Sesampainya di kost nya Arini terlentang di kasur menatap langit langit kusam kamar kostnya, lalu menyamping menatap dinding kostnya yang juga sama burem nya, tapi Arini begitu betah di tempat ini, jarang jarang ada tempat kost yang murah terjangkau dengan penghasilannya selama ini di kota besar.
Fikirannya melayang pada apa yang terjadi dengannya hari ini. Arman, ya Arman sudah dewasa banget dia pikirnya, emang mereka seumuran, dulu masa masa cengengesan tergambar di pikirannya, suka jail tapi baik hati selalu ada setiap Arini butuh bantuannya walaupun imbalannya bisa nyontek.
Orangtuanya kontraktor kecil kecilan, seperti merenovasi rumah, atau bagian rumah lainnya, tapi sekarang sudah maju punya kantor di Bandung walaupun kecil tapi merupakan kemajuan yang pesat, kelihatannya sudah mapan.
Setelah Arman lulus kuliah ya Arman lah yang meneruskan usaha orangtuanya.
Mobilnya kinclong banget walau bukan keluaran terbaru, serasi dengan orang yang di belakang kemudinya gagah rapi dan tampan tapi kenapa Arman nggak singgung soal pasangan hidupnya? pacarnya?
Satu lagi Arini menangkap sorot nakal di mata Arman setiap kali kepergok lagi memandang ke arahnya, Ah Arman si perusuh.
Arini senyum-senyum sendiri mengenang semuanya.
Pacaran masa SMA waktu itu hanya sebatas gengsi gengsian doang di depan teman-temannya, ada gandengan saat ke ulang tahun teman biar nggak kaya anak ilang celingukan sendiri. Pacaran paling ngerjain PR bareng atau bikin nasi goreng bersama di dapur itu juga udah asyik rasanya.
Arman salah satu temen cowok yang terbilang deket dengan Arini terkadang Arini lah tempat konsultasi soal cewek Arman waktu itu, atau saat putus dari satu cewek ke cewek lain.
Waktu menunjukkan jam 15:00,
Arini tersadar dari lamunan masa lalunya, cukup lama juga dia tiduran tapi tak lena, bolak balik dengan sketsa lamunannya.
Arini bangkit setel radio transistornya mungkin keharusan atau wajib hukumnya seorang penyiar punya radio di rumahnya apalagi di mobilnya, walaupun zaman sudah modern radio transistornya tetep menjadi pilihannya walaupun jadul tapi tetep mantap betul, saat temen-temennya mengomentarinya atau lebih ke protes Arini santai aja "ini kan warisan nenek moyang dan harus di lestarikan."
Terdengar Tyo si suara ngebass lagi cuap-cuap di udara bawain acara yang di selingi lagu dangdut dengan antusiasme juga semangat luar biasa soal dangdut dari dangdut dan untuk dangdut, keren.
Arini beranjak ke kamar mandi,
byuuur, byuuur, mandi sambil mengikuti dendang suara lagu dari radionya, ingat dulu masa kecilnya kalau mandi di kamar mandi suka di omel sama ibunya "pamali Neng nyanyi di kamar mandi nggak boleh itu! katanya kamar mandi itu ada penghuninya dia seneng ke orang yang mandinya nyanyi jadi hidupnya selalu di goda hantu,
harusnya orang yang masuk kamar mandi baca do'a do'a, benarkah itu? entahlah.
Keluar kamar mandi terasa segar Arini menghela nafas lega,
setelah menunaikan sholat ashar, lalu buka buka kulkas kecilnya tapi perasaan perutnya masih kenyang lalu menutup kembali kulkasnya, matikan radio beralih ke tv Arini duduk bersila di sofa yang cuma satu tapi panjang itu juga pemberian Ibu kostnya, sambil menggosok-gosok handuk mengeringkan rambutnya Arini asyik menonton update berita hari ini.
Seorang yang bekerja di bidang penyiaran harus update segala sesuatu yang terjadi, yang menjadi bagian informasi, sebagai referensi dalam mengudara.
Lepas maghrib Arini bersiap-siap mau berangkat lagi ke tempat kerjanya untuk siaran malam, lagi dandan depan cermin hp nya yang ada di meja rias berdering di lihat sekilas Arman memanggil.
"Hai, lagi di mana?"
"Masih di rumah, baru mau berangkat."
"Ya udah, tungguin aku jemput ya."
"Eeeeh Man jangan, aku kan ke tempat kerjanya deket, aku sudah terbiasa naik becak langganan lho."
"Nggak apa-apa, kali-kali sekalian aku ada acara ke arah situ."
Arman setengah memaksa langsung matikan teleponnya, Arini menarik nafas berat,
Dan benar aja tin... tin... klakson mobil Arman udah di depan rumah kost Arini, Arini mendongokkan kepalanya ke pintu.
"Sini, mampir dulu."
"Assalamualaikum."
"Waalaikum salaam, masuk Man duduk dulu."
Arman masuk.
"Sebentar ya."
Arman memandang lekat Arini yang berdiri depan cermin memunggunginya. Arini tahu itu, Arini bisa melihat dari cermin kalau Arman lagi memperhatikannya, ada rasa deg degan di dada Arini tapi Arini buru buru menepisnya.
Arini memakai kulot hitam dan atasannya cardigan warna coklat muda warna kesukaannya, begitu serasi padu padannya dengan kerudung polos senada kulot nya.
Harum parfum menyeruak saat Arini duduk berdampingan samping Arman, Arini duduk tumpang kaki dengan tangan menyangga kepala menghadap Arman.
"Mau minum dulu atau ngopi, teh barangkali Man."
"Nggak usah, kan kita mau berangkat."
"Emang kamu nggak cape antar aku bolak-balik?"
"Nggak lah, kan kataku tadi sekalian lewat sini."
"Terus, pulang siaran langsung pulang Rin?"
"Iya lah, emang nginep gitu di sono? atau kamu mau nungguin aku lalu antar pulang lagi?"
"Boleh, kalau kamu mau."
"Ya ampun Arman, apa nggak ada hari esok lagi?"
"Rin, apa kamu nggak kesepian tinggal sendiri di sini?"
"Di rumah emang sendiri, tapi di kerjaan banyak orang kok."
Jawab Arini, Arini tahu selidik Arman setiap wanita dewasa pasti mengerti ke mana arah pembicaraan lawan bicaranya, apalagi Arman mulai pegang tangan Arini, Arini menepisnya halus sambil senyum Arini berkelit untuk memotong pembicaraan.
"Yu ah, kita berangkat."
Arman tak menyahut tapi ia bangkit menandakan ia setuju,
Arman buka pintu samping mobilnya mempersilahkan Arini masuk, mobil melaju pelan-pelan seakan Arman ingin sengaja memperlambat durasi waktunya agar bisa lebih berlama lama dengan Arini.
"Rin serius, aku tungguin ya pulangnya."
"Ya ampun Man, jangan apa-apaan kamu ini."
"Barangkali kamu mau jalan-jalan kek, belanja atau nonton gitu."
"Arman, selarut itu? kita simpan energi buat esok hari, kamu juga kelihatannya udah capek."
"Aku harus istirahat begitu juga kamu."
"Ok lah, kalau begitu Bu"
Arini melenggang masuk lobby dan naik lift, setelah basa-basi dengan Arman, dan Arman memandang Arini dengan tatapan masih kangen. Arini mulai hilang di balik pintu kaca otomatis, sampai di lantai 5 tempat Arini berkantor, ruangan terasa lengang hanya ada Pak Priyo di sofa ruangan karyawan lagi baca koran dan beberapa orang karyawan lainnya,
Arini heran jarang jarang Pak Priyo masih ada di kantor jam segini.
"Eh Pak Pri, tumben ada di kantor malam-malam."
Sapa Arini sambil berdiri agak jauh dari Pak Priyo.
"Iya nih Teh, lagi ngantar anak sama istri belanja ke situ."
Pak Priyo menunjuk ke arah kanan dengan kepalanya."
"Bentar lagi juga pulang udah lama kok."
"Oooh gitu."
Arini duduk sebrang Pak Priyo sambil lihat-lihat materi acara di depannya yang di sediain team kreatif, lalu baca-baca sekilas.
Tak lama Pak Priyo pamit,
Meninggalkan Arini dan rekannya yang lain yang punya tugas lebih malam lagi, Begitulah rutinitas di jalani Arini dari hari ke hari minggu ke minggu dan seterusnya.
Selesai bawain acara seperti biasa Arini pulang di antar Pak Min tukang becak langganannya, entah kenapa Arini nyaman aja naik becak Pak Min padahal masih banyak tukang goes becak yang masih muda masih gesit masih kuat tenaganya.
Sampai rumah jam 22:15 Arini teringat belum menunaikan sholat Isya, bergegas ke kamar mandi dan bersih-bersih berwudhu dan sholat Isya.
Dalam do'a nya Arini selalu memohon di ampun kan segala dosa-dosanya dosa kedua orangtuanya di beri kesehatan lahir bathin nya, diberi kelancaran rezekinya di beri jalan keluar semua permasalahannya dan do'a khusus di dekatkan jodoh terbaiknya.
Di sela-sela kesibukannya terbersit juga keinginan yang menggebu dalam sisi manusiawinya, semua orang ingin di cintai dan mencintai, bohong kalau nggak kesepian itu hanya tepisan omongan saja sekedar menghibur diri.
Apalagi sekarang usianya semakin dewasa usia matang bagi seorang perempuan adalah usia rawan, rawan gossip, rawan di ingatkan orangtua dan rawan di jodoh-jodohkan, juga rawan di tanya kapan menikah.
Walau kelihatan tegar sebenarnya dalam hatinya begitu rapuh, terkadang datang keinginan siapa aja yang datang laki-laki aku jadikan pacar dululah, tapi kenyataannya nurani tak semudah itu menentukan pilihan menjatuhkan pilihan adalah suatu keputusan yang pasti ada konsekwensinya, jadi berhati-hati itu lebih baik pikir Arini.
Selama ini bukannya nggak ada laki-laki yang berusaha mendekatinya, tapi di rasa Arini kurang srek aja dan semua mental pelan-pelan, memang benar semakin dewasa usia seorang perempuan semakin sulit menentukan pilihan karena berbagai pertimbangan, takut gagal, takut di sakiti atau takut takut yang lainnya, tak seperti anak muda yang begitu gampang nikah, hasrat muda tanpa pertimbangan bekerja aja belum tetap, kecelakaan lah nggak di restui orangtua juga lanjut maksa.
Seperti yang di alami Arini tadi siang Arini menangkap sinyal dari semua yang di lakukan temannya yaitu Arman, ujung-ujungnya pasti dia nembak, dulu masa masa SMA pernah juga Arman menyatakan hatinya tapi Arini berkelit kalau pacaran terus putus ujung-ujungnya jadi kayak musuhan yang terbaik saat ini kita berteman, ya berteman...
Tapi kenapa Arman datang dengan tiba-tiba dengan sorot yang punya hasrat tinggi dan perhatian yang berlebihan apa itu namanya kalau bukan "cinta"?
Apa aku terima saja perasaannya? kapan lagi ada orang yang tulus menyayangiku? punya usaha sendiri, kenal dari masa-masa sekolah aaah... bathin Arini galau, bimbang akan keyakinan perasaannya...
Happy reading❤️🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Dwisya12Aurizra
bener banget tuh makin dewasa makin banyak pertimbangan... lebih tepatnya selektif dalam memilih pasangan
2021-12-09
2