Alam di sekitar tempat itu menjadi porak poranda. Pohon tumbang, berterbangan, batu pecah hancur berserakan. Kecemasan mulai meliputi orang-orang yang berada di sana. Mereka ingin menghentikan perbuatan Rajawali Merah, tapi tak satupun yang sanggup melakukannya.
Sesaat kemudian keadaan berangsur tenang. Gelombang listrik yang tadinya mengamuk, mulai mereda. Kini dari tubuh Rajawali Merah hanya membias embun lembut yang sangat tipis, namun sekilas berderapan bias cahaya berwarna putih. Tidak ada pancaran hawa panas ataupun dingin yang keluar. Ada gambaran kebersahajaan yang terpancar dari tubuh Rajawali Merah. Namun tak berapa lama kemudian, benda-benda kecil seperti bebatuan, dedaunan, dan ranting ranting kecil terangkat keatas sejajar dengan Rajawali Merah, bagaikan air yang menguap.
“Tingkat kelima!”
“Hati-hati! Cepat tinggalkan tempat ini!” teriak Raja Iblis Bukit Tengkorak. Mereka yang mendengar teriakan itu dengan cepat melesat berusaha pergi. Sedangkan benda kecil yang tadinya melayang ke atas, tertahan tepat sejajar dengan bahu si Rajawali Merah. Sungguh pemandangan yang sangat menakjubkan.
Tiba-tiba benda-benda kecil yang tadinya berterbangan dan tertahan di atas itu melesat ke segala penjuru dengan kecepatan yang sulit diukur. Beberapa benda melesat ke arah bebatuan dan pepohonan menyebabkan pohon atau batu itu berlubang, dan hanya beberapa saat batu dan pohon itu hancur berkeping-keping.
Selain melesat ke arah bebatuan dan pepohonan, benda-benda kecil itupun menyerang ke arah orang orang Istana Lembah Neraka. Mereka yang berkemampuan rendah tak pelak menjadi korban. Tubuh mereka yang terkena sambaran benda kecil itu seketika kelojotan dan pecah berserakan menjadi debu. Ada sekitar sepuluh orang yang bernasib malang seperti itu. Sedangkan mereka yang berkemampuan tinggi berusaha menangkis dan bergulingan menghindari lesatan benda-benda kecil tersebut. Semua orang semakin menjauh, sementara benda-benda apa pun yang ada di sekitar Rajawali Merah hancur porak poranda.
Keadaan kembali berubah. Kekuatan yang muncul dari tubuh Rajawali Merah berangsur-angsur hilang. Tubuhnya yang tadinya melayang di udara perlahan-lahan turun dan kembali kakinya menapak di tanah. Sorot matanya pun kembali seperti sedia kala. Nampak dingin. Seolah tak terjadi apa-apa, iapun melesat kembali ke bangunan megah yang menjadi tempat tinggalnya.
“Dia telah sadar kembali, Guru,” ucap murid tertua Raja Iblis Bukit Tengkorak dengan nada yang tidak puas. “Mengapa tidak kita lenyapkan saja dia? Bukannya membawa keberuntungan untuk kita, dia malah sering menyusahkan.”
“Bersabar Suwung Panca! Langkah kita sebentar lagi akan sampai pada tujuan. Kita masih memerlukan tenaga anak bodoh itu,” jawab Raja Iblis Bukit Tengkorak dengan pelan seperti tak ingin kedengaran yang lain. “Kita kembali dulu ke istana,” perintahnya.
Orang-orang Istana Lembah Neraka sudah terbiasa melihat kejadian ini. Mereka percaya bahwa ketua mereka sedang berlatih ilmu tingkat tinggi. Sudah jadi kebiasaan orang yang berlatih akan mencoba ilmunya. Dan mereka seakan paham bahwa seorang pimpinan aliran hitam tak kan perduli apapun dan siapapun jadi korbannya. Bagi mereka yang kuat merekalah yang bertahan.
Sementara itu Jaka si Pendekar Halilintar sedang melakukan perjalanan menuju kediaman gurunya di Bukit Batu Hitam. Pendekar sakti itu menggebah kudanya dengan cepat. Dia melakukan perjalanan sendirian, sedangkan istrinya masih tinggal di Perguruan Pedang Perak, sambil menghibur pamannya yang sangat terpukul atas kejadian yang menimpa dirinya dan murid-muridnya.
Setelah seharian penuh ia menggebah kudanya, tiba juga Jaka di Bukit Batu Hitam. Dari bawah tempat itu terlihat seluruhnya berwarna hitam. Jarang sekali pepohonan dan rumput yang tumbuh di sana. Dari bawah sudah bisa terlihat di puncak bukit terdapat sebuah pondok kecil yang berpagar bambu. Hanya di sekitar tempat itu warna tanahnya tidak hitam. Di sana juga terdapat beberapa pepohonan yang tumbuh.
Jaka pun mengikat kudanya di bawah, di pohon satu satunya yang tumbuh di bawah bukit hitam. Dia sendiri menaiki bukit itu dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh. Hanya dalam beberapa kali lompatan saja, Jaka sudah sampai di depan pagar kediaman gurunya.
“Salam hormat, Guru. Murid datang menghadap meminta petunjuk. Maafkan murid yang mengganggu istirahat guru,” ucap Jaka seraya berlutut di depan pintu kediaman gurunya.
Hampir sepeminuman teh lamanya Pendekar Halilintar menunggu, tak kunjung ada jawaban dari gurunya. Ia pun berkesimpulan gurunya tak ada di dalam. Jaka bangkit dari berlutut, dan perlahan menuju kekediaman gurunya. Di samping pintu pondok, ia menemukan secarik kertas yang dijepitkan di sela-sela antara pintu dan dinding. Memang kebiasaan gurunya meninggalkan pesan kepada Jaka apabila sedang bepergian.
"Anakku, keadaan dunia persilatan terancam.
Datanglah ke puncak Benteng Dewa.
Aku bersama tokoh-tokoh dunia persilatan yang lain berada di sana."
Singkat namun jelas pesan dari Malaikat Petir yang merupakan guru dari Pendekar Halilintar. Tanpa menunggu lebih lama, Suami dari Dewi Selendang Ungu itu meninggalkan Bukit Batu Hitam. Dengan kembali menggunakan kudanya, Pendekar Halilintar melakukan perjalanan menuju Bukit Benteng Dewa.
Bukit Benteng Dewa merupakan sebuah perbukitan dengan pemandangan yang sangat indah. Bermacam-macam tanaman yang hidup dan tumbuh di sana. Tak terkecuali tanaman obat, sehingga tempat itu sering dikunjungi para tabib-tabib ahli pengobatan. Di bawahnya terdapat perkampungan-perkampungan yang mengelilinginya. Para penduduk di sana merasa sangat beruntung atas keberadaan Perguruan Tangan Dewa. Karena orang-orang Perguruan Tangan Dewa tidak segan menolong dan membantu penduduk di sana, terutama dari gangguan-gangguan orang jahat.
Mengapa dinamakan benteng dewa? Hal ini tidak lain dikarenakan di bukit itu terdapat sebuah pemukiman yang dikelilingi benteng tinggi dan kokoh. Di bagian utara terdapat pintu gerbang untuk masuk ke dalamnya. Tepat di atas pintu gerbang itu terdapat ukiran batu yang sangat besar berbentuk sepasang tangan dalam bentuk menyatukan kedua telapak tangannya mirip orang bertapa. Para penduduk di sekitar bukit itu percaya bahwa tangan tersebut merupakan perlambang tangan Dewa Penjaga. Terlebih perguruan yang ada di sana bernama Perguruan Tangan Dewa.
Di dalam benteng, terdapat pemukiman tempat tinggal anggota-anggota perguruan Tangan Dewa. Dibandingkan disebut sebagai sebuah perguruan silat, tempat itu lebih cocok dinamakan sebuah perkampungan. Hanya saja memang yang tinggal di tempat itu adalah orang-orang yang berkepandaian silat anggota Perguruan Tangan Dewa. Tepat di tengah perkampungan itu terdapat bangunan yang besar, dengan halaman yang sangat luas, atau lebih tepatnya sebuah lapangan untuk latihan.
Perguruan Tangan Dewa juga dianggap sebagai Pimpinan Dunia Persilatan Beraliran Putih. Ketua perguruannya sendiri dianggap sebagai ketua Dunia Persilatan. Perguruan Tangan Dewa dipimpin oleh orang yang bernama Ki Ageng Dasa Harsana. Lelaki berusia enam puluhan tersebut juga dikenal dengan sebutan Malaikat bertangan Sakti karena ilmu yang menjadi andalannya menggunakan tangan kosong dan belum ada yang mampu mengalahkannya. Sifatnya yang lemah lembut, pemurah dan selalu membela kebenaran, dianggap orang orang dunia persilatan bagaikan seorang malaikat. Ki Ageng Dasa Harsana ini merupakan murid salah seorang Tiga Dewa Dunia Persilatan yang juga dulunya menjadi ketua Perguruan Tangan Dewa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 327 Episodes
Comments
ibarumbung
👍
2025-02-18
0
Ayi Hadi
lanjuuuut up
2022-11-12
0
Lingga Pacina
💪👍🙏💯
2022-02-28
1