Seperti biasa Bu Mirna dan Syasa membuka kedai kecilnya pagi hari. Bu Mirna hanya seorang penjual nasi dan lauk, juga berbagai minuman di kedai kecilnya, Modal usaha yang ia dapat dari tunjangan kematian suaminya yang tak seberapa itu, ia putar demi menghidupi kedua anaknya.
Beruntungnya, Syasa dan Raka tidak pernah menuntut apa pun pada ibunya. Syasa sebagai anak pertama selalu berusaha membantu ibunya di kantin. Baginya sang ibu adalah nyawanya sendiri, ia menyaksikan sendiri bagaimana ibunya bersusah payah mencari rezeki untuk kehidupan mereka berdua.
Syasa tengah merapihkan meja dan mengelapnya satu per satu, ia sangat telaten menjalani pekerjaannya. Ia di kenal baik oleh hampir seluruh pegawai rumah sakit dari mulai Dokter, perawat, kasir bahkan cleaning servis sekalipun.
Syasa dijuluki si ratu senyum dan ceplas-ceplos, mungkin karena senyuman manis yang tak pernah hilang dari wajahnya. Terlebih gaya bicara Syasa yang asyik dan kocak, membuat mereka sangat menyukai Syasa.
"Mak, besok Raka ada perkumpulan wali murid," ujar Syasa.
"Iya, Mak tau. Tadi Raka udah bilang ke Emak." Bu Mirna tengah sibuk menata menu masakan di etalase.
"Berarti besok Syasa sendirian dong jaga kantinnya,"
"Kenapa? Engga mau kamu!" seru Bu Mirna.
"Bukan gitu, Mak. Tapi, biasa tambahin uang sakunya." gadis itu cengengesan tak jelas.
"Urusan uang saku aja, cepet nangkepnya!"
"Iya dong, Mak. Kan, Syasa pengen beli posternya Kang gendang. Eh, salah maksudnya Lee minho,"
"Kamarmu udah penuh sama foto dan poster pacar khayalanmu itu, mau berapa banyak lagi?"
"Kagak tau, Mak. Satu juta lagi mungkin,"
Bu Mirna hanya menggelengkan kepala mendengar jawaban anak gadisnya. Tiba-tiba ponsel milik Bu Mirna berdering menandakan ada panggilan suara masuk untuknya.
"Hallo. Assalamualaikum, Dok?" sapa Bu Mirna begitu panggilan itu tersambung.
"Waalaikumsalam, Bu. Maaf Bu, minta tolong nanti antarkan makan siang untuk saya, ya?" suara seorang lelaki terdengar jelas di telinga Bu Mirna.
"Baik, Dok! Menunya seperti biasa apa ganti, Dok?"
"Seperti biasa aja, Bu."
"Baik, Dok. Nanti biar Syasa antarkan."
"Terima kasih, Bu. Assalamualaikum." lelaki itu memutus sambungan teleponnya.
"Waalaikumsalam," jawab Bu Mirna.
Syasa baru selesai menyelesaikan pekerjaannya, ia duduk di salah satu kursi untuk melepas lelah.
"Sya," panggil Bu Mirna.
Syasa menoleh ke arah ibunya seraya berkata, " Iya, Mak."
"Nanti tolong anterin makan siang buat Pak Dokter Ferdy, ya?"
Syasa terperanjat, hatinya senang mendengar perintah ibunya. Akhirnya ia memiliki kesempatan untuk melihat Kang gendang secara langsung.
"Siap, Mak!" gadis ibu memberi hormat pada ibunya.
Hari sudah mulai siang, kantin mulai penuh di isi orang-orang yang hendak mengisi perut mereka. Syasa sibuk melayani satu per satu pelanggan yang datang ke tempat makan mereka.
Sebenarnya selain mereka, masih ada empat kedai makanan lagi. Ada tukang mie ayam dan bakso, tukang somay, tukang ketoprak juga tukang es cream.
Semua pedagang disini sangat baik pada Syasa dan ibunya, terkadang mereka berbagi sedikit jualannya untuk Syasa. Begitupun Bu Mirna yang tak pernah pelit membagikan masakan jualannya pada mereka.
Bu Mirna tengah menyiapkan pesanan Ferdy. Ferdy sudah menjadi langganan sejak Bu Mirna membuka tempat makan disini, bahkan Dokter baik hati inilah yang membantu perizinan untuk Bu Mirna agar bisa berjualan.
"Sya. Ini cepat kamu antarkan pesanan Dokter Ferdy dulu." wanita paruh baya itu menyodorkan satu nampan berisi satu piring nasi&lauknya, juga satu gelas teh manis hangat pada Syasa.
"Siap, Mak." Syasa mengambil nampan dari tangan ibunya, lalu segera pergi ke dalam rumah sakit.
Hampir semua karyawan rumah sakit yang ia temui tersenyum ramah, tak jarang juga mereka menyapa dan mengajak ngobrol Syasa.
Syasa segera masuk ke dalam Lift lalu, memecet angka dua. Ruangan Ferdy sendiri berada di lantai dua paling pojok, Syasa sudah hapal betul tempat Kang gendangnya ini.
Pintu Lift terbuka, Syasa segera keluar untuk menuju ruangan Ferdy. Baru saja Syasa berjalan lima langkah, suara seorang wanita menyapanya.
"Sya." panggil wanita itu sambil berjalan mendekat ke arahnya.
Syasa membalikkan badannya hati-hati, ia takut nampan yang dibawanya oleng dan jatuh ke bawah.
"Eh, Dokter cantik," sahut Syasa.
"Kamu mau kemana?" tanya Dokter wanita itu.
"Biasa, Bu Dokter. Pesanannya Pak Dokter Ferdy." Syasa menampilkan senyuman pepsodentnya.
"Oh! Dia lagi ngerem kayaknya. Maklum habis operasi dia pagi tadi," bisik Dokter wanita itu.
"Hahaha. Udah kayak ayam aja pake ngerem segala!" ledek Syasa. " Dokter Wina mau kemana?"
Dokter wanita yang bernama Wina itu tersenyum seraya berkata, " Aku habis bergadang, Sya! Sekarang pengen bobo cantik dululah di ruanganku."
"Kebagian jaga malam, ya?"
"Iya, Sya. Sebenarnya aku kurang enak badan, bisa engga nanti kamu antarkan teh manis hangat juga ke ruanganku," pintanya.
"Bisa, Bu Dokter. Apa sih yang engga bisa buat Bu Dokter Wina yang baik hati dan rajin menabung di warung-warung. Hehehe,"
"Hehehe, kamu ini ada aja candaanya. Ya sudah, aku masuk dulu, ya!" dokter Wina berlalu meninggalkan Syasa, matanya sudah berat ingin segera pergi ke alam mimpi.
Syasa kembali melangkahkan kakinya menuju ruangan Ferdy. sesampainya di depan ruangan Dokter lelaki itu, ia ketuk perlahan pintu ruangan tersebut.
"Masuk!" perintah Ferdy.
Syasa memegang knop pintu lalu, memutarnya. Terbukalah pintu tersebut, Syasa segera masuk tak lupa ia tutup kembali pintu itu dengan amat pelan.
"Assalamualaikum, Dok. Maaf ganggu, Syasa mau anterin pesanan Dokter." gadis itu melangkah mendekati Ferdy yang tengah memijat keningnya.
"Taruh di atas meja!"
Syasa menurut, ia meletakan nampan itu di atas meja kerja Ferdy. Syasa melirik ke arah Dokter itu seraya berkata, " Pak Dokter lagi sakit, ya?"
Ferdy menghentikan tangannya yang sedari tadi ia pakai memijat kemudian berkata, " Iya nih, Sya! Saya sakit kepala dari semalam!"
"Mau Syasa pijitin engga?" tawarnya.
"Enggalah! Nanti kamu minta imbalan lagi dari saya," tolaknya.
"Ih, Pak Dokter mah tau aja kebiasaan Syasa. Makin cinta deh Syasa sama Pak Dokter." Syasa tersipu malu kedua tangannya ia tempelkan di pipi mulusnya.
"Saya udah kenal kamu lama, Sya! Mana mungkin saya engga tau kebiasaan kamu."
"Pak Dokter tau engga seberapa besar cinta Syasa ke Pak Dokter?"
Ferdy hanya menggelengkan kepalanya.
"Nih ya, cinta Syasa itu bagaikan air yang mengalir deras menghilangkan rasa dahaga di kehidupan Pak Dokter. Cinta Syasa juga setinggi gedung pencakar langit." gadis itu memainkan tangannya bagaikan tengah membaca sebuah puisi.
"Kepala saya tambah sakit dengerin puisi kamu itu," protes Ferdy.
"Bapak, mau cepet sembuh engga?"
"Ya, tentu dong."
"Syasa tau caranya,"
"Gimana caranya?"
"Ajak Syasa ke KUA!" seru Syasa.
"HAH! Ngapain ajak kamu ke KUA?"
"Ya buat di nikahin atuh, Pak. Masa buat di pajang. Hehehe,"
"Hubungannya sama sakit kepala saya apa?"..
"Kan kalau habis dinikahin, Syasa bisa pijitin Pak Dokter setiap saat. Jadi, Pak Dokter engga perlu tuh cape-cape mijit pake tangan sendiri." Syasa menahan tawanya dengan membungkam mulut memakai tangan.
Ferdy hanya tersenyum, gadis ini tidak pernah berhenti sehari pun mengejarnya. Ia masih ingat ketika pertama kali bertemu Syasa, gadis ini selalu menunggu dia di depan rumahnya. Ferdy hanya menganggap semua ucapan dan tingkah laku Syasa sebagai hiburan semata, ia menganggap Syasa seperti adiknya sendiri.
"Kamu ini selalu saja menggoda saya," lontar Ferdy.
...****************...
BERSAMBUNG~~~
Mohon dukungan untuk Author dengan Like, Coment dan Vote😘
Selamat membaca🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Yani Cuhayanih
Gadpol sya jgn bikin kendor ngejar dok Ferdy ....wkwkwk.....
2023-02-07
0
Maura
visual dong thor
2023-01-10
0
Nur fadillah
🤣🤣🤣
2023-01-04
0