Syasa keluar dari ruangan Ferdy sambil memeluk nampan kosong. Ia berjalan tanpa ada beban, rumah sakit ini sudah seperti rumah kedua baginya. Di sini Syasa seperti memiliki keluarga lain selain Ibu dan Adiknya.
Di perjalanan menuju lift Syasa bertemu seseorang yang bisa di katakan lumayan akrab dengannya. Seorang Dokter laki-laki yang juga tidak kalah tampan dengan tubuh yang tegap dan kekar, Dokter Darrel namanya.
Dia adalah salah satu Dokter spesialis anak-anak di rumah sakit ini. Tubuhnya memang tegap dan macho khas pria dewasa, akan tetapi jika sudah bertemu para pasien ciliknya, ia akan berubah menjadi dokter yang sangat lucu dan bertingkah seperti layaknya teman untuk mereka.
"Hai, gadis bawelku." dokter Darrel mendekat ke arah Syasa.
"Hai juga, Dokter lucu," sahut Syasa.
Darrel berdiri tepat di samping Syasa, tinggi tubuh Syasa hanya sebatas dada Dokter itu.
"Darimana kamu, Sya?" tanya Darrel memperhatikan nampan yang dipegang Syasa.
"Biasa, Dok. Habis dari ruangan Kang gendang. Aduh salah sebut, maksud aku dari ruangan Dokter Ferdy." jawab Syasa sembari telpak tangan kanannya menepuk keningnya.
"Hahahaha. Kamu sebut Ferdy itu Kang gendang, Sya," ujar Darrel. " kamu ini memang lucu."
Darrel mencubit sedikit pangkal hidung Syasa, ia selalu gemas melihat gadis bawelnya ini. Bersama Syasa sama saja Darrel sedang bersama pasien ciliknya, Syasa tidak ada bedanya dengan mereka.
"Loh, Pak Dokter mau kemana nih?" tanya Syasa.
"Saya ada perlu sama Dokter Ferdy," sahut Darrel. " ada pasien kecil saya yang membutuhkan tindakan operasi jantung. Jadi, saya ingin berkonsul dulu ke Dokter Ferdy."
"Kasian, ya. Masih kecil sudah ngerasain sakit separah itu sampai harus dioperasi, aku engga bisa bayangin diposisi Pak Dokter. Setiap hari menyaksikan dan melihat mereka mengeluh sakit,"
Darrel mengacak pelan rambut Syasa lalu berkata, " Makanya kamu harus bersyukur. Allah memberimu kesehatan yang sangat mereka inginkan. Lihatlah, di sini semua pasien yang dirawat kesakitan, permintaan mereka hanya satu. Ingin segera sembuh dan berkumpul kembali dengan keluarganya."
Syasa menggangguk pelan, sudah tiga tahun sejak Ibunya berjualan di sini, Syasa sadar betul tentang betapa berharga menjaga kesehatan. Dia sering melihat tangis kesakitan dari pasien yang dirawat, bahkan ada yang terkadang histeris karena terlalu prustasi akan penyakitnya.
"Iya, Dok. Syasa mengerti," kata Syasa.
"Nah, itu baru namanya gadis bawelku. Tapi, ngomong-ngomong sepertinya kamu tambah cantik aja, Sya. Padahal saya tidak bertermu denganmu hanya dua hari," goda Darrel.
"Ah, Pak Dokter bisa aja. Syasa, kan udah cantik dari lahir." Syasa menaikkan sebelah alisnya ke atas ke bawah.
"Hehehe. Awas Loh hidungmu terbang, nanti dia engga mau balik lagi,"
"Ih, masa engga balik lagi, Pak. Terus Syasa engga punya hidung atuh. Ya ampun, Syasa mahluk tak berhidung." Syasa memegang hidungnya dengan tangan kiri.
Darrel tertawa pelan, andai saja ini bukan di lingkungan rumah sakit sudah pasti Darrel akan tertawa kencang melihat ekspresi gadis ini yany lucu.
"Sudah, cukup! Saya bisa sakit perut kalau bicara sama kamu, selalu aja kelucuan yang kamu buat,"
"Hehehehe. Lucu-lucu gimana gitu ya, Pak. Kaya ada manis-manisnya." Syasa memperagakan iklan air minum seperti di Tv.
"Terserah kamu aja, Sya! Oh, ya. Saya sampai lupa tujuan saya ke sini," ucap Darrel. " kalau sudah ngobrol sama kamu, saking asyiknya suka lupa daratan."
"Lah, Pak Dokter ini gimana sih. kita kan memang di daratan, kalau di lautan udah berenang kita kaya ikan paus. Hehehehe," ledek Syasa.
"Astaga, saya kehabisan kata-kata kalau ngomong sama kamu," ucap Darrel. " ya sudah, saya ke ruangan Dokter Ferdy dulu, ya."
"Siap, Bosku," sahut Syasa.
Mereka saling berlawanan arah Syasa meneruskan perjalanannya menuju lift, sedangkan Darrel kembali ke tujuan pertamanya untuk bertemu Ferdy.
Darrel masuk tanpa mengetuk ke ruangan Ferdy, Ferdy baru saja menghabiskan makan siangnya itu terlihat saat dia mengelap mulutnya dengan sehelai tisu.
"Siang, Bro!" sapa Darrel melangkah kakinya ke meja Ferdy lalu, duduk manis di kursi yang berhadapan dengan temannya itu.
"Tumben amet Dokter sibuk ini bisa ke sini, ada apa?" sindir Ferdy.
Darrel mengurai senyum seraya berkata, " Gue perlu bantuan Lo, Fer. Ada pasien cilik gue butuh penangan operasi jantung, gue pengen Lo yang memimpin operasi ini."
Ferdy membuang tisu dari tangannya ke tempat sampah di bawah meja, ia mencerna terlebih dahulu permintaan temannya ini.
"Kenapa mesti gue? bukannya Dokter yang lain juga ada?" sahut Ferdy.
"Gue bukan engga percaya sama mereka, tapi gue lebih tahu kemampuan Lo dalam hal ini." Dokter Darrel merapihkan jas putihnya yang sedikit kusut.
"Ok! Nanti gue tinjau dulu, setelah itu kita akan segera bahas mengenai kapan waktunya operasi yang tepat," cakap Ferdy.
"Ok!" jawab Darrel. " oh, ya. Tadi gue ketemu Syasa di luar, dia habis dari ruangan Lo."
Ferdy melirik ke arah Darrel lalu berkata, " Iya. Gue lagi males ke bawah jadi, gue minta Bu Mirna antarin makan siang buat gue. Eh, tahunya Syasa yang anter."
"Hahahaha. Udah jelaslah, pasti Syasa nganter. Kan, Lo tahu sendiri dia ngefans berat sama Lo,"
Ferdy yang tengah fokus dengan lembaran kertas di hadapannya hanya mendengarkan ucapan Darrel.
"Tapi, Fer. Lo emang engga ada niatan sedikit aja ngasih kesempatan buat Syasa," sambung Darrel.
"Kesempatan apa?"
"Ya, kesempatan buat dia ada di hati Lo. Buka sedikit aja hati Lo yang keras kaya batu itu buat nerima kehadiran Syasa." Darrel menatap lekat pada temannya, ia tahu bagaimana Ferdy bahkan rahasia sekecil apa pun Darrel orang pertama yang mengetahuinya.
Ferdy menghela nafas kasar, ia tidak pernah berpikir sejauh itu. Selama ini ia tidak memandang Syasa seperti wanita, maksudnya Ferdy hanya melihat Syasa seperti seorang adik.
Bukan hanya perbedaan umur mereka yang sangat jauh, akan tetapi ada pertimbangan lain yang tidak bisa Ferdy ungkapkan. Ferdy yakin jika, Syasa tahu bagaimana Ferdy gadis itu akan sangat kecewa.
"Gue engga bisa, dia terlalu kekanak-kanakan buat gue, lagian gue cuman anggap dia sebagai adik engga lebih dari itu," beber Ferdy.
"Kalau gue deketin dia, Lo engga akan nyesel, kan?"
"Enggalah, itu hak dia mau deket sama siapa aja. Gue engga bisa ngatur kehidupan dia karena, gue juga bukan siapa-siapa Syasa." Ferdy kembali fokus ke kertas di mejanya.
Darrel menangkap baik jawaban Ferdy, setidaknya ia memiliki kesempatan lebih tanpa saingan untuk lebih dekat dengan Syasa.
"Gue harap Lo pegang ucapan Lo karena, sekali gue ngejar seseorang gue engga bakal lepasin dia gitu aja!" tegas Darrel tetap dengan wajahnya yang cool.
...****************...
BERSAMBUNG~~~
Terimakasih bagi yang berkenan mampir ke karya recehan Author satu ini🤗
Mohon dukungannya dengan cara
Like
Coment
Vote
Rate 5
Selamat membaca😍😍
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Nur fadillah
wadidauwwwww....😂😂😂
2023-01-04
1
Yulet Kemlelet Ayu Dewe
lanju
2022-03-03
0
Tri Dikman
Mulai baca
Seperti nya seru
2021-07-01
0