...ILMU TUJUH GERBANG ALAM SEMESTA...
...Episode 2...
“Wrakkkk... Wrakkk...”
Saat ki Jampalu dan murid-muridnya tenggelam dalam pikiran masing-masing, tiba-tiba terdengar suara seekor burung menggelegar dari atas, disusul dengan bunyi genta yang menggema, membuat suasana agak mencekam.
“Mari kita sambut tamu kita,” ucap ki Jampalu seraya memimpin murid-muridnya keluar dari alun-alun menuju lapangan latihan. Ternyata di sana telah berkumpul tiga puluh orang lebih yang menggunakan pakaian serba hitam dengan sulaman gambar Istana dikelilingi api di dada mereka. Kiranya orang-orang Istana Lembah Neraka sudah tiba.
Langsung saja ki Jampalu beserta murid-muridnya memposisikan diri berhadap-hadapan dengan orang-orang Istana Lembah Neraka. Ki Jampalu mengedarkan pandangannya ke sekeliling orang-orang berbaju hitam.
Hatinya bergetar melihat beberapa orang tokoh sakti yang berada di pihak Istana Lembah Neraka. Keterkejutannya semakin menjadi saat melihat seorang lelaki tua menggunakan tongkat emas berada di rombongan tersebut.
Orang tua yang menggunakan tongkat berwarna emas itu adalah Pendekar Tongkat Emas dan tak lain adik seperguruan dari guru Ki Jampalu sendiri. Atau dengan kata lain paman seperguruannya sendiri.
Kecemasan makin menyelimuti perasaannya. Bagaimana mungkin ia bisa berhadapan dengan pamannya sendiri. Bukan saja sudah melanggar tata kesopanan, yang pasti dari tingkat kemampuan dia berada di bawah paman seperguruannya.
“Apakah hari ini memang kehancuran Perguruan Pedang Perak??” batinnya.
Para murid Perguruan Pedang Perak pun bukan tidak merasakan apa yang dirasakan guru mereka. Tak ada satupun dari mereka yang tidak kenal dengan Pendekar Tongkat Emas, karena lelaki tua tidak sekali dua mengunjungi mereka.
“Jampalu, sebaiknya kau dan anak muridmu bergabung saja dengan kami. Jangan coba-coba kalian melawan. Walaupun jumlah kalian banyak, menghadapi aku seorang saja belum tentu mampu.” Pendekar Tongkat Emas membuka pembicaraan. Ucapannya sangat lembut dan berwibawa tanpa terkesan bermusuhan.
“Salam hormatku Paman Jaya Prana,” tegur Ki Jampalu seraya maju satu langkah memberi salam kepada Pendekar Tongkat Emas yang ternyata bernama Jaya Prana. Sementara murid-muridnya di belakang bingung bersikap. Sebagian mengangkat tangan tanda memberi salam, sebagiannya lagi menundukan kepala. “Sampai kapanpun kami tidak akan menyerah di bawah kekuasaan orang-orang beraliran hitam, paman. Lebih baik kami mati,” teriaknya lantang.
Seketika muka Ki Jaya Prana berubah merah karena merasa tersindir oleh kata-kata keponakannya. Lelaki itu melesat ke arah Dewa Pedang Perak memberikan tamparan di pipi. Namun Ki Jampalu tidak mau menerima begitu saja. Tangannya direntangkan menyambut serangan Ki Jaya Prana. Namun guru silat itu memang bukan tandingan pamannya, tangannya serasa remuk saat menangkis pukulan lelaki tua itu. Tubuhnya terjajar sebanyak lima langkah. Dadanya terasa sangat sesak.
Melihat apa yang dialami guru mereka, murid-murid Perguruan Pedang Perak marah. Tanpa di perintah, sekitar dua puluh orang mencoba menyerang ki Jaya Prana. Ki Jaya Prana pun tidak ingin meladeni. Ia hanya mengibaskan tangannya ke arah murid-murid yang bermaksud menyerangnya. Tapi akibatnya tidak ringan. Beberapa orang terlempar akibat angin yang keluar dari kibasan tersebut. Untung saja tidak ada yang tewas. Hanya luka ringan dan sebagiannya pingsan.
“Keras kepala kau Jampalu. Apakah kau ingin murid-muridmu ini mati sia-sia? Aku menyuruhmu bergabung demi kebaikanmu dan kebaikan murid-muridmu juga,” ucap ki Jaya Prana yang geram maksud hatinya ditentang.
“Krakh... Krakh...”
Lagi-lagi suara seekor burung menggema, bahkan suara ini cukup menggetarkan dada siapapun yang mendengarnya. Serentak orang-orang yang berada di sana mendongakkan kepala. Tampak seekor burung rajawali yang cukup besar berkeliling di langit tempat itu.
Tak lama kemudian terdengar teriakan. “Majikan Istana Lembah Neraka telah tiba.”
Orang-orang berpakaian hitam di tempat tersebut serentak berlutut, termasuk Ki Jaya Prana, tokoh sakti yang dikenal dengan sebutan Pendekar Tongkat Emas. Sementara dari arah selatan, terlihat empat orang memanggul sebuah tandu terbuka yang diatasnya duduk seseorang berbaju serba merah.
Luar biasa pemandangan yang terlihat, seolah-olah orang yang memanggul tandu itu berjalan diatas angin. Dengan cepat mereka bergerak ke tempat orang-orang berkumpul. Dengan manis keempat orang tersebut mendaratkan kakinya di tanah tepat berada di tengah-tengah mereka tanpa sedikitpun mengeluarkan suara. Ini membuktikan keempat orang yang memanggul tandu itu memiliki ilmu meringankan tubuh yang sudah sempurna.
Keempat orang itupun secara bersamaan menurunkan tandu di panggulannya ke bawah dengan penuh hati-hati dan hormat.
Sementara itu, dari rombongan Istana Lembah Neraka serentak berucap, “Salam hormat kepada Ketua. Semoga Ketua panjang umur. Hidup Ketua. Hidup Istana Lembah Neraka.”
Setelahnya, orang berbaju merah itu memberi isyarat untuk berdiri. Dari penampilannya, orang tersebut merupakan seorang laki-laki yang masih sangat muda. Pakaian yang digunakannya serba merah berkilau dengan sulaman gambar Istana Lembah Neraka di bagian dada. Wajahnya tertutup topeng bercorak rajawali. Hanya bagian bibir yang terlihat terbuka. Dialah Ketua Perkumpulan Istana Lembah Neraka, yang menamai dirinya “Rajawali Merah”.
“Kraakhh..”
Rajawali yang tadi terbang di atas turun ke arah orang tersebut. Rajawali itu seperti tahu keinginan tuannya. Ia pun bertengger di lengan kanan si Rajawali Merah. Perlahan pemuda itu membuka matanya yang sejak tadi tertutup rapat, kemudian berdiri dari kursi tandu seraya menatap ki Jampalu.
“Kau kah yang bernama Dewa Pedang Perak?” tegurnya dingin tanpa sedikitpun menaruh rasa hormat. Nampak ia sangat tidak memandang terhadap tokoh sakti yang ada di hadapannya ini. “Sudah saatnya kau menentukan, bergabung dengan Istana Lembah Neraka atau kau memilih kematian,” tambahnya dingin.
“Aku Jampalu, Si Dewa Pedang Perak sampai kapanpun tidak akan tunduk pada orang-orang yang berjalan pada jalan yang sesat,” jawab ki Jampalu lantang.
“Baiklah, sekarang gorok lehermu beserta murid-muridmu kalau kau memang memilih kematian,” perintahnya dingin tanpa ekspresi sedikitpun.
Tentu saja hal ini membuat marah orang-orang Perguruan Pedang Perak. Sudah sejak tadi mereka menahan sabar atas kecongkakan majikan Istana Lembah Neraka itu. Tanpa bisa dicegah lagi, serentak mereka menyerang ke arah Rajawali Merah.
Belum juga mereka mampu menyentuh ketua perkumpulan itu, mereka sudah dihajar Rajawali peliharaanya yang rupanya bukan seekor burung biasa.
Rajawali itu melesat ke arah murid-murid Perguruan Pedang Perak. Burung itu mengibas, mencakar siapa saja yang diinginkannya. Tidak sedikit yang terlempar dikarenakan kibasan burung sakti itu, karena memang mengandung tenaga dalam yang luar biasa.
Masih beruntung mereka yang terkena kibasan burung itu, paling-paling hanya remuk tulang karena menimpa pepohonan atau benda keras yang ada di sana. Nyawa mereka masih selamat. Beda halnya dengan mereka yang terkena cakaran atau terpatuk paruh hewan yang berbulu kuning kemerahan itu. Mereka pasti akan langsung tewas seketika dengan kulit menghitam dan luka bernanah. Rupanya cakar dan paruh rajawali mengandung racun yang ganas.
Ki Jampalu semakin cemas melihat amukan burung itu. Muridnya kini hanya tinggal separuhnya saja yang mampu bertahan. Diapun tak ingin tinggal diam. Dicabutnya pedang perak pusaka andalannya, lalu menerjang ke arah burung rajawali yang tengah mengamuk. Namun, alangkah terkejutnya ki Jampalu melihat rajawali tersebut mampu mengelak setiap serangannya, bahkan sesekali membalas serangan. Sedangkan majikan burung itu hanya membiarkan peliharaannya bertarung melawan Dewa Pedang Perak.
Sehebat-hebatnya burung sakti itu, tak mampu juga mengimbangi permainan pedang tokoh sakti yang sudah puluhan tahun malang melintang di dunia persilatan dengan julukan Dewa Pedang Perak. Kali ini, burung itu hanya mampu mengelak tebasan-tebasan pedang ki Jampalu. Terlihat burung itu mulai kewalahan. Namun disaat yang sangat kritis, saat tebasan pedang Kijampalu hampir mengenai leher burung yang mulai kelelahan itu, tiba-tiba saja dari arah Rajawali Merah meluncur sebuah benda memapak tebasan pedangnya.
“Ukh,” jerit Ki Jampalu.
Badan orang tua itu terdorong sejauh dua tombak. Tangannya terasa ngilu seolah tulang lengannya remuk. Hampir saja pedang di genggamannya terlepas. Betapa terkejutnya ki Jampalu melihat pedang kebanggaamnya gompal di ujungnya. Dibagian itu masih tersisa potongan daun kering. Rasa gentar mulai menyelimutinya.
Betapa tidak, jurus pedang perak yang menggunakan pengerahan tenaga dalam sepenuh tenaga milik ki Jampalu hanya dipapaki dengan lemparan daun kering. Ini menunjukan bahwa tenaga dalam yang dimiliki Rajawali Merah majikan Istana lembah Neraka itu sulit diukur ketinggiannya. Rasa-rasanya gurunya pun tak kan mampu melakukannya.
Bersambung...
Sebagai dukungan dan bantuan kepada Novel ini dan Author, Mohon kesediaan pembaca sekalian meluangkan waktu untuk :
1. memencet tombol like
2. Memberi komentar walau sekedar say hallo bahkan sekedar satu hurup.
Like dan komentar kalian sangat berarti untuk karya ini bisa meningkat levelnya.
Namun kalau memang tidak menyukai novel ini silakan abaikan saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 327 Episodes
Comments
Nusa thotz
/Proud/
2024-10-17
0
kuda_liar
hello
2024-10-16
0
Dek Budi
jos
2024-03-30
0