Senja di bulan oktober, terkadang sulit melihat cerahnya mentari di ujung cakrawala, senjapun terasa muram terhalang mendung, musim hujan yang sudah menjadi siklusnya di mulai dengan bulan ber ber an september, oktober, november dan selanjutnya, begitu juga mentari pagi seakan malu malu menampakan diri, tak berseri memberi energi pada seisi bumi terhalang kabut di musim ini.
Seperti juga siklus kehidupan tak selamanya sama akan ada masanya, suka, duka, dari bawah ke atas dan selanjutnya dan selanjutnya.
Tak terasa mau pulang habis maghrib Arini kebablasan waktu jadi ngeroll sampai jam 19:12, setelah keluar dari ruangan Pak Hadinata Arini membereskan barang-barangnya beranjak mau keluar dari ruangannya,
Sedikit merapikan bajunya yang kusut bekas duduk, juga kerudungnya sekilas.
Di lobby bawah Arini melihat Pak Hadinata menunggunya, Arini pura-pura tak melihatnya lurus berjalan ke pintu depan suara hak sepatunya tuk tuk tuk nyaring di lantai marmer Arini berjalan tanpa melihat kiri kanan, Hadi bergegas mengejar dengan berjalan cepat tiba di luar Arini tertegun cuaca gerimis, tengok kiri kanan dengan hati bimbang.
"Rin, ayo Aku antar ya"
"Makasih Pak Hadinata, nggak usah saya mau naik becak aja."
Sengaja nada suaranya rada di tegaskan, beri tanda Ia masih agak kesal dengan laki-laki itu.
"Ya ampun Rin ini gerimis."
Arini tak menjawab, langsung menghampiri Pak Min yang sudah berdiri sejak melihat Arini datang, Hadi celingukan sendiri.
"Pak, Pak muat naik berdua nggak?"
"Boleh, muat Pak tapi agak santai jalannya nggak apa-apa?"
"Iya, iya nggak apa-apa nyampe jam dua belas malam juga pak."
Arini melotot, dalam hatinya pengen ketawa tapi dongkol dan merasa konyol, nggak mau berdebat lagi mau tak mau Arini bergeser duduknya ke satu sisi.
"He he he he...."
Pak Min terkekeh tertawa dalam hatinya, lucu aja melihat orang ini, ada mobil yang satu nggak mau di antar pake mobil, yang satunya maksa ikut naik becaknya.
"Di tutup Neng Arini becaknya?"
"Nggak usah Pak, cuma gerimis kecil."
"Ya udah."
Perlahan becak bergerak, Arini diam saja.
"Kamu bandel amat Rin, Aku antar nggak mau."
Arini masih diam, takut omongannya di dengar Pak Min, nggak enak adu omong di depan orang lain jadi Arini memilih diam.
Hadi mulai menggenggam tangan Arini, tangannya di ke belakang kan sebelah menarik kepala Arini ke pundaknya Arini memejamkan matanya mencoba tenang setenang tenangnya, seeeeeer... darah Arini terasa naik begitu cepat mukanya panas dadanya deg degan, Hadi menangkap perubahan itu, Hadi tersenyum menang sambil mengecup ubun-ubun dan mengusap ngusap pangkal lengan Arini.
Becak berdecit belok ke arah kost-kostan, Arini menegakkan kepalanya memandang Hadi dengan pandangan sulit di artikan,Hadi turun duluan Arini membuka tas mau ngambil dompetnya tapi di dorong oleh Hadi, Arini berjalan ke pintu duluan, Hadi membayar dan ngasih tip ke Pak Min.
"Makasih ya Pak."
"Oh iya Pak, sama-sama,
kalau perempuan ngambek itu tandanya sayang Pak, kalau enggak dia pasti ada maunya hehehehe..."
Pak Min terkekeh.
Hadi tersenyum sambil manggut, lalu melangkah menyusul Arini menerobos gerimis.
"Boleh masuk nggak?"
"Oh, silahkan."
Arini membuka pintu lebar-lebar dan mempersilahkan dengan gaya yang di buat-buat. Tandanya masih kesal.
Arini mengambil handuk dan di sodorkan ke arah Hadi.
"Makasih sayang."
"Heemght."
Hadi bersin-bersin sambil mengelap rambutnya juga tangan dan mukanya, Arini kasihan melihatnya, jadi merasa bersalah, seandainya tadi Hadi tak menyusulnya ke parkiran terus ke jalan, lari-lari kecil di tengah gerimis mengejarnya.
"Mau minum Mas? minum apa?"
"Apa aja lah, yang penting minumnya hangat."
Arini bergegas ke belakang, buka-buka lemari kecilnya dan akhirnya menemukan minuman susu madu jahe instan.
Menyalakan kompor sebentar dan jadilah minuman, Arini meletakkannya di meja rias karena dia tidak punya meja sofa.
"Kok cuma satu?"
"Emght...memang cuma ada satu, heeee... Arini malu dan gelagapan."
Arini memandang Hadi sambil tertawa malu mengacungkan jari telunjuknya, Hidup sendiri memang tak banyak menyimpan stok makanan atau juga minuman itu juga iseng aja, toh buat apa Arini seringnya makan di luar, Hadi juga ikut tertawa.
"Kita minum barengan satu gelas bersama ya."
"Mas minum aja, takutnya masuk angin, Aku nggak apa-apa."
"Justru Aku yang khawatir takut kamu sakit."
"Aku dah biasa kehujanan."
Arini menyodorkan minumannya ke arah Hadi sambil duduk di sampingnya, Hadi meminumnya seteguk dan menyodorkannya kembali, Hadi mengangguk menatap Arini.
"Minum enak hangat."
Arinipun meminumnya, jadilah mereka minum satu gelas berdua.
Hadi menggenggam tangan Arini jarak duduk mereka sangat berdekatan, membuat Arini salah tingkah tingkat tinggi.
"Rin, aku harap kamu jangan salah faham padaku, soal Aku mengikuti mu lebih dari setahun ini, Aku hanya ingin tahu kamu itu orang seperti apa? Izinkan aku memberi penjelasan biar kamu ngerti masalahnya."
Arini terdiam membiarkan Hadi ngomong dan Arini menjadi pendengarnya.
"Aku mencintaimu Rin... menyayangimu tulus dari dalam hatiku, Aku ingin membuatmu bahagia."
Arini diam.
"Aku, mengandalkan Pak Priyo mengikuti mu seakan semuanya tak di sengaja, nonton bioskop kamu perenah ketemu kan? lagi belanja, sampai seminggu yang lalu saat kamu makan siang sama temen cowokmu di kantin bawah Rin, terus terang Aku sangat cemburu Rin. Tadinya aku nggak mau terus terang padamu tapi Aku takut kamu dan hatimu kecantol temen mu yang nempel terus itu."
Arini masih diam.
"Arini, kamu tahu Aku sudah berkeluarga, tapi tidak seperti pandangan luar orang-orang terhadap rumahtangga ku bersama Hesti istriku, sudah 3 tahun ini Hesti sakit kangker rahim, dan kami belum memiliki anak, sejak saat itu kami berusaha berobat ke sana sini semaksimal mungkin menurut kemampuan kami, sampai kami bosan, Rumah tangga kami hampa walau aku dan Hesti saling menyayangi dan kami berjuang bersama, Kami merintis usaha bersama."
Arini masih menyimak.
"Aku laki-laki normal Rin, punya segalanya, tapi tak punya harapan dan masa depan,
Aku butuh kasih sayang, butuh orang yang menyayangiku dan melayani segala kebutuhanku."
"Aku ingin anak Rin, telah lama aku memimpikannya, Aku lemah, rapuh dan tak bisa keluar dari permasalahan ku sendiri, Aku ingin hidup layaknya orang lain, punya istri sehat, anak-anak dan keluarga." Hadi mengambil nafas.
"Kamu faham sampai di sini Rin?"
Hadi menatap Arini sambil berkaca kaca, dan Arini pun yang mendengarkan cerita Hadi tak kalah berlinang airmata, mereka berpelukan seakan saling menguatkan.
"Aku menemukanmu Rin, dan Aku menyayangimu Aku ingin kau menjadi masa depanku."
Arini tak menjawab tapi semakin menenggelamkan kepalanya ke pelukan Hadi.
"Aku juga mencintaimu Mas Hadi."
Suara lirih Arini samar terdengar, karena Hadi semakin mempererat pelukannya Arini membalasnya dengan penuh kehangatan, bergetar rasanya seluruh tubuh Arini, Hadi mengusap-usap kepala dan punggung Arini, dan di luar hujan semakin deras tanpa mereka sadari.
Berdua menahan nafas yang tersengal-sengal, hasrat yang menyala-nyala, perasaan yang sekian lama hampa dalam kesendirian masing-masing, seperti ingin memuaskan dahaganya sendiri-sendiri, mendatangkan hasrat yang bergolak seperti gurun yang merindukan hujan, ingin sekali mereka lepaskan seperti anak panah dari busurnya,
Dan akhirnya sampai pada kesadaran, Arini keburu menyadarinya, Ini sesuatu yang salah dan di luar kendali dan kesadarannya.
"Mas, Mas udah udah stop!"
Hadi menggenggam tangan Arini, seperti tak ingin kehilangan waktu bahagianya bersama Arini, ingin menikmatinya lebih lama lagi, Hadi malah merebahkan badannya dikursi panjang itu dan kepalanya di rebahkan di pangkuan Arini.
"Pulang, pulang udah malem aaaaaah Mas!"
"Enggak, aku tidur di sini aja ya Rin."
Arini terkejut mendengar ucapan Hadi.
"Hai hai apa-apaan? Aku malu sama tetangga kamarku, ntar di bilangnya Aku wanita apaan?"
"Aku tidur di kursi sini aja, kamu ya di tempat tidurmu."
"Halaaaah udah Mas jangan cari masalah, beban moril buatku."
Hadi bangun, Hujan pun mulai reda.
"Sebelum pulang tapi katakan kamu sayang aku dulu."
"Dasar, apaan sih mas? ada-ada aja."
"Iya, iya Bu Arini, saya pulang, tapi emgh...naik apa ya?"
"Jalan kaki lah Mas."
"Waduh tega bener cantik-cantik kamu Rin."
"Habis suruh siapa ikut Aku?"
"Udah-udah kamu ada aplikasinya nggak pesenin Aku ojol," Arini mengambil hp dari atas meja riasnya dan mengutak atiknya.
"Udah bentar lagi datang Mas."
Hadi berdiri membereskan bajunya yang kusut, juga celananya sembari di tepuk tepuk, Arini pura-pura mengutak atik hpnya dan tak melihatnya.
Tak lama ojol pun datang Hadi menarik Arini ke balik pintu, dan kembali memeluk dan menggenggam tangan Arini, Arini meronta dan melepaskan diri.
"Aaaah Mas, ojeknya datang tuh."
"Udah istirahat ya, jangan nggak tidur loh."
Hadi tertawa melepaskan Arini sambil mencolek hidung Arini, Arini mendelik sambil buka pintu.
Arini mengantar Hadi ke depan sampai naik ojek dan hilang di balik belokan jalan...
Happy reading❤️🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Yayoek Rahayu
hadi egois....masa istrinya lg skt malah cari kesenengan sendiri....
2022-02-11
1
Enis Sudrajat
cinta Mak, cinta banget, cinta tak terbendung lagi ...apa lagi ya?🤦🤦😂😂
2021-12-10
1
Dwisya12Aurizra
mejadi pacar suami orang, apapun alasannya tetap salah...
2021-12-10
2