"Karang di lautan pun akan jadi serpihan, jika setiap hari diterjang ombak,begitu juga dengan hatiku"
By Rajuk Rindu
🌹🌹🌹
Azkia mengambil ponsel yang tadi diletakkannya di nakas, ponsel pemberian Harman satu tahun lalu, hadiah ulang tahunnya yang ke 32 itu, masih terbungkus cantik dengan casing bergambar hati warna pink, dengan lincah jemarinya bergerak di layar sentuh mencari nomor kontak Herman dan kemudian menggeser gagang telpon berwarna hijau dan menghubunginya
Ponsel Herman tidak aktif, walaupun dia masih di jalan, paling tidak nada sambungnya masuk, Mungkin batrai ponselnya habis, Azkia masih berpikir positif.
"Sabar, Kia." batinnya sambil memperbaiki posisi duduknya, dan merapikan gaun yang dipakainya, khawatir lecet dan tidak rapi lagi.
Sambil menunggu Herman datang, dia pun berseluncur merambah dunia maya, masuk ke dunia Facebook, berhaha, hihi, sekedar basa-basi memberi beberapa komen di status teman-temannya, kemudian pindah ke Istagram, ke blog dan terakhir ke whatsapp.
Di whatsapp dibukanya beberapa group, group alumni SMA, disitu tempatnya bercengkrama untuk menghilang rasa sepi, ada beberapa temannya, yang selalu mengirim pesan dan membuat tersenyum siapa saja yang membacanya. Ah... mereka ada-ada saja.
Sementara jaram jam merangkak maju, tadi masih di posisi angka delapan, sekarang sudah berubah ke angka sepuluh, itu artinya Azkia sudah dua jam berseluncur di dunia maya dan duduk di ruang tamu menunggu ke datang sang suami.
Dan sudah berkali-kali, Azkia bolak balik, menyingkap gorden, berharap ada suara mobil yang berhenti, dan mengetuk pintu, Namun asa itu sampai saat ini belum terwujud, sosok lelaki yang ditunggunya belum juga muncul. Mungkin sebentar lagi, hiburnya.
Bahkan mata Azkia tak lepas memandang layar ponselnya, berharap Herman segera menghubunginya, paling tidak memberitahunya, kalau memang dia harus lembur dan membatalkan dinnernya.
Rasa bosan sudah memenuhi rongga dadanya, dia bangkit dari duduknya, menyeret langkah meninggalkan ruang tamu, melewati kamar Arta, pintu kamarnya tidak tertutup rapat, Azkia masuk memperbaiki selimut Arta, gadis kecilnya itu sudah tertidur pulas, Wati pun sudah tidur, biasanya Wati pulang setelah selesai privat, tadi karena Azkia akan pergi dinner, makanya Wati diminta tolong untuk menemani Arta.
Azki keluar, dan menutup rapat pintu kamar Arta, dia masuk ke kamarnya, menghempaskan pantatnya di atas kasur, kesalkah dia, yah... tentu tiga jam dia duduk di ruang tamu, tanpa kabar dari Herman, sambil bertekuk lutut, perlahan dilepasnya satu persatu aksesoris jilbabnya, kemudian berdiri mengambil baju tidur, mengganti bajunya.
Dibaringkan tubuh lelahnya di atas kasur, mencoba mencari posisi yang nyaman, kadang menelentang, sebentar menghadap ke kiri, sebentar ke kanan, berusaha memejamkan mata, tapi tak kunjung terlelap.
Pikirannya masih dipenuhi dengan Herman, "Semoga suamiku baik-baik saja." doa Kia dalam hati, dia pun berusaha tenang, menepis segala kemungkinan yang berseleweran di kepalanya.
Azkia memejamkan matanya, mengenang kembali kejadian tadi pagi, yang membuat hatinya berbunga-bunga, semoga ini permulaan yang baik dan merupakan kado terindah, karena kesabarannya mempertahankan rumah tangga selama 7 tahun.
Tujuh tahun bukanlah waktu yang sebentar, dia bisa bertahan hidup satu rumah dengan lelaki yang tak pernah menganggapnya istri. Baru saja dia mulai terlelap, ponselnya bergetar.
Dreet,....
Notifikasi chat Whatsapp masuk berderet, Azkia meraih gawainya yang tergeletak manis di sampingnya, hatinya girang begitu melihat pesan whatsaap dari orang yang ditunggunya. Akhirnya Herman memberi kabar juga padanya.
Azkia mengklik beberapa gambar yang dikirim Herman. Deg.. jantung Azkia terasa meloncat bersamaan dengan seluruh isi dadanya, bagaimana tidak, Herman mengiriminya gambar, dia dan Anjeli berada di tempat tidur, dengan posisi berpelukan.
"Apa ini?, apa maksud Herman, menyakiti aku seperti ini?." tanpa di sadari netranya pun mengembun, sakit bangat ya Allah.
Dreeet...
[Kia, malam ini abang tidak pulang ke rumah ya, lagi di rumah Anjeli, kangen dia], pesan whatsapp Herman masuk lagi.
"Apa?, Herman tidur di rumah Anjeli?."
Azkia berkali mengusap matanya, dia berharap apa yang dilihat dan bacanya barusan salah.
"Kia,.. Kia... ternyata bodohmu, tak habis-habis, kau menuggunya di sini, dia di sana berpacaran dengan mantan istrinya Anjeli." lirih Azkia, tiba-tiba beribu jarum menusuk hatinya. Perih bangat.
Malam semakin larut, jam sudah menunjukkan pukul dua belas lewat lima belas menit, di luar sana hujan mulai melebat, buliran kristal menetes di atap rumah terdengar sangat riuh.
Azkia mengigit bibir bawahnya, berusaha menahan agar bendungan matanya yang berdedasakan ingin keluar tidak jebol, dilihatnya kembali gambar yang dikirim Herman.
"Kau jahat bang!." Azkia meremas bantal yang ada di sampingnya. Dia tak tahan lagi menahan air matanya, hingga luruh tumpah ruah menganak sungai di pipinya.
Kali ini perbuatan Herman, menggores luka yang paling dalam di hati Azkia, terasa sesak memenuhi dadanya, Azkia menarik napas dalam, menghirup oksigen sebanyak mungkin, agar dia mampu menepis rasa yang menghimpit.
Tangisnya semakin menjadi, dia terisak, tubuhnya bergetar. Perasaannya semakin hancur, hancur sehancurnya.
"Apa aku akan tetap terus bertahan, mempertahankan pernikahan yang tidak sehat ini, hiks... hiks... hiks." Azkia tersedu.
"Sudah cukup Kia, jangan biarkan lelaki itu menyakitimu lagi, apa aku harus pergi?." batin Kia.
"Jika aku pergi, bagaimana dengan Arta?, untuk apa ku pikirkan Arta, mama Anjelinya kan sudah datang, walau bagaimana pun kau menyayangingi, lambat laut Anjeli akan mengambilnya darimu." suara hati Azkia, semakin meyakinkannya untuk meninggalkan lelaki itu.
Dalam kesedihan dan lamunannya, sambil mengusap sisa-sisa air matanya dengan ujung lengan baju, dia turun dari tempat tidur, kemudian menuju kamar mandi, mengambil air wudhu, dan melakukan shalat qiamul lail.
"Ya Allah, beri aku kekuatan menghadapi cobaan yang Kau berikah, barikan aku petunjuk apa yang harus ku lakukan, ya Allah." Azkia larut dalam doa-doa yang dilangitnya dalam sujud.
Selesai melakukan shalat malam, hati serasa ringan, dadanya terasa lapang, dia kembali merebahkan tubuhnya, sebelum memejamkan mata, diliriknya layar ponselnya, sudah pukul dua tiga puluh.
Azkia memejamkan matanya, sudah terlalu lama dia menangis, percuma dia menyesali dan mengutuki takdirnya, menangisi lelaki yang tak pantas ditangisinya, Azkia pun melupakan luka-lukanya dia tertidur dan berharap ketika besok bangun pagi semuanya akan baik-baik saja.
****
Flashbeck
Herman tertidur pulas, setelah meminum teh hangat yang diberikan Anjeli, dia lupa segalanya, lupa dengan janji dinnernya dengan Azkia.
Anjeli meminta kepada bodyguardnya, agar memindahkan Herman ke kamarnya, meletakkan di atas kasur.
Dengan senyumnya yang penuh kemenangan, dia membuka baju Herman, kemudian mengambil beberapa gambar dengan posisi yang dibuat semesra mungkin. Kemudian gambar-gambar itu dikirimnya ke Azkia, dengan mengatas namakan Herman.
"Beres, selamat menangis bombay Azkia." batin Anjeli tersenyum.
🌹🌹🌹
Bersambung ya thor
Jangan lupa like, komen dan votenya
Maaf jika banyak typonya
Terima kasih🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Nadyaa
hanya Tuhan dan kamu thor yg tahu😀
2021-08-19
0
Evanafla
pergi aza kia. herman biar mencarimu anjeli ntar diabaikan ma herman
2021-07-12
0