17

       Yura menarik Reihan masuk ke dalam kamar mereka."bSabar.. Rei.."ucap Yura seraya memeluk Reihan dengan cemas.

" Dia, pacaran. Gimana kalau Nami hamil dan Om Alfaz hah! kenapa harus dia, gimana nanti ayah_" Reihan tak berani melanjutkan ucapannya.

Suara ketukan membuat keduanya melepaskan pelukan tak lama pintu terbuka, nampak Renami dengan wajah kusutnya.

" Aku yang akan bilang sama Papa, kalian ga usah khawatir, ini tentang kisah aku, hidup aku.." jelas Renami dengan setenang mungkin.

Yura menatap Renami penuh rasa bersalah." Nam.."panggilnya lirih.

" Ga papa Ra, mungkin udah waktunya aku harus jujur.." kata Renami dengan senyum tulus.

***

" APA! " teriak Afwan dengan nafas memburu menahan emosi.

Wajah Afwan nampak memerah menahan emosi dan keterkejutannya.

Renami menunduk penuh rasa bersalah.

" Renam yang paksa Om Alfaz. Renami cinta banget sama Om Alfaz pa.." aku Renami dengan berderai air mata.

" Kenapa harus Alfaz? Dia teman papa! " lirih Afwan dengan serba salah.

Renami semakin meremas tangannya, tak berani menatap kedua orang tuanya yang kini menyorot sedih ke arahnya.

" Kamu bikin mama bingung sayang, mama ga tau harus gimana.." singgung Harumi dengan berderai air mata.

Renami semakin terisak. Merasa kalau dirinya dari dulu hanya bisa memberi masalah dalam keluarga ini.

" Wan.. Harumi.."

Renami sontak menoleh ke belakang, Alfaz melempar senyum kecil menenangkan ke arah Renami sekilas.

" Maaf.." ucapnya seraya duduk di samping Renami.

Afwan yang melihat itu sontak tak terima. " Jauh! Jangan deket - deket anak gue! Renami kamu di sini! Samping papa.." tegasnya tak ingin di bantah.

Renami melirik Alfaz yang kini mengangguk seolah menyuruh Renami untuk menuruti perkataan papanya.

Renami pun pindah, melangkah dengan lunglai mendekati sang papa tercinta.

" Alfaz, ingetkan perkataan gue dulu waktu Renami kecil.." singgungnya dengan nafas memburu.

Afwan masih tak percaya kejadian ini akan terjadi, terlebih keduanya orang yang di sayang Afwan.

Alfaz tentu saja ingat, semua yang bersangkutan dengan Renami pasti dirinya ingat. sebut saja dirinya pedofil karena jujur saja, Alfaz sudah menandai Renami sejak dirinya kecil.

" Tentu, harus babak belur dulu baru kasih ijin " jawab Alfaz dengan suara setenang mungkin.

" Kapan siap buat babak belur? " tanya Afwan dengan penuh keseriusan.

" PAPA! " pekik Renami tak terima, mata Renami semakin basah.

Alfaz melempar senyum kecil pada Renami." Ga papa baby. It's Okay "ujar Alfaz dengan senyum menenangkan.

Renami menggeleng tak setuju lalu di tatapnya Afwan." Papa kok jahat.." lirihnya dengan wajah memelas.

Afwan tak menyahut, wajahnya masih terlihat keras." Sekarang! Masuk ke ruang kerja! Jangan ada yang ganggu! " perintahnya seraya berlalu,  di setiap langkahnya Afwan terus bergelut dengan pikirannya.

Renami berdiri." Papa.."rengek Renami putus asa.

Membujuk Afwan sudah tidak mungkin. Alfaz mengusap sekilas kepala Renami.

" Om! Hiks.."panggil Renami merasa bersalah.

Yura dan Reihan hanya duduk di tempatnya tanpa ikut campur. Reihan menoleh menatap Yura yang menangis.

" Sedih kalo liat Renami yang ceria nangis.."gumam Yura yang membuat Reihan mengulas senyum samar.

Di rangkulnya Yura." Bunda harus istirahat, jangan sedih hm?"ucap Reihan lembut.

wajah Yura bukan lagi merona tapi merah padam. Reihan baru saja memanggilnya bunda. Jangan tanyakan keadaan jantungnya karena sekarang benar - benar berdebar.

Seperti ada sesuatu yang menggelitikinya, senyum lebar pun tak bisa dirinya tahan.

Bisa - bisanya disaat sedih begini Reihan membuatnya berdebar.

***

Yura menatap langit - langit kamar dengan tatapan yang menerawang. Hanyut dalam pikirannya tentang kehidupannya nanti akan seperti apa.

" Kenapa? " tanya Reihan seraya memeluk Yura.

Lamunan Yura pun buyar." Oh engga, cuma belum ngantuk aja.."akunya seraya membenarkan letak selimut.

Reihan tak bersuara, hanya menatap Yura yang kini terlihat tak nyaman karena ulahnya itu.

" Kenapa? Kok gitu liatinnya? "tanya Yura dengan berusaha tenang.

Reihan tak menjawab malah mendekatkan tubuhnya agar lebih merapat.

"Anget.."gumam Reihan.

Yura malah sedikit kurang nyaman, nafas Reihan menerpa leher sensitifnya.

"Gerah jangan gini.."erang Yura seraya mendorong pelan kepala Reihan.

Reihan menatap Yura seraya membawa tubuhnya agar memberi jarak.

" Tidur Ra.."ucapnya pelan.

Yura mengangguk lalu memeluk Reihan. Reihan mengulas senyum samar.

" Katanya gerah.."sindir Reihan.

Yura mengulum senyum." Tadi Salah maksudnya geli hehe.."jelasnya cengengesan.

Reihan membalas pelukan Yura dengan sama eratnya." Kalau ada yang mengganggu pikiran jangan di pendem oke?"

Yura terdiam beberapa detik lalu mengangguk." Iya.."balasnya sebagai penutup.

***

Reihan meraih boxernya yang terongok di ujung kasur Matanya melirik Yura yang masih terlelap lalu berakhir melirik jam di nakas. 11 malam. Ternyata mereka tidur cukup lama dari siang hingga malam. Reihan meregangkan tubuhnya yang terasa pegal.

"Rei.."panggil Yura serak.

Reihan membantu Yura bangun seraya membenarkan selimutnya yang melorot.

" Kenapa?"

" Badan aku rasanya sakit semua, haus juga.."keluh Yura merengek manja.

Reihan meraih satu gelas air di nakas.

" Nih Minum.."

Yura mengambilnya dan meneguknya sampai tandas. Reihan merapihkan rambut Yura lalu kembali membenarkan selimut yang menutupi tubuh Yura.

" Udah.."

Reihan pun membawa gelas kosong itu kembali pada tempatnya.

Yura mengusap perutnya, Reihan yang melihat itu, ikut memasukkan tangannya ke dalam selimut dan mengusapnya.

" Jam berapa ini aduh jam 11 malem kita ga keluar buat makan malam, pantes aku laper.."celoteh Yura dalam satu tarikan nafas.

Reihan menarik tangannya lalu turun dari kasur. Memungut pakaian Yura dan menyimpannya ke keranjang kotor.

" Baju aku, kan masih bersih.."

Reihan mengabaikannya dengan terus menuju lemari, mengambil gaun tidur yang nyaman untuk di pakai Yura.

" Pake, terus kita keluar, makan.."

***

Yura memakan nasi goreng buatan Reihan dengan lahap.

" Mama papa udah tidur kali ya? " celetuk Yura di sela – sela kunyahannya.

Reihan hanya mengangguk. Yura meraih segelas air di sampingnya, meneguknya.

"Hah! Enak, kamu hebat!"puji Yura seraya mengacungkan kedua jempolnya.

Reihan hanya mengusap kepala Yura lalu membawa piring kotor ke dapur. Yura mengekor di belakang Reihan.

" Mau es krim? " tanya Reihan seraya membawa langkahnya ke arah kulkas.

Yura berkacak pingggang dengan wajah di tekuk lucu." Kamu mau aku jadi ****?"sebal Yura.

Reihan mengulas senyum samar lalu berbalik menatap Yura." Malah aku suka pipi kamu yang tembem dari pada tirus kayak waktu kita pertama ketemu" kata Reihan seraya mencubit pelan pipi Yura.

" Hah! Mesra - mesraan aja terus.."

Reihan dan Yura menoleh, ternyata ada Renami.

" Minggir.. mau ambil es krim.." sambungnya saat melihat dua manusia itu hanya diam.

Reihan dan Yura menurut, memberikan jalan untuk Renami.

" Nam, gimana? Udah beres?"tanya Yura seraya mendekati Renami.

" Belum, malah kacau, papa ga ijinin aku ketemu Om Alfaz.." terang Renami dengan acuh.

" Yang sabar ya.."ujar Yura merasa iba.

Renami mengangguk lalu melirik Reihan yang hanya diam." Eugh! Dasar punya brother ga membantu sama sekali!"gerutu Renami kesal.

Reihan acuh. Sindiran sang adik sama sekali tidak membuatnya terganggu.

" Ada waktunya Nam, sabar aja, ini waktu bagus buat pikir ulang semuanya "ucap Reihan santai.

Renami malah semakin di buat kesal." Gue sebel sama lo ugh!"judesnya.

Yura melihat kepergian Renami lalu melirik Reihan kesal." Aku juga! Ugh!" Yura membawa langkahnya menjauh menyusul Renami.

Reihan mengangkat sebelah alisnya.

'emang aku salah ngomong?'

***

Yura melirik Reihan yang duduk santai bersandar di ujung kasur di sampingnya.

" Aku marah loh Rei.. "singgung Yura berharap Reihan peka.

Reihan menyimpan ponselnya di nakas seraya mengulum senyum geli.

" Marah kenapa?"tanya Reihan setenang mungkin.

Yura memalingkan wajahnya jutek." Harusnya tadi kamu itu semangatin Renam bukannya malah ngomong gitu! " kelakarnya dengan sedikit ketus.

" Maaf.."balas Reihan singkat, malas berdebat lebih tepatnya.

Yura berdecak masih belum puas, rasanya kurang enak sepertinya kalau tidak berdebat.

" Padahal kamu bisa aja cuma bilang, sabar Nam, bukannya malah makin bikin_" Yura menghentikan ucapannya dengan kesal.

" Iya.." potong Reihan seraya merebahkan tubuhnya.” maaf ya..” lanjut Reihan.

" Bukan iya iya! Maaf maaf! Kamu tuh ya!"celoteh Yura dengan sebal.

Reihan menatap Yura dalam." Terus aku harus gimana bunda? " tanya Reihan dengan bibir berkedut menahan senyum.

Yura kicep. Rona merah mulai menjalar di wajahnya. Sepertinya malam ini memang sangat tidak cocok mengajak Reihan berdebat Pikirnya mengalah. Mengalah untuk jantungnya yang berdebar.

'Ough! Reihan paling bisa bikin aku deg - deggan.. oh mama, tolong Yura yang sudah semakin jatuh ini..'

" Kenapa? Ga enak badan? "tanya Reihan saat melihat rona merah yang semakin ketara di pipi Yura.

" Huh? "

Reihan mengusap pipi Yura." Merah banget, kamu demam? " goda Reihan.

Yura mengerti! Dengan cepat di tepis tangan Reihan." Engga! Aku mau tidur.."sambarnya seraya cepat - cepat masuk selimut. Membelakangi Reihan.

Reihan mengulum senyum. Ternyata Yura masih malu di panggil bunda. Yura kembali berdebar saat Reihan memeluknya dari belakang.

'Sadar, kamu kenapa sih Ra masih aja deg - degan, masih aja malu bahkan kamu udah lakuin yang lebih dari sekedar pelukan!..'

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Udah kayak gini baru marah2 lha kemaren2 saat liat kissmark di leher Nami,Semuanya pada diam aja gak ada yg nanyain.. ckk

2024-11-21

0

Har Tini

Har Tini

reyhan bikin yura merona malu malu terus😊

2022-03-07

0

Edah J

Edah J

senyum senyum sendiri dehhh 😁😁😁

2021-07-22

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!