Syasa menerima bingkisan berwarna pink tersebut, kemudian berkata, " Dimana gantinya, Pak Dokter?"
"Dimobil saja. Kaca mobil saya tidak terlihat dari luar jadi, kamu tidak perlu khawatir," sahut Ferdy.
"Awas, ya. Kalau Pak Dokter ngintip, aku kutuk jadi batu nanti," ancam Syasa.
"Tidak pernah terlintas dalam pikiran saya, untuk melihat tubuhmu. Sekalipun itu dalam mimpi." lelaki itu segera membalikkan badannya.
Syasa segera menaikkan kembali kaca mobil, dengan siaga ia pindah ke jok belakang. Mengganti pakaiannya.
Ferdy dengan setia menunggu, ia menatap langit yang sudah gelap. Kegelapan yang butuh cahaya, seperti halnya kehidupannya.
Ponsel Ferdy berdering, ia segera merogoh saku, lalu mengambil benda persegi panjang itu. Keningnya berkerut melihat nomer yang menghubunginya.
"Hallo. Assalamualaikum, Mah," sapa Ferdy begitu sambungan telepon terhubung.
"Waalaikumsalam, Nak." suara wanita yang ia panggil Mamah itu terdengar merdu dan lembut. " Nak, apa kamu bisa pulang ke rumah?" lanjut wanita itu.
"Ada apa, Ma?" tanya Ferdy.
"Mama harus keluar kota, ada urusan bisnis Papamu disana," ujar Mama Ferdy. "tapi, anak ini tidak mau ikut."
Ferdy menghela nafas kasar, ia rindu pada suara kecil yang sering memanggilnya saat dirumah.
"Baiklah, Insyaallah besok sore Ferdy akan menjemputnya," jawab Ferdy.
"Jaga dia baik-baik, ya! Dia selalu menanyakan kapan kamu pulang? sepertinya dia juga rindu padamu," adu Mama Ferdy.
"Ferdy juga kangen, hanya saja Ferdy tidak bisa setiap hari pulang. Jarak antara rumah Mama dan Ferdy lumayan jauh. Membawa dia kesini bukan suatu yang baik, karena Ferdy tidak bisa menemaninya setiap saat," jawab Ferdy sedikit ada penyesalan di setiap ucapannya.
"Mama mengerti. Jaga diri selalu disana, jangan lupa sholat, dan ingat jangan pernah macam-macam!" tegas Mama Ferdy.
"Ya, akan Ferdy ingat selalu pesan Mama," sahut Ferdy.
"Baiklah. Kalau begitu, Mama tutup dulu teleponnya. Assalamulaikum." Mama Ferdy memutus sambungan telepon tanpa menunggu anaknya menjawab salam.
"Waailaikumsalam," jawab Ferdy.
Tanpa Ferdy sadari, sejak tadi Syasa sudah menurunkan sedikit kaca mobil. Gadis itu mendengar dengan jelas percakapan lelaki pujaannya.
"Dia yang dimaksud Kang gendang, siapa, ya? Ah, kok malah jadi kaya Emak-emak rempong sih, gue. Mungkin Dia itu pembantunya, supirnya, atau kucingnya," batin Syasa.
Ferdy membalikkan badan, mengecek apa gadis itu sudah selesai berganti pakaian. Syasa yang melihat pergerakan dari Ferdy, segera berpura-pura menerima telepon.
"Apa, Mak! Sinetron kumenangis udah tayang? yah, Syasa ketinggalan cerita dong. Padahal, kan seneng tuh kalau ceritanya Dokter ganteng kena azab karena bohongin pacarnya," ucap Syasa sedikit menyindir Ferdy.
"Siap, Mak! Bentar lagi, Syasa nyampe rumah kok," lanjut Syasa masih berpura-pura.
Syasa mematikkan teleponnya, meliriki sekilas pada Ferdy yang nampak bengong. Mungkin lelaki itu tengah berpikir, kenapa sinetron itu bisa pas sekali dengan keadaannya sekarang, atau mungkin saja ia tengah bingung apa maksud percakapan Syasa barusan.
"Kamu sudah selesai?" tanya Ferdy.
"Udah dong, Pak Dokter," ucap Syasa. " kayaknya, Syasa engga bisa kencan sama Kang gendang. Syasa lupa, kalau ada janji sama Pak Dokter Darrel."
"Darrel ada keperluan, dia tidak bisa menemuimu malam ini. Makanya, saya disini sekarang sama kamu," sahut Ferdy sembari masuk ke dalam mobil.
"Maksudnya? Pak Dokter ngajak Syasa kencan, karena disuruh Dokter Darrel nemenin Syasa!" seru Syasa.
"Ya, memang itu kenyataannya. Darrel memaksa saya, sedangkan saya tidak mau ribet orangnya. Lagian hanya mengajakmu jalan saja, bukan kencan seperti pasangan biasa,"
"Ih, Pak Dokter jahara. Syasa udah seneng banget, pas Pak Dokter ngajak kencan. Eh, tahunya ada udang dibalik gorengan. Sungguh terlalu!" kesal Syasa.
"Saya engga suka udang, bikin alergi," timpal Ferdy.
"Ih, tahu ah. Tambah kesel Syasa," gerutu Syasa.
Ferdy memasang sabuk pengaman, memulai kembali laju kendaraannya. Ia melirik sekilas pada gadis yang memonyongkan bibirnya.
Entah kenapa Ferdy melihatnya sangat seksi, bibir merah merona alami. Yang mungkin belum sama sekali disentuh bibir kasar milik siapapun. Seketika ia mengalihkan pandangannya, beristigfar dalam hati. Bersama Syasa ternyata membuat naluri kelelakian Ferdy meningkat.
"Ini bahaya, Gue engga boleh terus berpikir yang macam-macam. Inget, Fer. Dia itu masih bocah cilik," batin Ferdy.
Ferdy berkonsentrasi pada jalur kendaraan, ia tidak ingin terbuai bujuk rayu setan.
"Jadi kamu tidak mau pergi kencan dengan saya?" tanya Ferdy untuk memperjelas kemana arah tujuan mereka.
"Enggalah, Syasa udah engga mood. Biar nanti lain waktu aja sama Dokter Darrel," sahut Syasa asal.
Ckit ...!
Ferdy menginjak rem mendadak, tangannya repleks begitu mendengar jawaban gadis ini. Syasa yang kaget sampai kepalanya terbentur ke depan.
"Aww," keluh Syasa. " Pak Dokter ngapain sih, pake ngerem mendadak segala. Gimana kalau Syasa geger otak gara-gara benturan ini."
"Kamu engga mungkin sampai geger otak, Sya. Ini kan cuman benturan kecil, bukan kecelakaan besar," sahut Ferdy.
"Ya, sama aja, Pak Dokter! Ih, gemes dah Syasa. Pengen ngelus mulutnya pake uang koin seribuan," gerutu Syasa.
"Kamu pikir kita mau kerokan, pake bawa uang koin seribuan,"
"Lah, emang kalau ngerokin pake uang juga, ya? selama ini Syasa kalau ngerokin Emak pake sendok,"
"Kenapa kita jadi bahas kerokan segala. Saya minta maaf, tadi saya tidak sengaja menginjak rem, " sesal Ferdy.
"Buat Kang gendang mah, jangankan minta maaf. Minta hati, jantung, lambung, sekalipun, Syasa kasih dengan sukarela," jawab Syasa.
Ferdy menggelengkan kepalanya, ia lelah menghadapi gadis ini. Baru beberapa jam saja bersamanya, kepala Ferdy sudah minta jatah minum obat. Ferdy tidak bisa membayangkan, jika jodonya itu adalah Syasa. Sudah dipastikan, Ferdy akan menyetok banyak obat sakit kepala di rumahnya.
"Sebaiknya kita pulang saja. Biar nanti saya katakan pada Darrel, kalau kamu minta diganti waktu kencannya." Ferdy memegang kembali stir mobil yang sempat terlepas dari tangannya.
Syasa terdiam, ia tidak mood berbicara. Langit malam ini sangat indah, jutaan bintang hadir melengkapi, seakan berkata pada Syasa. Semua akan baik-baik saja, tetaplah tersenyum meski tengah terluka.
Pikiran Ferdy melayang bersama lajunya kendaraan, ia tidak mengerti ada apa dengan hatinya akhir-akhir ini. Lihatlah saja perbuatannya tadi, tanpa terkendali Ferdy menginjak rem begitu Syasa menyebut nama Darrel.
Ada apa dengan hatinya? apa ini rasa cemburu, atau hanya sekedar rasa terkejut semata. Ferdy saja tidak mengerti, apalagi orang lain.
Selang setengah jam kemudian, mobil Ferdy berhenti tepat di hadapan rumah Syasa. Gadis itu segera turun tanpa mengucapkan apapun pada Ferdy.
Ferdy melihat Syasa turun, repleks tangannya menarik tangan Syasa lalu berkata, "Jangan sebut nama pria lain saat sedang bersama saya. Saya sama sekali tidak menyukainya."
...****************...
Bersambung~~~
Tolong dukungannya dengan cara like, coment, vote dan rate 5
Haturnuhun🤗🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Nur fadillah
Iiih...Abang cemburu yaa....😂😂😂
2023-01-04
0
Mamake.Al
Kang gendang apa duda ya?
2021-11-29
0
Nabipa
bikin bingung nih kang gendang
2021-06-14
0