Rumah Anjeli terlihat biasa saja, tidak seperti ada pesta pernikahan, Anjeli sangat cantik dengan kebaya putih yang membalut tubuhnya, dia tersenyum bahagia, walaupun pernikahannya hanya dihadiri oleh paman Hadi, adik dari papanya yang sekaligus menjadi walinya, ada bibi, dua adik sepupu, dua saksi dan penghulu yang sudah hadir.
Orang tua Anjeli yang sedang berada di Kanada tidak bisa menghadiri pernikahannya, kerena ada agenda bisnis yang tidak bisa ditinggalkan papanya.
Herman hanya akan menikah siri dengan Anjeli, karena dia tidak ingin ada keluarganya yang tahu, kalau dia menikahi Anjeli, papanya pasti sangat marah dan murka, jika tahu dia menikah dengan Anjeli. Karena Harisman tidak pernah menyukai Anjeli.
"Papa tidak mau melihat kamu berhubungan dengan Anjeli lagi." ujar pak Harisman waktu itu.
"Tapi pa!, aku mencintai Anjeli."
"Sekali papa bilang tidak, selamanya tidak." ujar pak Harisman tegas.
"Kalau kau tidak menurut, papa akan coret namamu dalam daftar warisan."
Herman hanya diam, dia tidak berani membantah papanya, karena dia tahu betul, bagaimana watak papanya. begitu juga waktu dia dijodohkan dengan Azkia, dia menerima tanpa protes.
Setelah pernikahannya dan Azkia usai, pak Harisman kembali ke singapura mengurus bisnisnya, dan perusahaan yang ada di Indonesia di serahkan ke Herman.
Harman sampai di depan rumah Anjeli, dia membuka pintu mobil dan meminta Azkia turun. Dengan ragu Azkia melangkahkan kakinya memasuki halaman rumah Anjeli.
Azkia berjalan tertunduk, seakan tidak ingin melihat wanita akan dinikahi suaminya, Herman meraih dan menggenggam erat tangan Azkia, seakan mengatakan, bahwa dia akan baik-baik saja.
Anjeli keluar menyambut kedatangan mereka.
"Azkia, terima kasih kamu mau mengantar Herman." ujar Anjeli memeluk hangat calon madunya. Azkia hanya tersenyum getir.
"Ayukkk, bang! kita sudah ditunggu penghulu." ucap Anjeli menarik tangan Herman. Herman mengikuti langkah Anjeli, beriringan dengan Azkia.
Herman meminta Azkia duduk di sebelah kirinya dan Anjeli di sebelah kanannya.
"Astagfirullah, apa lagi ini Herman, dia betul-betul ingin aku jadi saksi kebahagiannya dengan Anjeli. Ya Allah beri aku kekuatan." batin Azkia di dalam hati.
"Ibu Azkia, apakah anda mengizinkan suami anda untuk menikah lagi." tanya penghulu, spontan mengagetkan Azkia.
Herman menyenggol bahu Azkia dengan bahunya, isyarat agar Azkia menjawab pertanyaan penghulu.
"I-iya pak." ujar Azkia gagap, detak jantungnya berpacu kencang, tangannya terasa dingin dan berkeringat. Rasanya dia ingin pingsan mendadak dan tak sadar-sadar.
"Baiklah, kalau begitu."
"Tanda tangani surat persetujuan ini." ujar Herman menyodorkan selembar kertas dan pena ke hadapan Azkia.
Azkia menatap Herman lurus tanpa ekspresi, Herman menganggukkan kepala, agar Azkia menandatangani surat itu.
Azkia meraih pena dengan tangan gemetar dan mulai menggoreskan mata pena ke lembaran kertas itu. Seperti ada desakan embun yang antri mau keluar di netranya, tapi di tahan.
"Apa sudah bisa kita mulai." tanya penghulu kepada kedua mempelai.
"Bisa pak." ujar Herman bersemangat, memandang Anjeli dengan mata berbinar. Anjeli tersenyum sumbringah.
Beberapa menit kemudian prosesi pernikahan selesai, Herman dan Anjeli telah resmi menjadi suami istri.
Perasaan Azkia seperti teraduk-aduk, dia tidak pernah bermimpi akan menjadi saksi pernikahan suaminya dengan wanita lain.
"Apa ini memang sudah takdirku, jika ini takdirku, aku ikhlas ya Allah. Ikhlaskah aku?, tapi kenapa sesakit ini?." batin Azkia, tanpa sadar dua bulir kristal bening meluncur dipipinya, cepat dihapusnya, dia tidak ingin Herman melihatnya kalau dia menangis.
Ikhlas Azkia, suara hatinya berbisik, "jika kau tidak ikhlas, kau akan tersiksa, jika kau tak kuat, kau bisa mengajukan gugatan cerai."
"Cerai?, oh... tidak!,." teriak hati Azkia.
"Kia, ayuk makan dulu, setelah itu kita bisa pulang." ajak Herman membuyarkan lamunan Azkia, Herman menarik tangannya mendekati hidangan yang sudah disiapkan.
"Pulang?, Herman tidak ingin menginap di rumah Anjeli, benarkah?." Azkia mengikuti langkah suaminya untuk mengambil hidangan. kemudian duduk di samping suaminya.
Anjeli datang mendekati Herman dan Azkia, kemudian duduk di samping Herman.
"Kenapa tidak makan?." tanya Herman.
"Aku mau disuapin." ujar Anjeli bergelayut manja di lengan suaminya, waktu mereka pacaran dulu, Herman selalu menyuapinya, bila lagi makan berdua.
"Apa?, Anjeli minta disuapi?." mendidih darah Azkia mendengar kata manja Anjeli yang langsung direspon Herman. Ada rasa muak melihat kepura-puraan Anjeli.
"Kau harus kuat Azkia, ini baru permulaan, akan ada drama-drama berikut, yang mungkin lebih menyakitkan dari ini." batin Azkia.
"Hay, kok nasinya cuman diliatin." senggol Herman, mengagetkan Azkia.
Herman mengambil piring nasi Azkia. Azkia memandangnya lurus, hingga matanya membulat. Ngapain Herman mau makan nasi sisanya.
"Buka mulutnya." ujar Herman menyodorkan suapannya ke Azkia.
"Gak bang, biar aku sendiri aja." ujar Azkia, sambil mencuri pandang, mencari sosok Anjeli.
"Ke mana Anjeli, bukannya dia tadi ada disini." batin Azkia sambil melihat sekeliling.
"Anjeli istirahat di kamarnya, katanya tadi pusing." Herman menjelaskan seakan tahu jalan pikiran Azkia.
"Ayuk, buku mulutnya." ulang Herman.
"Mau palang, apa tidak?."
Mendengar tawaran pulang Azkia spontan membuka mulutnya, entah apa yang dirasakan Azkia sekarang, yang jelas dia sangat menikmati kebersamaan ini.
"Tambah?."
"Tidak." ujar Azkia sambil mengelengkan kepala. Herman menyodorkan gelas minum ke Azkia.
"Apakah Herman sudah mempunyai rasa padaku?, semoga perasaan ini banar." gumam Azkia dalam hati.
Setelah selesai makan, Herman mengajak Azkia masuk ke kamar Anjeli. Mereka berpamitan ingin pulang.
"Apa tidak sebaiknya abang disini saja, Anjelikan lagi pusing." ujar Azkia, entah dapat ide dari mana Azkia bicara seperti itu. "Kenapa kau Azkia?, besok-besok Herman pasti akan meninggalkanmu tanpa kau suruh.
"Aku baik-baik saja, Kia!, mungkin hanya bawaan bayi ini saja." ucap Anjeli sambil mengelus perutnya.
"Benar kamu tak apa-apa?." tanya Herman sambil memegang perut Anjeli yang terlihat sedikit membesar.
"Iya bang! pulanglah sama Azkia."
"Besok mas jemput." ujar Herman mencium mesra kening Anjeli.
"Gak usah, aku diantar mang ujang saja."
"Baiklah, kalau begitu." Herman mengecup perut Anjeli. Herman terlihat sangat bahagia dengan cabang bayinya itu, begitu juga Anjeli. Azkia perih memandang drama kemesraan mereka.
"Abang pulang dulu ya."
"Iya bang, hati-hati."
Herman dan Azkia keluar dari kamar Anjeli, menuju mobil dan meluncur meninggalkan rumah Anjeli. Sepanjang perjalanan Azkia hanya membisu.
Setelah mengantar Azkia ke rumah, Herman pergi ke kantor karena ada beberapa berkas yang di tanda tanganinya.
"Selamat ya bos." ujar Bayu menyalami Herman.
"Selamat untuk apa?." tanya Herman
"Untuk pernikahanmu dengan Anjeli."
"Sttt..." Herman mendekap mulut ember Bayu, karena pernikahannya dengan Anjeli, hanya Bayu satu-satunya orang kantor yang tahu, Bayu adalah sahabat Herman sejak kecil yang sekarang bekerja di kantornya.
"Jangan bicara pada siapapun tentang pernikahanku dengan Anjeli."
"Kenapa?, bukannya kau sangat mencintainya?."
"Jika ada yang tahu, dan mengekposnya, maka tamatlah riwayatku. Papa akan mencoretku dari daftar warisan."
"Hah!!." Bayu terkejut.
"Simpan rahasia ini dari siapapun." ujar Herman memperingati Bayu.
"Okay, siap."
Walaupun Herman sangat mencintai Anjeli, tapi dia tidak mau tercoret dari daftar warisan papanya.
****
Jangan lupa like, komen dan votenya
Terima kasih🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Al Vi a
gnti judul jadi 1 suami dengan sahabat 🤭
2021-12-20
0
Nadyaa
selalu warisan ujung ujung nya hah🤣🤣
2021-08-19
0
anisaaaa
tinggalin aja kia si herman nya mau2 nya jd saksi pernikahan suami
2021-08-09
0