Malam yang gelap berganti dengan pagi yang cerah, sang mentari hadir menyapa membawa kehangatan. Hari baru telah datang, pertanda cerita baru pun segera di mulai.
Jutaan Manusia sibuk dengan aktivitasnya, mengukir dan menulis cerita di dalam kertas kehidupan masing-masing.
Seorang Dokter menghela nafas lega, ia baru saja selesai melakukan tugasnya. Ia merogoh saku jas putih, mengambil ponsel, lalu mengeceknya.
"Mama sudah berangkat belum? Gue khawatir sama anak itu," gumam Ferdy pelan.
Dari kejauhan Wina berjalan mendekati Ferdy lalu berkata, " Hei! Kamu di panggil dari tadi diam saja. Lagi mikirin aku, ya?"
Ferdy melirik ke arah wanita dewasa yang juga seorang Dokter, sekaligus teman kerjanya seperti Darrel.
"Aku hanya sedang mengecek sesuatu di handphone," jawab Ferdy singkat.
Wina merangkul tangan Dokter muda itu. Kedekataan mereka yang sudah terjalin lama, membuat Wina sudah tidak canggung lagi dengan Ferdy.
"Malam ini kita nongkrong di cafe biasa, yuk? ajak Darrel juga, pikiranku mumet," ajak Wina.
"Kenapa?"
"Akhir-akhir ini pasienku banyak yang rewel, aku kadang sampai kehabisan akal menghadapi mereka," keluh Wina kembali.
Ferdy melepaskan tanggan Wina dari tangannya lalu berkata, " Sabar! Kita ini, kan sudah di sumpah untuk menjadi seorang Dokter. Apapun yang terjadi, tetaplah bekerja dari hati."
"Ya, ya aku tahu ...! Jadi kamu mau, kan?" cakap Wina.
"Tidak! Aku harus pulang ke rumah orang tuaku nanti sore, kamu bisa ajak Darrel saja," tolak Ferdy.
"Kalau sama dia doang, aku engga mau. Kamu tahu sendiri, kan dia orangnya ngeselin . jailnya itu engga ketulungan," jawab Wina.
"Ya sudah, pergi sendiri saja. Aku benar- benar engga bisa," tolak Ferdy. " Maaf, Aku sudah harus siap-siap untuk pulang, perjalanan dari sini ke sana lumayan jauh. Aku ingin beristirahat dulu."
"Baiklah, aku mengerti. Hati-hati di jalan!" pesan Wina..
"Iya." sahut Ferdy sembari melangkah meninggal Wina yang mematung sendiri dengan pikirannya.
"Aku engga tahu gimana lagi aku bisa dapetin kamu, Fer. Apa kekuranganku coba?" gumam Wina.
Dari kejauhan, sepasang mata memperhatikan mereka. Pemilik mata itu tidak sengaja lewat setelah mengantar pesanan salah satu karyawan.
"Kemarin aja bilang ke Syasa, engga boleh nyebut pria lain pas lagi bareng Pak Dokter. Eh, sekarang Pak Dokter sendiri enak-enakan gandengan tangan sama Dokter Wina. Emak .... help me atuh," batin Syasa.
🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Sore harinya, sesuai janji Ferdy. Dia pulang ke rumah orang tuanya. Perjalanan yang memakan waktu tiga jam lebih, membuat badannya teras kaku. Terlebih dia berangkat setelah habis melakukan operasi pasiennya.
Mobil Ferdy masuk ke dalam halaman rumah yang luas, bahkan lebih luas dari rumahnya. Orang tua nya seorang pengusaha batu bara terkenal di kota ini, akan tetapi itu tidak membuat Ferdy bahagia, atau pun bangga.
Dia lebih memilih jalannya sendiri, mengabdikan diri untuk menolong orang dengan kemampuan yang ia miliki.
Seorang laki-laki datang menghampiri Ferdy, ia mengangguk hormat lalu berkata, " Den Ferdy sudah sampai. Sini biar Mamang bantu bawa tasnya."
Laki-laki ini, bernama Mang Rahmat. Dia seorang supir pribadi Ayahnya. Mang Rahmat sendiri sudah bekerja sebelum Ferdy lahir, bahkan karena kesibukan Ayahnya, Saat Ferdy lahir ke dunia. Mang Rahmat setia menunggu majikannya di rumah sakit, Mang Rahmat pula yang mengumandangkan Adzan untuk pertama kali di telinga bayi kecil bernama Ferdy itu.
"Tidak usah, Mang. Mang Rahmat apa kabar? Maaf, saya jarang pulang?" sesal Ferdy.
"Seperti yang Aden lihat, Amang mah sehat bugar," jawab Mang Rahmat. " engga apa-apa, Den. Yang penting Aden di sana sehat, Amang mah udah senang."
Ferdy tersenyum, raut muka Mang Rahmat tidak bisa bohong. Ada pancaran bahagia, seperti melihat anaknya sendiri pulang. Mang Rahmat, dan istrinya Bi Tinah adalah pasangan suami istri yang berkerja di rumah orang tua Ferdy. Mereka belum di karunia anak satu pun, sampai saat tahu majikan wanitanya hamil. Mereka ikut berbahagia, mereka jugalah yang turut mendidik dan menjaga Ferdy sejak bayi.
"Baiklah. Saya ke dalam dulu, Mang," pamit Ferdy.
"Silahkan, Den," sahut Mang Rahmat.
Ferdy melenglang masuk ke dalam rumah sambil berkata, " Assalamualaikum."
Baru saja Ferdy mengucap salam, langkah kaki kecil langsung berlari menyambutnya.
"Papa ....!" teriak anak wanita imut dan mungil.
Ferdy segera berjongkok, meregangkan tangannya untuk bersiap menyambut tubuh mungil yang ia rindukan.
"Papa kangen sama kamu," bisik Ferdy.
"Aku juga kangen sama Papa. Kangen, kangen, dan kangen sekali," ujar anak itu dengan riangnya.
Selang beberapa menit, seorang Ibu menghampiri mereka lalu berkata, " Kamu sudah datang, Nak?"
Ferdy mendongakan kepalanya ke atas menatap wajah sang Mama. Senyum manis Bu Indri, Mamanya Ferdy adalah obat rasa lelah, sekaligus semangat untuk Ferdy.
"Iya, Mah," sahut Ferdy.
"Nabila, Sayang! Ayo, lepaskan dulu Papanya. Kasian Papa pasti capek." ujar Bu Indri mengelus lembut rambut anak yang di ketahui bernama Nabila. Usainya sekitar empat tahun, dia adalah anak dari Dokter tampan pujaan Syasa, alias Kang gendang.
Tidak banyak yang tahu tentang kehadiran Nabila, hanya orang tua Ferdy, Mang Rahmat, Bi Tinah, Darrel dan Wina saja yang mengetahuinya.
Nabila adalah hasil dari kesalahan Ferdy di masa lalu, akan tetapi ia tidak pernah menelantarkan sedetikpun anak, yang tidak di inginkan kehadirannya oleh Ibu kandungnya sendiri.
"Tapi, Bila pengen main sama Papa, Oma! Bila kangen," rengek Bila pada Omanya.
"Nanti, kan Bila bisa main sepuasnya sama Papa. Bukannya Bila mau ikut Papa ke sana?" bujuk Bu Indri.
Bila mengangguk pelan pertanda mengiyakan ucapan Omanya. Ferdy tersenyum, ia tidak menyangkan anak ini tumbuh dengan baik, meski tanpa Ibu kandung sekalipun.
"Papa, janji, ya! Nanti kalau sudah selesai istirahatnya, kita main bersama?" ucap Bila.
"Iya, Sayang. Papa pasti temenin Bila sepuasnya," jawab Ferdy.
"Hore ...! Bila sayang, Papa. Muach," ucap Nabila sambil mencium pipi kanan Ferdy.
"Papa juga sayang, Nabila. Sini biar Papa cium," jawab Ferdy, ia menghujani Anaknya dengan ciuman-ciuman kecil.
"Fer, sebaiknya kamu istirahat dulu. Nanti malam setelah sholat isya, turunlah ke bawah untuk makan malam!" perintah Bu Indri pada Anak semata wayangnya.
"Iya, Mah. Kalau begitu, Ferdy ke atas dulu, ya." Ferdy melepaskan pelukannya pada Nabila, beranjak berdiri lalu berjalan menaiki tangga satu per satu menuju kamarnya.
Di dalam kamar yang cukup luas inilah, Ferdy dulu menghabiskan waktu. Sebelum akhirnya ia pindah ke kota tempatnya memulai karir.
Ferdy merebahkan diri ke kasur, badannya lelah, pikirannya melayang menembus cakrawala. Mengingat kembali kejadian empat tahun ke belakang, sesuatu yang tidak ia sangka akan menghasilkan Nabila di tengah-tengah kehidupannya.
"Aku harap kamu tidak pernah datang lagi pada kami. Apapun alasannya, aku tidak akan membiarkanmu masuk ke dalam hidupku dan anakku," ucap Ferdy pelan.
Perlahan matanya terpejam bersama menghilangnya ingatan masa lalu. Ferdy hanya ingin bahagia sekali saja dalam hidupnya, melewati hari dan mengukir kenangan manis bersama seseorang tercinta.
...****************...
Bersambung~~~
Jangan lupa jempolnya, Say🙈
Selamat membaca😍😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Yani Cuhayanih
Kalo dok Ferdy jujur sama syasa apakah rasa cintanya akan berkurang pada kang gendang nya.ko aku jd ragu ya....
2023-02-07
0
💝GULOJOWO💝
Jangan sampai tu mak lampir nongol ketika kang gendang ma syasa lg sayang2nge 🤭
2021-06-04
0
Lies shandie
jadi dokter ferdi duren nih 😅😅😅
2021-04-07
0