjoged sambil di saksikan sang Emak yang sudah keluar tanduk.
"Ayo, Mak goyang. Enak bet dah pagi-pagi geol sana geol sini, oh asyiknya!" Syasa memaju mundurkan kedua kaki dengan tangan yang terus ikut menari.
Di tengah keasyikannya mata Syasa menangkap sesosok mahluk yang indah. Seketika Syasa langsung terdiam menghentikan goyangannya, lalu berkata, " Mak, matiin radionya."
"Lah, napa? Kan tadi katanya asyik joged pagi-pagi." Bu Mirna mengerutkan keningnya melihat Syasa tiba-tiba menjadi kalem.
"Ini demi harga diri anak Emak. Syasa sedang berjuang, hayoh semangat." tangannya mengepal sambil di angkat ke atas.
"Napa lagi nih bocah, apa kesambet setan empok maemunah, ya!" ucap Bu Mirna.
"Mak, matiin dong radionya," rengek Syasa.
"Matiin sendiri aje, emak sibuk lagi ngupasin jengkol di belakang," sahut Bu Mirna.
Syasa berlari ke arah radio lalu, dengan satu pencetan berhentilah nyanyian dangdut yang sejak tadi membuat kepala Emaknya pusing.
"Mak, Syasa udah cantik belum?" tanya Syasa sembari merapihkan rambut juga bajunya.
Bu Mirna di buat heran dengan sikap Syasa yang tiba-tiba berubah layaknya bunglon. Mata Bu Mirna menangkap seseorang di rumah depan sana, kini ia mengerti kenapa anaknya yang tadi joged seperti cacing kepanasan, sekarang mendadak diam bagai putri kayangan.
"Oh, pantesan ada kang gendang keluar," ucap Bu Mirna.
"Hus! Ini bukan sembarang kang gendang biasa, Mak. Tapi, kang gendeng limited edition," protes Syasa yang matanya terus menatap seorang lelaki yang sedang memanaskan mesin mobil di depan rumahnya.
"Limited edition itu paranormal yang kagak mau bicara itu, ye!" tebak Bu Mirna.
"Itu mah Limbad namanya, Mak,"
"Alah pusing pala, Emak. Udah belum jemurnya, cepet bantuin emak kupas jengkol di dapur!"
"Iye, Mak. Lagian tuh jengkol kagak bakal lari kemana di tinggal bentar doang,"
"Ini bukan sembarang jengkol tapi, ini jengkol limited edition." Bu Mirna menirukan ucapan anaknya barusan.
"Ya Allah, Mak. Tuh jengkol mau limited edition kek, jengkol viral kek, atau jengkol berbaju emas. Baunya mah sama aja, kagak ada sejarahnya tuh jengkol rasa strobery apa anggur,"
"Udalah, Emak cape kalau ngomong sama kamu. Buruan, jangan lama-lama emak tunggu di dapur." Bu Mirna membalikkan badannya, lalu segera kembali ke dapur.
"Iye, Ibunda ratu!" Syasa membungkukan setengah badannya seperti sedang menyambut tamu agung.
Tepat berhadapan dengan rumah Syasa, di halaman rumahnya seorang lelaki muda bernama Ferdy Rahardian, tengah memanaskan mesin mobilnya. Ia sedang terburu-buru karena, mendapatkan telepon dari rumah sakit bahwa ada pasien yang harus segera di operasi.
Propesinya sebagai Dokter bedah jantung di salah satu rumah sakit ternama di kota Jakarta, membuatnya kadang tak sempat pulang ke rumah. Ia banyak menghabiskan waktunya untuk mengabdi di rumah sakit yang telah membesarkan namanya.
Di usia yang terbilang masih muda, Ferdy sudah mendapat gelar dokter di salah satu universitas ternama. Ia bekerja keras tanpa mengenal lelah demi mengejar impiannya sebagai Dokter.
Dia juga hampir tak pernah terlihat membawa pasangan baik ke tempat pekerjaan, ataupun ke rumah. Ia yang memang fokus untuk terus menjadi dokter terhebat, membuat Ferdy lupa akan rasanya jatuh cinta.
Ferdy baru selesai memanaskan mobilnya, ia segera masuk ke dalam mobil dan menginjak gas sekencang mungkin untuk berpacu dengan waktu.
Mobil Ferdy keluar dan melewati halaman rumah Syasa yang kecil, mata Syasa tak sekalipun teralihkan dari lelaki tampan ini.
"kang gendang Syasa memang cakep dah, Lee Minho aja lewat! lewat di tv maksudnya, hehehe," gumam syasa.
Mata Syasa terus mengikuti mobil Ferdy sampai hilang bak di telan bumi, ia sudah sangat senang, meski bisa melihat Ferdy dari kejauhan.
"Bang, hati Adek meleleh kaya es krim nih," ujar Syasa.
Dari dapur suara Bu Mirna menggema di seluruh ruangan.
"Syasa, cepetan bantuin Emak. Kalau kagak Emak potong nih uang saku hari ini!" teriak Bu Mirna.
"Iye, Mak." Syasa bergegas pergi memenuhi panggilan baginda ratu, kalau tidak nasib uang sakunya hari ini lenyap tanpa arah tujuan.
...****************...
BERSAMBUNG~~~
Maafken Author ya kalau candanya receh banget😁
Terus dukung author dengan cara
Like
Coment
Vote
Rate 5
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
𝐒𝐄𝐍𝐆𝐊𝐔𝐍𝐈😏
masuk rak.
2024-01-11
0
@@Ayyaa@@
olahraga pipi ya.. Syasa
😆😆
saya mampir.. othor
2023-08-05
0
Juarsih Putri
aku mampir Thor,,akang gendang ah baru pertama baca Udeh bikin sakit perut🤣🤣🤣🤣🤣
2023-02-13
0