Syasa sudah siap melewati hari ini, gadis cerewet yang punya segudang kelucuan ini melangkah pergi ke luar.
Hari ini Ibunya berangkat duluan dijemput mobil Bang Fei, cowok alay pemilik conter didepan sana.
Fei sendiri sangat baik pada keluarga Syasa, dia yang sebatang kara disini merasa beruntung bisa bertemu Syasa dan keluarganya.
Dulu Bapaknya Syasa sering berkunjung ke conter Fei untuk sekedar mengobrol dan menikmati kopi bersama. Fei juga anak yang penurut, dia menganggap Pak Imam seperti ayahnya sendiri.
Raka baru saja keluar dari rumah, ia melihat Kakaknya tengah memandangi rumah Ferdy. Ide gila Raka muncul begitu saja. Ia berjalan perlahan mendekati Syasa.
"Ada pocong makan kue!" teriak Raka sembari kedua tangannya menepuk bahu Syasa.
"Eh, pocong mana pocong," ujar Syasa kaget.
"Hahahaha. Noh, Kak. Pocongnya pulang dulu ngambil minum," tunjuk Syasa ke dekat pohon mangga di halaman rumahnya.
"Ih, ni bocah. Pagi-pagi udah ngagetin orang aja!" dumel Syasa.
"Lagian, Kakak pagi-pagi udah liatin rumah orang lain. Kalau mau maling, tunggu ntar malam,"
Syasa memukul Raka dengan tangan cantiknya seraya berkata, " Kalau ngomong sembarangan! Tapi, bener juga Kakak emang mau maling."
"Maling apaan, Kak?"
"Maling hatinya Kang gendang dong," sahut Syasa.
"Astagfirullah. Udah ah, mending aku berangkat daripada ketularan gila kaya Kakak. Assalamualaikum." Raka meraih tangan Syasa lalu menciumnya.
"Waalaikumsalam. Belajar yang bener, jangan ikut tawuran. Kakak seret kalau ikut-ikutan kaya gituan," pesan Syasa.
"Iya, Kakak bawel," teriak Raka sambil berjalan.
"Punya adek satu-satunya tapi, jailnya kebangetan," gumam Syasa.
Syasa segera mengunci pintu lalu, berjalan ke depan. Hari ini dia harus berangkat ke rumah sakit naik angkot. Jarak jalan raya dan rumahnya tidak terlalu jauh, hanya cukup lima menit saja Saysa sudah sampai di jalan raya.
Sebuah angkot berhenti tepat di depan Syasa. Seorang supir lelaki melirik pada Syasa seraya berkata, " Neng, mau naik kagak?"
"Naik atuh, Mang." Syasa masuk ke dalam angkot.
Beruntungnya Syasa hari ini angkot yang ia tumpangi hanya ada tiga orang termasuk supir. Syasa mengambil ponsel dalam tas gendong yang sedari tadi ia pakai.
Jari-jari Syasa bermain di keybord ponsel, ia mengecek sosial media termasuk instagram. Seperti sudah menjadi candu, Syasa selalu mengintip postingan pacar halunya di instagram.
"Aduh, cakep amet Babang Lee Minho," puji Syasa. " tapi, engga ada yang bisa ngalahin cakepnya Kang gendang Syasa sih."
Supir angkut yang duduk di depan Syasa mendengar gadis ini berbicara sendiri sembari menatap layar ponsel.
"Neng, kenapa senyum-senyum sendiri?" tanya sang Supir pada Saysa.
"Kepo banget dah, Abang," sahut Syasa.
"Habis si Neng dari tadi Abang perhatiin senyum-senyum kagak jelas. Abang jadi takut,"
"Takut kenapa, Bang?"
"Takut kalau narik penumpang yang gila. Hehehe." supir itu memperlihatkan gigi kuningnya.
"Yaelah, Bang. Masa cantik-cantik gini disangka gila!" ketus Syasa.
"Eh. Jangan salah, Neng. Sekarang banyak yang cantik sama ganteng juga pada gila,"
"Gila kenapa, Bang?"
"Gila harta, Neng. Coba deh Neng ngintip berita, banyak banget orang yang gila gara-gara harta,"
"Ah, itu mah kurang bersyukur aja, Bang. Kita mah hidup dinikmatin aja, yang ada di syukuri kalau kagak ada, ya di cari." ujar Syasa.
Supir itu tersenyum mendengar jawaban gadis yang menurutnya masih kecil, akan tetapi pemikirannya sangat dewasa.
Angkot membawa Syasa tepat di depan rumau sakit tempat ia dan ibunya berjualan. Syasa segera keluar dan menyodorkan ongkos pada sang supir.
"Neng. Kalau kemana-mana hati-hati, banyak berita pemerkosaan sekarang." sang supir berpesan pada Syasa lalu melanjutkan kembali perjalanannya.
Syasa terdiam mematung, ia tidak ingin ucapan sang supir menjadi pembangkit kesakitannya. Dia segera menepis hal buruk dalam pikiran kemudian, melangkah kakinya ke arah kantin.
Baru saja Syasa sampai di samping pintu masuk utama rumah sakit, suara Darrel menghentikannya.
"Sya," panggil Darrel sembari berjalan mendekati Syasa.
"Eh, Pak Dokter. Selamat pagi," sapa Syasa.
"Pagi, gadis bawelku." Darrel mencubit pangkal hidung Syasa.
"Tumben, jam segini sudah di rumah sakit. Apa Pak Dokter engga pulang kemarin?" tebak Syasa.
"Benar, 100% tebakanmu. Saya belum pulang karena, ada sesuatu yang harus saya urus," jawab Darrel.
"Kasian amet sih, Pak Dokter lucuku. Cini, cini Syasa ajak ngopi," tawarnya.
"Hahahaha. Lucu banget suaramu, Sya. Udah kaya teletubis kamu,"
"Syasa beneran, Pak Dokter. Ayo, Syasa buatin kopi di kantin," ulang Syasa.
"Engga usahlah, Sya. Saya mau tidur aja. Oh, ya. Malam ini kamu ada janji engga?" tanya Darrel.
"Engga tuh, Pak. Kenapa? mau ajak Syasa kencan, ya?"
"Hahaha. Iya, kalau kamu mau?"
"Mau aja sih, asal ditraktir. Tapi, izin Emak dulu, ya!"
"Tenang, nanti saya traktir plus saya mintain izin sama Bu Mirna,"
"Nah, kalau gini Syasa suka dah. Gretongan, kan emang yahut!" ujar Syasa sembari mengacungkan jempol pada Darrel.
"Dasar kamu, Sya, Sya." Darrel mengacak pelam rambut Syasa.
Sementara itu, di depan pintu utama masuk rumah sakit. Ferdy mematung melihat keakraban mereka berdua, ia tidak mengetahui jika Syasa sebegitu dekatnya dengan Darrel.
Dia memang tahu jika, Syasa akrab dengan siapa saja. Tapi, Ferdy tidak menyangka Syasa sangat terlihat nyaman berbicara dengan sahabatnya itu.
Ferdy berusaha menepis pikirannya, ia tidak ingin larut dalam kekonyolan ini. Sudah hak gadis itu untuk berbicara dan akrab dengan siapa saja termasuk Darrel.
Ferdy sendiri tidak punya ikatan apa pun dengan Syasa jadi, ia tidak punya hak untuk melarang Syasa berteman dengan yang lain.
"Lagi ngapain sih gue di sini, kayak engga ada kerjaan aja ngeliatin mereka berdua," gumam Ferdy.
Ferdy melangkah menuju pintu, akan tetapi Syasa yang melihatnya segera berlari ke arah Ferdy. Syasa terlalu cepat berjalan sehingga ia oleng dan tanpa sadar jatuh menimpa Ferdy. Kini Syasa ada di atas tubuh lelaki yang ia kagumi, mata mereka bertemu satu sama lain.
Jantung Syasa seperti akan meledak, ia tidak pernah membayangkan akan ada diposisi sekarang. Semua orang yang lewat memperhatikannya, akan tetapi Syasa masih asyik dalam lamunannya.
"Sya, tolong bangun. Semua orang melihat kita, apa kamu engga malu berada di atas badan saya terus?" tanya Ferdy yang tubuhnya sedikit kewalahan ditimpah badan Syasa yang lumayan berat.
"Oh, iya. Maaf, Pak Dokter." gadis itu segera bangkit lalu, merapihkan pakaian dan rambutnya yang sedikit kusut.
Ferdy berdiri tepat dihadapan Syasa, ia sedikit malu atas kejadian barusan. Dia tidak ingin menimbulkan kesalahpahaman bagi semua orang.
"Pak Dokter, Maaf. Syasa engga sengaja," sesal Syasa dengan muka yang ditekuk ke bawah.
Untuk pertama kalinya, Ferdy melihat gadis ceria ini murung. Senyuman yang biasa menghiasi bagai hilang ditelan bumi.
"Berjalanlah dengan hati-hati. Kalau bukan saya, mungkin kamu sudah dimarahi." Ferdy berbicara pada Syasa lalu, berjalan kembali masuk ke dalam rumah sakit.
Dia berusaha cuek sekalipun sempat kasian melihat wajah muram Syasa. Alasannya cuman satu, dia tidak ingin terlalu dekat dengan Syasa jika, pada kenyataan Ferdy tidak bisa membalas rasa suka Syasa. Ini mungkin terdengar kejam, akan tetapi Ferdy tidak ingin memberi luka untuk gadis ceria itu.
...****************...
Tolong dukungannya untuk Author dengan cara like, coment&vote
Selamat membaca😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Maura
visual dong biar ga penasaran
2021-09-25
0
atmaranii
ap syasa PNY msallu yg mnyakitkan...n brkaitan jg ma dkter ferdy
2021-08-15
0
Nuri Azzam
tukang angkotnya, gi2nya kuning....aq g bisa diem ktswanya...
2021-05-09
1