Ilmu Tujuh Gerbang Alam Semesta
...ILMU TUJUH GERBANG ALAM SEMESTA...
...Episode 1...
Langit pagi itu terlihat cerah di bukit Jambaran. Tetesan-tetesan embun di dedaunan dan rumput-rumput yang hijau masih menyisakan kesejukan. Namun suasana tersebut bertolak belakang dengan tampilan wajah-wajah murung yang mengandung kecemasan dari seluruh penghuni perguruan Pedang Perak.
Sudah sekitar dua puluh tahun, tepat dipuncak Bukit Jambaran berdiri sebuah perguruan silat yang mahsyur telah mencetak pendekar pendekar sakti ahli pedang pembela kebenaran. Tidak sedikit kalangan aliran hitam yang terbasmi oleh sepak terjang mereka. Perguruan ini bukan hanya ditakuti mereka yang berada dialiran hitam, namun juga disegani oleh kaum sekawan yang berada dialiran putih.
Di alun-alun sebuah bangunan yang cukup megah yang menjadi pusat dan tempat tinggal orang-orang utama perguruan itu, telah berkumpul seluruh anggotanya yang berjumlah sekitar tiga ratus orang. Pakaian yang mereka gunakan berwarna putih keperakan dengan pedang bergantung di punggung masing-masing sebagai ciri khas anggota perguruan tersebut. Hampir semua murid telah berkumpul di sana. Bahkan murid-murid yang tadinya mengembara pun ikut hadir.
Tepat di depan kumpulan orang-orang, berdiri seorang laki-laki tua dengan rambut dan jenggot yang telah memutih, sepadan dengan jubah keperakan yang dikenakannya. Walaupun berhadapan dengan murid-muridnya, namun mata orang tua itu terpejam. Sesekali ia menghembuskan nafas berat, tanda kegelisahan menyelimuti pikirannya. Lelaki tua yang biasa dipanggil Ki Jampalu yang sekaligus juga dikenal dengan sebutan Dewa Pedang Perak itu perlahan membuka matanya dan mulai berbicara.
“Hhh… sebenarnya aku tidak menyetujui rencana ini. Aku lebih suka kalian meninggalkan tempat ini, bersembunyi sambil menyusun kekuatan lagi.” Ada nada penyesalan dan menyayangkan atas tindakan anak buahnya yang tidak mau meninggalkan perguruan dan lebih memilih bertahan berjuang melawan musuh.
Ketegangan ini berawal dari peristiwa yang cukup menggemparkan yang terjadi di Perguruan Pedang Perak sekitar seminggu yang lalu. Ketika itu para murid Perguruan Pedang Perak sedang berlatih ilmu pedang. Tiba-tiba saja mereka dikejutkan dengan robohnya beberapa orang murid tanpa diketahui penyebabnya. Ketika diperiksa, ternyata pada dahi murid-murid yang tewas tersebut terdapat lubang kecil sebesar kelereng dengan kulit yang tampak hangus menghitam disekitarnya. Tak ada darah sedikitpun yang keluar.
“Bedebah, siapa yang membokong?” teriak salah seorang murid utama yang memimpin latihan.
Tak lama setelahnya, teriakan itu dijawab dengan suara tawa yang memekakkan telinga, menggema meliputi segala penjuru Bukit Jambaran.
Nampak beberapa orang murid dengan kemampuan rendah berteriak, roboh dan berguling-guling di tanah sambil menutup telinga. Terlihat hidung dan mulut mereka mengeluarkan darah, menandakan tawa itu bukan sekedar tawa biasa, tapi menggunakan pengerahan tenaga dalam yang menyerang siapa saja yang mendengarnya. Sedangkan disisi lain, murid-murid yang berkemampuan lumayan mulai sempoyongan dan berupaya menahan dengan mengerahkan tenaga dalam mereka, mengatasi serangan tersebut. Hanya beberapa orang murid utama saja yang tampak tidak terpengaruh.
Tak berselang lama, terdengar suara lembut namun penuh tenaga dari dalam sebuah bangunan yang tidak seberapa jauh dari tempat tersebut.
“Hmmm... sobat dari mana yang datang berkunjung? Maaf kalau sambutan kami kurang berkenan hingga harus mendapatkan serangan seperti ini.”
Suara lembut yang menindih suara tawa yang menyakitkan telinga itu membuat murid-murid Perguruan Pedang Perak terbebas dari penderitaan serangan tenaga sakti yang dihasilkan dari tawa orang yang belum diketahui keberadaannya.
“Hai manusia busuk, keluar kau! Tunjukan batang hidungmu!” seorang murid bernama Daruna yang begitu marah karena melihat keadaan murid-murid lainnya berteriak sambil mengedarkan pandangannya kesana kemari.
“Hai manu… ukhh!!!” Belum sempat Daruna menyelesaikan umpatannya, sebuah benda berwarna hitam melesat kearah kepalanya. Tanpa sempat mengelak, pemuda itu pun roboh terkena senjata rahasia sang penyerang.
Dari atas sebuah pohon yang cukup tinggi, turun seorang pria berpakaian serba hitam. Di bagian dada pakaian orang itu tersulam sebuah gambar sebuah istana yang di kelilingi api. Manis sekali gerakan orang itu saat menjejakan kaki di tanah, hampir tak menimbulkan suara sama sekali.
Melihat ada orang yang tidak dikenal tiba-tiba muncul, para murid Perguruan Pedang Perak serentak siaga dan mengepung pendatang tersebut. Tanpa dikomando, sekitar dua puluh murid muda itu pun langsung menyerang. Mereka yang sudah merasa marah dan dendam dengan kematian temannya, tanpa perduli kemampuan lawan, sangat bernafsu menghabisi sang pendatang. Sementara itu, lelaki berpakaian hitam tak sedikitpun gentar dengan keroyokan lawannya. Beberapa serangan murid-murid pedang perak sangat mudah dielakannya. Sesekali iaa balas menyerang dengan menendang maupun menampar lawannya, sehingga dari pihak Perguruan Pedang Perak mulai berjatuhan. Ada yang pingsan dan ada yang tewas seketika. Mereka memang bukan lawan orang berbaju hitam tersebut.
“Cukup! Mundur kalian!!”
Entah sejak kapan datangnya, tiba-tiba tepat di tengah arena pertarungan berdiri seorang laki-laki tua berumur sekitar enam puluh tahunan dengan rambut dan jenggotnya yang berwarna putih. Dia memang ketua sekaligus guru besar perguruan perak ini, pendekar ternama yang bergelar Dewa Pedang Perak Ki Jampalu. Serentak semua murid mundur dan berlutut memberi hormat.
“Tak disangka, ternyata yang datang ke tempat kami yang buruk ini adalah si Paderi Sesat dari Utara. Apa gerangan kesalahan anak buahku sampai kau lancang membantai mereka?” Bergetar suara dewa pedang perak menahan geram atas kematian beberapa orang muridnya.
“Hahaha.. Salah anak buahmu sendiri Ki Jampalu. Aku datang mereka tak menyambut, malah kurang ajar menyerangku. Jadi sedikit aku memberi pelajaran pada murid-muridmu. Ha ha ha,” dengan tawa sinis si Paderi Sesat dari utara menjawab.
“Bedebah, kubunuh kau setan tua!” bentak salah seorang murid utama Ki Jampalu, yang merasa tidak puas dengan jawaban Paderi tua itu. Di tangannnya sudah terhunus pedang siap menggempur lawan.
“Tahan Baruna!!” cegah Ki Jampalu. “Angin apa yang membawamu ke sini Paderi tua?”
Sesaat tidak ada jawaban, namun raut wajah Paderi Sesat dari utara berubah menjadi serius. Dari balik bajunya, lelaki tua itu mengambil segulungan surat yang langsung dilemparkan ke arah Ki Jampalu
“Aku anggota tingkat ke tiga dari Istana Lembah Neraka, menyampaikan pesan dari ketua kami, yang mulia Rajawali Merah. Satu minggu lagi, ia akan kesini menagih pengakuanmu. Takluk dan bergabung bersama kami, atau mati!!”
Ki Jampalu menerima gulungan surat yang meluncur deras ke arahnya. Dengan sigap ditangkapnya benda tersebut. Sekilas wajahnya menyiratkan keterkejutan saat menerima gulungan tersebut. Tangannya merasa kesemutan, padahal ia sudah menggunakan tenaga dalam untuk berjaga-jaga.
“Perkumpulan seperti apa Istana Lembah Neraka ini sehingga datuk sesat dari utara ini sudi bergabung dan puas hanya mendapatkan posisi anggota tingkat ke 3?” dalam hati lelaki tua itu. Ia merasa menghadapi iblis tua dihadapannya saja belum tentu menang, apalagi melawan orang yang sudah menaklukan dedengkot aliran hitam wilayah utara tersebut.
“Bedebah, semakin kurang ajar saja dia, Guru.” Baruna yang sejak tadi sudah tak sabar, langsung menyerang si Paderi Sesat dari Utara. Orang yang diserang hanya mendengus sinis. Hanya dengan mengibaskan lengan bajunya yang sedikit longgar, Paderi Sesat dari utara sudah membuat Baruna terjengkang. Pedang yang akan digunakannya untuk menyerang lelaki tua itupun patah terkena kibasan lengan bajunya. Cukup jauh pemuda itu terlempar hingga menabrak sebuah pohon di tempat itu. Hanya sempat matanya melotot, darah segar keluar dari mulutnya. Baruna tewas seketika.
Melihat murid kesayangannya telah tewas, Ki Jampalu pun berang. Dengan cepat si Dewa Pedang Perak melesat menyerang Paderi Sesat dari Utara. Pertarungan tingkat tinggi pun terjadi. Sambil melompat, Ki Jampalu melakukan tendangan dari udara menyerang ke arah punggung Paderi Sesat. Namun orang yang diserang tidak kalah sigap. Hanya dengan menekuk sedikit perutnya ia berhasil mengelakkan serangan, bahkan lelaki tua berbaju hitam itu masih sempat mengirim tamparan ke arah Ki Jampalu. Ki Jampalu tak ingin kepalanya jadi sasaran empuk, ia pun menyambut serangan itu dengan sebuah tamparan serupa.
Blammm!!!
Seketika terjadi ledakan luar biasa akibat bertemunya dua kepalan tangan yang mengandung tenaga dalam tingkat tinggi. Deru angin yang tercipta dari pertemuan kedua pukulan tersebut dirasakan juga oleh orang-orang yang ada di sekitar tempat itu. Beberapa orang bahkan terdorong beberapa langkah. Sedangkan kedua orang yang bertarung sama-sama terdorong empat langkah, menandakan bahwa kepandaian keduanya berimbang.
“Belum saatnya kita bertarung, Jampalu. Tunggu satu pekan lagi ketua akan kesini menyambangimu. Sampai jumpa!” ucap Paderi sesat dari utara seraya melemparkan senyum licik ke arah Ki Jampalu. Lalu ia pun melesat pergi sambil mengibaskan tangannya memutar kearah depan.
“Awass!!!” teriak Ki Jampalu kepada murid-muridnya mengingatkan. Namun ia terlambat. Beberapa orang muridnya terluka dan bahkan ada yang tewas terkena lemparan benda bulat berwarna hitam menyerupai tasbih dari kibasan Paderi sesat dari utara itu. Nampak lubang kecil dengan sisi kehitaman di kepala mereka yang tewas. Ki Jampalu hanya bisa menarik nafas dalam sambil memandang ke arah perginya Paderi Sesat dari Utara.
Bersambung...
Dukung Novel ini dan penulisnya dengan cara :
1. Rate bintang 5
2. Beri like setiap babnya
3. Tinggalkan komentar di setiap babnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 327 Episodes
Comments
Gang_Pinang_180
genre tradisional
2024-10-16
0
Yan Sofian
lumayan,,,tapi blm bagus banget
2023-12-09
0
Lonely One
bagus alurnya
2023-04-29
0