Malam datang menyapa bersamaan dengan semilirnya udara dingin bagai menusuk jiwa. Ferdy masih setia diruangannya, ia belum ingin pulang ke rumah.
Pikirannya melayang terbang menebus gelapnya malam, diruangan ini ia kembali mengingat kejadian yang tak pernah ia sangka. Semua bermula dari sebuah kesalahan hingga akhirnya ia harus merelakan takdir mempermainkan hidupnya.
"Gue engga tahu mau melakukan apa kedepannya, selain bekerja engga ada lagi yang bisa gue lakuin," gumamnya.
Arloji ditangannya telah menunjukan pukul delapan malam, ia segera meraih kunci mobil dan tasnya untuk pulang mengakhiri cerita hari ini.
Saat hendak masuk ke dalam mobil, ia melihat seorang wanita yang di kenal tengah menceramahi motor jelek milik wanita itu.
Ferdy berniat tidak memperdulikan dengan apa yang ia lihat, akan tetapi hati nuraninya berkata sebaliknya. Dengan langkah perlahan ia mendekat pada gadis itu. Terdengar rayuan dari mulut gadis itu kepada kendaraan beroda dua itu.
"Sayang, kamu jangan ngambek dong. Syasa janji dah, engga lagi-lagi markirin kamu di tempat panas kaya tadi. Maaf ya, kamu pasti kehausan tadi. Syasa lupa beli bensin, Alex Sayang," ujar Syasa, gadis yang sedang merayu sebuah benda mati.
Ferdy mengerutkan keningnya, yang dia tahu Syasa ini gadis ceria dan selalu ceplas-ceplos. Tapi, dia tidak menyangka kalau Syasa juga sudah mulai tidak waras, buktinya ia memanggil motornya dengan sebutan Sayang. Terlebih nama motor itu lebih cakep dari sebutan Syasa padanya yaitu Kang gendang.
Dengan berat hati Ferdy menepuk bahu Syasa pelan, akan tetapi reaksi Syasa di luar dugaan Ferdy.
"Eh, buset. Sapa tuh yang nepuk bahu gue," ujar Syasa. " jangan berani-berani mendekat kalau kagak, gue tendang pake jurus macan maling mangga." gadis itu memperagakan salah satus jurus bela diri yang ia tekuni saat masih SMA.
Seketika tawa Ferdy terdengar menggema di telinga Syasa.
"Hahahaha. Saya baru tahu kalau ada macan yang suka maling mangga," ucap Ferdy sambil tangannya memegang perut yang terasa sakit akibat terlalu kencang tertawa.
Syasa membalikkan badannya ke arah Ferdy yang tengah terpingkal-pingkal tertawa lalu berkata, " Ih, Pak Dokter nyebelin. Syasa kira orang jahat, taunya bukan."
Ferdy masih saja tertawa, sudah lama sekali ia tidak bisa tertawa lepas seperti ini. Selama ini, ia hanya berbicara, atau pun tertawa seperlunya saja.
"Maaf, maaf. Saya hanya berniat melihatmu tapi, saya engga tahu kalau kamu akan ketakutan," ujar Ferdy dengan menahan tawanya.
"Motormu kenapa?" sambung Ferdy memperhatikan motor Syasa.
"Alex ngadat, Pak Dokter," keluh Syasa.
"Alex!" seru Ferdy.
"Iya, Alex motor kesayangan Syasa,"
"Sya, Sya! Kamu jadi orang kebangetan,"
"Loh, emang kenapa, Pak?"
"Masa motor butut gini kamu kasih nama Alex, sedangkan saya yang ganteng dan gagah ini kamu panggil Kang gendang," protes Ferdy.
"Hehehehe. Itu kan, panggilan Syasa buat Pak Dokter. Menurut Syasa nama itu keren tahu,"
"Keren apanya! Masa saya disamain sama tukang gendang,"
"Hehehe. Ya, Maaf atuh. Tapi tenang, hati Syasa mah buat Pak Dokter seorang," ujar Syasa.
Ferdy mendekati motor milik Syasa, ia ingin tahu apa yang membuat Syasa lebih memberi nama yang keren pada motor ini dibanding dirinya.
"Motor jelek gini masih dipakai aja, Sya!" seru Ferdy.
"Ya, maklumlah, Pak Dokter. Ini juga peninggalan almarhum bapak satu-satunya. Hehehe." gadis itu tidak menanggapi serius ucapan Ferdy.
"Ini Mogok atau apa, Sya?"
"Sepertinya gitu, Pak! Mana handphone Syasa ketinggal dirumah. Tadi habis anter Emak pulang, Syasa balik lagi bawa belanjaan Emak yang ketinggalan," ungkap Syasa seraya menunjuk kresek putih yang menggantung di motornya yang penuh sayuran.
Ferdy merasa kasian pada gadis kecil ini, ia berniat untuk mengajak Syasa ikut bersamanya.
"Kamu ikut saya aja! Rumah kita satu arah ini," ajak Ferdy.
Mata Syasa berbinar, bagai mendapatkan durian runtuh. Syasa merasa beruntung hari ini, dua kali dia bisa berdekatan dengan Kang gendangnya.
"Tapi, janji jangan bawel selama dimobil," lanjut Ferdy.
Syasa mengerucutkan bibirnya, masa anak gadis secantik ini dibilang bawel. Memang sih Syasa suka bicara tapi, tidak seharusnya juga lelaki itu berkata jujur.
"Iya deh, Pak Dokter! Demi kesejahtraan bersama, Syasa janji engga bakal bawel." ujar Syasa menirukan gaya bicara Pak Rt di serial Pak Somad.
Ferdy hanya tersenyum, ia tidak berlama-lama berbicara dengan Syasa. Ferdy tahu seberapa banyak pun ia berbicara, sudah dipastikan ia akan kalah dengan ratusan kata yang siap keluar dari mulut gadis ini.
"Terus motor Syasa gimana dong, Pak Dokter nasibnya?" tanya Syasa.
"Simpan aja di sini, engga akan ada yang bawa. Mana mau maling bawa motor mogok, yang ada mereka keburu ketangkep duluan," jawab Ferdy.
"Betul, betul, betul." lagi-lagi Syasa menirukan ucapan kartun yang sering ia tonton.
"Ayo, ikutin saya." ajak Ferdy.
Mereka berdua berjalan bersama, akan tetapi Ferdy memilih jalan di depan, sedangkan Syasa mengekor di belakang.
Mereka segera masuk kedalam mobil, jalanan dimalam hari masih sangat ramai. Terlebih ini adalah malam minggu, banyak orang-orang keluar untuk sekedar menghirup udara malam.
Kriuk ... Kriuk ...!
Tanpa rasa bersalah, perut Syasa berbunyi sangat nyaring. Ferdy saja yang berada disamping Syasa bisa mendengar suara demo cacing di perut Syasa.
Syasa menunduk malu, dia ingin sekali membedah perutnya lalu, meneriaki satu per satu cacing tidak punya malu itu.
"Dasar cacing gila, lihat-lihat sikon napa , Tong! Gue lagi sama Kang gendang ini, malu kan." batin Syasa.
Ferdy mengerti jika, saat ini Syasa tengah kelaparan. Tanpa bertanya Ferdy memarkirkan mobilnya tepat di salah satu penjual pecel ayam kaki Lima. Ferdy memang orang berada, akan tetapi ia terbiasa hidup sederhana dari kecil.
"Saya lapar! Kamu mau ikut saya makan?" tanya Ferdy begitu mobil berhenti.
Syasa ingin menolak karena malu ketahuan lapar, akan tetapi ia juga sangat kelaparan saat ini. Sebaiknya ia buang jauh-jauh rasa malunya demi keberlangsungan hidup cacing di perut.
"Iya, Pak Dokter," jawab Syasa semangat.
"Ayo, turun!" lelaki itu membuka pintu mobil lalu, segera turun.
Syasa yang melihat Ferdy keluar, segera mengikuti langkah laki-laki pujaannya. Mereka duduk di salah satu kursi paling pojok, sebelumnya Ferdy sudah memesan terlebih dahulu dua nasi, dua pecel ayam, dan dua es jeruk untuk mereka.
"Sya!" panggil Ferdy menatap bola mata wanita yang sering mengodanya.
"Iya, Pak Dokter," jawab Syasa lembut.
"Kenapa kamu menyukai Saya?"
Syasa terdiam sebelum menjawab pertanyaan Dokter tampan ini.
"Syasa engga tahu! Tapi, yang Syasa tahu Pak Dokter orang yang baik dan ramah, hanya itu alasan Syasa menyukai Pak Dokter," jawab Syasa.
Ferdy tersenyum kecil melihat kepolosan gadis ini, ia sangat khawatir jika saja orang lain yang Syasa sukai. Sudah pasti gadis ini akan dimanfaatkan.
"Saya bukan orang baik! Kamu jangan terlalu polos menilai orang, orang yang terlihat baik belum tentu sepenuhnya baik," ucap Ferdy.
...****************...
BERSAMBUNG~~~~
Terimakasih untuk semua like, coment dan vote
Selamat membaca🤗🤗
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
puri purihat
yah alex nya di tinggal 😂😂😂😂
2021-05-28
0
irtaza
kenapa
2021-04-15
0
Wahyuni"uni
😂🤣🤣🤣jurus macan maling mangga🤣🤣🤣🤣
2021-03-30
0