"Hati yang terluka berkali-kali, akan tetap bisa memberi maaf, hanya saja sudah tidak ada kata percaya pada orang yang melukai."
Azkia
Tiga lembar pakaian, cukuplah buat Azkia pergi jalan-jalan ke Tembilahan menemui sahabat lamanya waktu SMA, mungkin bisa mengobati luka hatinya.
Sebelum Arta bangun Azkia keluar dari rumah, dan menitip pesan pada Wati, bahwa dia akan pergi keluar kota untuk beberapa hari.
"Titip Arta ya, Ti." ujar Azkia sambil masuk ke taxi yang sudah menjemputnya, dia meluncur ke hotel Dharma Utama, dia akan berada di hotel itu sampai jam 14.00 wib, sampai travel Winda menjemputnya.
Setelah cek in, dia masuk ke kamar bernomor 102, merebahkan tubuhnya di atas kasur, kemudian meraih ponselnya, mencari nomor kontak Herman, memblokir panggilan, whatsapp, dan semua akun sosial media yang berhubungan dengan Herman. Sakit hatinya kali ini sudah di ambang batas.
Sambil rebahan Azkia mencari nomor kontak kayra, kemudian menulis pesan.
[Kay, aku izin tidak masuk kantor beberapa hari ya] Azkia mengirim pesan ke Kayra.
[Iya Kia, masalah di kantor tak usah kamu pikirkan ya] lima menit kemudian baru ada balasan Kayra.
[Aku bisa menghendel semua kerjaan kantor, yang penting kamu sehat dulu ya]. lanjut Kayra membalas pesan azkia.
"Maafkan aku Kay, aku tidak berterus terang padamu tentang masalahku, biar saja Kayra tahunya aku lagi tak enak badan." batin Azkia.
[Terima kasih ya, Kay].
[Sama-sama].
Setelah mengirim pesan ke Kayra, Azkia memblokir semua panggilan masuk, kecuali nomor travel Winda dan orang tuanya, dia ingin menenangkan diri, membuang semua masalah.
Pikiran Azkia melanglang buana ke rumah, apakah Herman sudah pulang?, pasti dia senang bangat aku tidak ada di rumah?. dan Arta juga pasti senang karena bertemu dengan ibu kandungnya.
Mata Azkia tiba-tiba mengembun, ada yang berdesakan ingin keluar, dia membiarkan riak-riak air mata keluar menganak sungai, kemudian mengalir dan jatuh ketelinganya. Hati terasa sangat perih bangat.
Berkali-kali Azkia menghapus menghapus air mata, berkali pula kristal bening itu meluncur indah dipipinya. Dia terus membiarkan air mata itu membanjir di pipinya.
"Sudahlah, Kia!, tak ada yang perlu kau tangisi lagi, pilihan ada padamu, tetap bertahan terus tersakiti atau pergi dan kehilangan, Ya Allah, kenapa kedua pilihan ini sama beratnya." batin Azkia sambil mengusap ke dua pipinya.
Azkia memejamkan matanya, menghirup oksigen sebanyak-banyaknya, mencoba membuang resah hatinya, melapangkan dadanya yang sesak, berusaha membuang masa lalunya yang kelam.
Sebenar inikah takdir yang dia harus lalui, berkali Azkia memejamkan mata, mengalih posisi rebahannya, tapi tidak juga terlelap, resah hatinya tak bisa disembunyikan, dia terlalu mencintai Herman dan menyayangi anak kandung Anjeli itu.
Kini perih hatinya bagai bongkahan barah yang bernanah dan berdarah, terasa sangat sakit sekali, ini rasa sakit yang teramat dalam dari sakit yang pernah dirasakannya. Azkia terlelap di dalam kesedihannya.
****
Di Rumah Anjeli.
Sinar mentari yang mencuat dari celah-celah ventalasi membangunkan Herman. Dia mendapati dirinya berada di atas kasur empuk dan di sampingnya terbaring sosok Anjeli.
Herman bergegas bangun, dia terkejut, begitu menyadari tubuhnya polos, tanpa sehelai benang pun, baju dan celananya berserakan di lantai, begitu juga dengan Anjeli, Ah.. ini tidak mungkin, dia tidak melakukan apa-apa dengan Anjeli, dia masih ingat kalau waktu jalan pulang, dia kecelakaan gara-gara ada motor yang memotong jalannya.
"Anjeli, katakan padaku, apa yang sudah terjadi tadi malam." tanya Herman sambil menggoncang bahu Anjeli, hingga Anjeli terbangun.
"Apa abang lupa?." kalau kita telah melakukannya lagi." jawan Anjeli dengan wajah tenang sambil bergelayut manja.
"Ah... Tidak mungkin Anjeli!, tidak mungkin." teriak Herman sambil memegang kepalanya.
"Terserah!, abang mau percaya apa tidak, yang jelas aku sangat puas dengan permainanmu tadi malam." ujar Anjeli bangkit dan berjalan menuju kamar mandi.
Masih dalam keadaan bingung dan ambigu, Herman duduk di tepi ranjang, dia mengingat-ingat kembali, apa yang terjadi semalam, setelah terjadi kecelakaan itu, dia sadar sudah berada di rumah Anjeli, kemudian dia merasa lelah, sangat mengantuk dan tertidur, hanya itu yang dia ingat.
"Ah... persetan dengan Anjeli." maki Herman, dia makai baju dan celananya, mengambil ponselnya di atas nakas, ke luar dari kamar, kemudian memesan taxi online, dia tak perduli dengan Anjeli yang masih berada di kamar mandi, dia harus segera sampai kerumah dan meminta maaf pada Azkia.
Herman meraih ponselnya yang tergeletak begitu saja di atas lemari rias, kemudian memesan taxi online, lima menit menunggu taxi online pun tiba, Herman masuk taxi tanpa pamit ke Anjeli, biar saja nanti dia bisa menjelaskan ke Anjeli lewat telpon jika sudah sampai ke rumah.
Sepuluh menit kemudian Herman sampai keperumahan Arengka Lestari, dia meminta supir taxi berhenti di depan rumah yang berpagar, warna abu-abu.
"Terima kasih pak." Herman menyodorkan yang lima puluh Ribu.
"Kembaliannya buat bapak saja." ujarnya lagi. Supir taxi pun meluncur setelah membalas ucapan terima kasih dari Herman.
Herman mengucapkan salan dan bergegas masuk disambut Wati dan Arta.
"Ayah! bunda pergi ke mana?." tanya Arta begitu Herman masuk ke rumah.
"Emang bunda tak di rumah?." Herman balik bertanya, dijawab dengan anggukan Arta.
"Mungkin bunda ada urusan ke kantor sayang." Herman mencoba menghibur putrinya.
"Arta sudah mau berangkat sekolah ya?." tanya Herman lagi, begitu melihat Arta sudah berpakaian sekolah dan menyandang ransel. Dia berjongkok mensejajari Arta.
"Iya, yah!, Arta pamit dulu ya." ujar Rara sambil mencium punggung tangan Herman, Arta dan wati pun keluar, kemudian menaiki motor meluncur meninggalkan rumah, Herman bergegas meraih ponselnya dan menelpon Azkia.
"Nomor yang anda tuju sedang berada di luar jangkauan." ujar operator terkomsel.
"Ke mana Kia?, kenapa nomor ponselnya tidak aktif, apa Kia marah padaku?." Herman mulai cemas, hingga timbul beberapa pertanyaan dikepalanya.
"Assalamulaikum." terdengar suara Kayra mengucapkan salam, saat Herman menghubunginya.
"Kay, bisa bicara dengan Kia ya." pinta Herman setelah menjawab salam Kayra.
"Kia?, bukannya dia lagi di rumah mas, dari semalam dia pulang kantor lebih awal, karena dia tak enak badan." jelas Kayra.
"Emang abang lagi di mana?." tanya Kayra, Heran.
"E-ehmm... Iya Kay, saya lagi di luar kota, ponsel Azkia dihubungi tidak aktif, maka saya menghubungimu." ujar Herman berbohong.
"Owh, mungkin Kia lagi rehat mas, makanya ponselnya dimatikan.
"Baiklah, kalau begitu." Herman pun mengakhiri panggilan telponnya, kemudian masuk ke kamar, memeriksa lemari pakaian Azkia, semuanya baik-baik saja, tidak ada yang berkurang.
" Mungkin Azkia hanya pergi keluar sebentar?, atau pergi mencari obat?, bukannya tadi Kayra bilang kalau Kia lagi tak enak badan." berbagai pertanyaan bermunculan di kepala Herman.
Herman beranjak mengambil handuk, kemudian dia masuk ke kamar mandi, berdiri di bawah shawer, membiarkan air mengguyur tubuhnya, seketika bayangan Anjeli hadir di benaknya.
"Apa iya, tadi malam aku dan Anjeli, mengulangi kesalahan itu lagi." batin Herman.
"Jika iya, bagaimana kalau Anjeli hamil lagi, apa aku sebaiknya rujuk saja dengannya?." pikiran Herman sudah mulai ambigu.
🌹🌹🌹🌹🌹
*****
Bersambung ya thor
Jangan lupa like, komen dan votenya ya thor
Terima Kasih🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Sulati Cus
dasar plinplan
2021-12-08
0
Evanafla
balikan sono mending lepaskan azkia yg slalu kau sakiti
2021-07-12
3
Elisabeth Ratna Susanti
boomlike sampai sini plus rate 5 😍👍
2021-05-23
0