"Setiap perbuatan ada balasannya, dan semua penyesalan tak pernah datangnya diawal, maka pikirkanlah sebelum bertindak"
By Rajuk Rindu
💝💝💝💝
Harman memeluk erat tubuh Arta, dia teriris mendengar tangisan Arta, Azkia sepertinya sangat marah padanya, hingga Arta pun diabaikannya.
"Ya Tuhan, ternyata sesakit ini rasa diabaikan." batin Herman.
"Kenapa selama ini aku tidak pernah memikirkan perasaan Azkia? ini lah yang dirasakan Azkia selama bertahun-tahun." lanjut Herman seraya mengingat kembali perlakuannya pada Azkia.
Herman menatap wajah putrinya yang sudah tertidur, walaupun sedu sedannya sesekali masih terdengar. Azkia begitu menyayangi Arta, dan Arta selalu menjadi senjata Herman untuk membuat Azkia terus mengikuti kemauannya, tanpa memperdulikan perasaan hatinya.
"Maafkan ayah ya sayang, seharusnya dari dulu ayah menyadari, kalau bunda Azkia itu sangat berarti buatmu." Herman menciun kening putrinya.
"Aku harus minta maaf pada Azkia, aku harus menebus waktu 7 tahun yang telah ku abaikan." Herman bangkit dari tempat tidur, kemudian menarik selimut menutupi tubuh Arta.
"Wati, kok kamu di sini?" tanya Herman begitu dia keluar dari kamar Arta melihat wati sedang menyapu.
"Tadi ibu menelpon dan memintaku menemani Arta pak." jawab Wati seraya meneruskan menyapu.
Mendengar ucapan Wati, Herman bergegas masuk ke kamar Azkia.
Klik...
Tidak dikunci, Herman masuk ke kamar.
"Kia!." panggil Herman pelan seraya membuka pintu kamar mandi. Tapi tak ada Azkia di sana, dia bergegas keluar kamar kemudian menemui Wati.
"Apa ibu sudah berangkat?" tanya Herman lagi pada wati, setelah tidak ditemuinya sosok Azkia di kamar.
"Saya kurang tahu pak, tadi waktu ibu menelpon sepertinya sedang di jalan." kata Wati kemudian pamit ke dapur.
Herman masuk ke kamar, kemudian mengambil ponselnya. Dia mencari nomor kontak Azkia dan menelponnya, aktif tapi tak diangkat.
[Kia, kamu ke mana?] Herman mengirim pesan whatsaap.
[Apa perlu ku jelaskan? aku ke mana? apa selama ini kamu perduli ke mana aku?] balas Azkia.
[Kia, aku ini suamimu, aku wajib tahu kamu ke mana saja].
[Suami? apa iya lelaki seperti kamu pantas di sebut suami?] balas Azkia lagi.
[Tak usah ganggu aku lagi, sekarang kita urus hidup kita masing-masing].
[Jadi, kau sudah siap kehilanga Arta anakmu] Herman membalas pesan Kia dengan ancaman, karena biasanya Azkia akan langsung bermohon-mohon padanya.
[Arta anakmu dan Anjeli, bukan anakku, Anjeli sudah datang, pasti kamu sedang bahagia dengankan sekarang]
[Dan aku sangat siap, kehilangan abang dan Arta] balasan Kia membuat detak jantung Herman berhenti beberapa menit.
Herman menekan nomor kontak Azkia mencoba menghubunginya.
"Kia, angkatlah!." tidak ada tanda-tanda Azkia mengangkat ponselnya, walau berulang-ulang dihubunginya.
"Tidak Kia! aku tidak sanggup kehilanganmu." ucap Herman dia berkali-kali mengusap wajah dengan kedua tangannya.
Herman terhenyak setelah membaca balasan pesan whatsapp Azkia. Dia tak pernah menduga kalau Azkia berubah tiga ratus derajat, Azkia sudah berani membantah kata-katanya dengan pedas dan menghunjam.
"Ya Allah, di saat aku ingin memperbaiki hubunganku, kenapa Azkia malah ingin menjauhiku." mata Herman berkaca-kaca, dadanya terasa sesak, dua bulir kristal tiba-tiba hadir jatuh dipipinya.
"Apakah ini hukuman untukku, ya Allah, karena aku telah menyia-nyiakan wanita sebaik Azkia." batinya seraya mengusap wajah dengan kedua tangannya.
Herman bangkit dari duduknya, kemudian meraih kunci motor, dia akan menyusul Azkia, dia harus minta maaf dan membawa Azkia pulang ke rumahnya lagi.
Setelah berpesan pada Wati, Herman keluar rumah, dia masuk ke gerasi, mengeluarkan motornya yang sudah lama tak disentuhnya, kemudian meluncur ke jalan nangka dan berhenti di sebuah butik tempat Azkia bekerja.
"Bang Herman, mau cari baju ya." tanya Nabila, enam orang karyawan butik, semuanya kenal kalau Herman adalah suami Azkia, karena akhir-akhir ini Herma sering mengantar Azkia ke butik.
"Saya mau ketemu, Kayra."
"Kak Kayra pulang ke Bengkinang, ada keluarga suaminya yang meninggal."
"Owh, Azkia apa ada di sini."
"Kak Azkia berusan keluar bang." ucap Nabila lagi.
Herman keluar dari butik, setelah berpamitan, dia tak tahu harus ke mana, satu-satunya teman Azkia yang dia tahu cuman Kayra, Azkia tak punya teman lain dikita ini selain Kayra. Herman mencoba menghubungi ponsel Azkia, kali ini ponselnya mati.
"Kia kamu ke mana?" perasaan Herman kali ini betul-betul galau, dia kembali melajukan matornya memasuki jalan arengka, dan kembali ke rumah.
Herman masuk rumah terus ke kamarnya, kemudian melemparkan kunci motor di atas nakas, dia melemparkan tubuhnya di atas kasur, memajamkan kedua matanya, berusaha mengusir resahnya.
Jam di dinding kamar sudah menunjukkan pukul 17.30 wib, Herman bangkit, turun dari tempat tidurnya, dia menuju kamar Arta, kamarnya kosang.
"Ke mana Arta dan wati." batinnya, dia berjalan ke dapur. Ternyata mereka berdua ada di pondok baca belakang.
"Arta."
"Ayah, mana bunda?" Arta turun dari pondok baca dia menghampiri ayahnya. Herman berjongkok mensejajari putrinya.
"Bunda lagi kerja lembur sayang dan sekarang lagi diluar kota." ujar Herman berbohong.
"Kapan bunda pulang?"
"Mungkin besok pagi atau lusa." Herman mengusap rambut putrinya, kemudian mencium keningnya.
"Ayuk kita masuk, hari sudah senja." kata Herman seraya menggandeng tangan Arta, Wati mengiringi dari belakang.
Suara azan menggema dari masjid yang cuman berjarak sekitar 50 meter, Wati dan Arta masuk ke kamar kemudian mengambil wudhu dan menunaikan shalat magrib, Herman bergegas masuk ke kamar mandi, setelah mandi berpakaian dan shalat.
Selesai shalat Herman kembali menghubungi ponsel Azkia, nomor kontaknya diluar jangkauan. Berkali diulang Herman tetap saja diluar jangkaun. Tiba-tiba ada panggilan telpon masuk, spontan Herman melihat layar ponselnya, diberharap panggilan dari Azkia, ternyata bukan.
"Untuk apa lagi wanita itu menghubungiku." Herman kesal begitu melihat si penelpon adalah Anjeli. Herman mengabaikannya.
[Kau sedang mencari Azkiakan, sekarang dia sedang bersamaku] Anjeli mengirim fotonya bersama Azkia di sebuah cafe.
[Aku tidak percaya, jika kau sedang bersama Azkia] dia membalas seperti itu, karena dia lagi malas berhubungan dengan wanita itu.
[Angkat video call aku, jika kamu tidak percaya] Anjeli memanggilnya Herman melalui panggilan vudeo call, dan kemudian mengarahkan kamera ponselnya ke arah Azkia yang sedang makan bersama seorang lelaki. Azkia tidak memperhatikan kalau Anjeli baru saja membidikkan kamera ponsel kearahnya.
[Kamu udah percaya sekarang] Anjeli kembali mengirim pesan seraya tersenyum puas, karena dia sudah berhasil membuat hubungan Herman dan Azkia makin memanas.
"Siapa lelaki yang bersama Azkia?"
"Itukah alasannya dia mulai menjauh." batin Herman.
Sambil duduk bertekuk ditepi ranjang, pikiran Herman melayang ke tujuh tahun yang lalu, bagaimana dia memperlakukan Azkia, mengabaikannya walaupun Azkia sudah membesarkan Arta anakmya dengan Anjeli.
Jika sekarang Azkia meninggalkannya, mungkin memang suatu kewajaran, tujuh tahun bukanlah waktu sebentar, Herman menangkupkan kedua tangan kewajahnya. Matanya berkaca-kaca, seketika embun itu berdesakan keluar tampa diminta.
Penyesalan demi penyesalan bertengger di kepalanya, bayangan demi bayangan perlakuannya pada Azkia menari di kepalanya. Kini akan kah Herman kehilangan Azkia wanita yang mulai menimbuhkan letupan-letupan Rindu di hatinya.
Herman menarik napas dalam, kemudian menghempasnya dengan kasar, dia meremas-remas rambutnya kemudian mengambil bantal.
"Ahhhh... Kenapa selama ini aku begitu bodoh." kata Herman seraya memukul-mukul bantal, melampiaskan kekesalannya.
*****
Jangan lupa, like, komen dan votenya.
Terima kasih🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Meylantha Ranchaxbana
pisah aja ma herman
2021-08-17
1
Evanafla
nyesel kan sekarang? cepat inget sebelum terlambat
2021-07-12
0