10

Tak bersekat, Sesuatu

yang terikat, Membuat kita

semakin dekat.  

       Yura mundur perlahan, menatap Reihan yang berjalan mendekat dan terus mendekat ke arahnya.

" Kenapa? Kamu keliatan menakutkan Rei.."

Reihan menaikan sebelas alisnya dengan masih berekspresi datar." Aku cuma mau lihat.." jelasnya.

Yura menggenggam erat handuk yang melekat di tubuhnya. Matanya berkeliaran gelisah." Lihat? Li-Lihat apa?" tanya Yura dengan alis bertaut serius.

Yura semakin mundur saat Reihan mengulurkan tangannya ke arah perutnya." Aku tau kamu pakai daleman, celana pendek juga " ujar Reihan masih dengan ekspresi datar.

Yura memekik tertahan saat Reihan menarik handuknya, menampakkan dirinya yang terlihat seperti memakai bikini. Yura memeluk tubuhnya sendiri.

" Apa yang_"

Yura bungkam, tatapannya menatap Reihan yang tengah menatap perutnya dan mengelusnya lembut walau sekilas.

" Udah makin Keliatan.." gumam Reihan pelan.

Yura masih menatap Reihan dalam diam. Reihan mendongkak menatap tepat di manik Yura sekilas. Reihan melebarkan handuk yang di pegangnya lalu melilitkannya pada tubuh Yura.

" Kata papa dan ayah kamu berhenti sekolah dan ikut sekolah paket aja nanti.." jelas Reihan masih betah dengan ekspresi datarnya.

Namun Yura bisa melihat semua lewat jendela matanya, merasakan apa yang di rasakan Reihan, tentang Rasa bersalah yang kini menggelayuti jiwa Reihan.

" Rei.." panggil Yura lembut, Yura maju satu langkah agar bisa menatap Reihan lebih dekat." aku ga papa, aku udah terima semuanya, jangan merasa bersalah, Hm? Ini emang udah jalannya kita " lanjutnya seraya meraih sebelah tangan Reihan, menggenggamnya erat.

Reihan melepas tangan Yura yang menggenggam tangannya, kedua tangannya itu ia daratkan di masing - masing pipi Yura, membawa wajah Yura agar semakin dekat dengan wajahnya.

Reihan mengulum bibir Yura perlahan, Yura tersentak kaget tentu saja, namun perlahan memejamkan mata dan tanpa sadar mulai ikut membalasnya.

***

Reihan memeluk Yura, setelah ciuman panjang sore tadi keduanya berakhir di ruang kelurga dengan Reihan yang betah memeluk Yura yang tengah asyik menonton.

" Cie, udah muah - muah ceritanya.."

Keduanya menoleh ke arah Renami yang tengah menuruni anak tangga.

Reihan melepas rengkuhannya, menatap malas adiknya yang satu itu tanpa mau sedikit pun merespon ucapannya.

Yura beranjak hendak mengikuti Renami ke dapur namun Reihan menahan yura.

" Kemana? "

Yura terlihat salah tingkah." Su-Susul Renam.." cicitnya kikuk.

Reihan memang terlalu cepat mengungkapkan perasaannya tapi dirinya lega dan tidak menyesal sama sekali. Reihan tidak suka menunda - nunda jika itu berurusan dengan sebuah perasaan.

" Jangan lama "

Yura mengangguk lalu berlalu. Reihan menatap kepergian Yura lalu setelahnya Reihan kembali menatap televisi.

***

Yura memeluk Renami dengan wajah murung. Renami menyimpan gelasnya di bar kecil yang ada di sana.

" Kenapa murung? " tanya Renami santai.

" Bingung_terlalu tiba - tiba.." keluh Yura dengan bibir mengerucut.

Renami mengangguk paham." Jalani aja.."balasnya dengan begitu santai.

" Reihan, dia ungkapin perasaannya, Aku bingung harus gimana nanggepinnya..." Yura semakin menekuk wajahnya muram.

" See? Ramalanku bener.." ujar Renami dengan begitu bangga.

Yura mengabaikan kenarsisan Renami, Yura sedang tidak berada di mood bercanda.

Renami menghela nafas pelan saat melihat Yura masih berwajah kusut dengan bibir mengerucut.

" Dia suami kamu Ra, cinta datang karena terbiasa, jangan khawatirkan hal lain, fokus sama anak aja.."

***

Yura mendorong dada Reihan, Yura merasa kurang nyaman, Reihan terlalu banyak mencium pipinya hari ini.

" Rei, aku risih dan belum terbiasa.."gemas Yura, menyuruh Reihan agar berhenti.

Reihan menatap Yura lekat." Maaf, aku terlalu seneng karena bisa ungkapin perasaan aku"

Yura menunduk merasa tak enak." Aku masih bingung.."Jelas Yura lirih.

" Jangan di pikirin karena pada akhirnya hubungan kita udah jelas berstatus sah, fokus aja sama anak kita.." Reihan mengecup dalam kening Yura lalu menatapnya lekat." kamu hanya perlu tau kalau aku, suka kamu. Ah Ralat! Tapi aku sayang kamu dan cinta kamu"

Yura terharu, Reihan berbicara begitu panjang lebar dan isi dari ucapannya pun membuatnya berdebar dan terasa begitu manis.

***

Yura meringis saat merasakan punggungnya terbentur tembok toilet sekolah. Dorongan dari Thea mampu membuatnya terbentur cukup keras dan tentunya sakit.

" Sahabat lo brengsek ga mau tanggung jawab dan lo! Beraninya rebut Reihan dari gue! " teriak Thea kalut dengan nafas membur, tatapan nyalang menusuk mata Yura yang mencerminkan kesakitan.

Yura meremas bawah perutnya, tiba - tiba di sana terasa sakit. Tubuhnya meluruh ke bawah, lututnya terasa lemas tidak sanggup lagi menopang tubuhnya.

Yura menyesal ke sekolah hari ini. Kalau saja bukan karena mengurus surat - surat untuk keluar dari sekolah, dia tidak akan mau jika tau kejadiannya akan begini.

" Akh, sak-khit, Thea shh"

Thea terdiam, menatap kosong Yura di bawahnya." Semoga aja, Ini tanda anak lo ga akan pernah lahir!"teriak Thea dengan begitu puas.

Dengan tanpa perasaan, Thea mengambil langkah meninggalkan Yura yang meringis kesakitan.

Darah terlihat mengalir di sela - sela kakinya, rok abu - abunya mulai basah terkena darah." Rei.." panggilnya lirih dengan berderai air mata.

Dengan gemetar Yura merogoh saku jaketnya, berharap ponselnya ada di sana tak ketinggalan.

Yura semakin terisak, ponselnya ada, Yura benar - benar terharu.

Yura mendekatkan ponselnya ke telinga." Rei, hiks akshh sakit, a-aku di-di toilet, To-long.."

Yura menjatuhkan ponselnya tanpa mematikan sambungan, di balik telpon Reihan panik memanggilnya.

tangannya benar - benar lemas, wajahnya kian pucat, matanya kian sayu.

Yura merasa tidak sanggup menahan sakitnya. Perlahan matanya terpejam, gelap, Yura tak bisa melihat Warna lain selain hitam.

Samar suara Reihan terdengar, nada cemasnya sangat ketara.

" Ra! Ra! Astaga!"

Reihan mengangkat Yura, membawanya tanpa memperdulikan anak - anak di sekolahnya yang kini tengah berolah raga.

" Itu - itu kenapa? Dia Reihan? Yura! Dia kenapa?" pekik salah satu siswa yang tengah bermain basket.

***

Reihan duduk di kursi tunggu, sesekali menyugar rambutnya frustasi. Menunggu dokter yang rasanya tidak kunjung keluar dari UGD.

Reihan mendongkak saat seseorang memanggil namanya. Farah berjalan tergesa - gesa ke arahnya.

" Di mana Yura? Keadaannya gimana?"serobotnya dengan kecemasan yang ketara.

Reihan menelan ludahnya, sama - sama cemas akan keadaan Yura di dalam." Masih di periksa ma.."jawab Reihan.

Farah mendudukkan tubuhnya di kursi tunggu dengan lemas, lututnya tiba - tiba tak bertenaga.

" Gimana bisa kayak gini Rei?" tanya Farah lirih tak percaya juga.

Reihan menarik nafas gusar, dirinya pun belum tau apa yang terjadi pada Yura.

" Yura telpon, Reihan samperin Yura, Yura udah terkapar, pingsan.."

***

Reihan menggenggam tangan Yura yang tidak di infus. Di tatapnya Yura yang masih belum siuman.

" Untung aja Han.." Reihan menoleh, omnya kini berdiri di sampingnya."sedikit aja kamu telat, anak kamu udah ga bisa di tolong lagi, benturannya terlalu keras. Apa Yura jatuh? Kata suster punggung Yura memar.."

Reihan terdiam, hanyut dengan pemikirannya. Reihan kembali menoleh saat tepukan hinggap di bahunya.

" Jangan sampai lengah lagi, ini yang terakhir.."Nasehat omnya.

Reihan mengangguk, semakin mengeratkan genggaman di tangan Yura.

" Om pergi, ada pasien yang harus di periksa.."

Reihan mengangguk, setelah kepergian omnya, Reihan beranjak lalu melepas baju seragamnya hingga tersisa kaos putih polos.

" R-Rei.." Suara lirih dan serak itu langsung membuat Reihan mempusatkan matanya ke arah asal suara. " ha-haus.." lanjut Yura dengan mata sayunya menatap Reihan yang kini menatapnya juga.

Tanpa banyak kata, Reihan berjalan ke arah nakas, meraih gelas yang berisi air di sana.

Reihan membantu Yura duduk lalu membenarkan letak bantal untuk jadi sandaran Yura.

" Makasih.." ucap Yura pelan seraya meraih gelas Di tangan Reihan.

Reihan mengusap kepala Yura, merapihkannya, menyisirnya dengan jari - jari panjangnya.

" Cerita.."pinta Reihan singkat.

Yura mendongkak seraya memberikan gelasnya kepada Reihan.

" Cerita?"ulang Yura.

Reihan mengangguk lalu menatap Yura tak terbaca. Yura tersentak, Yura repleks memegang perut bawahnya.

" Dia_apa ga terjadi sesuatu?"tanya Yura sangat cemas, menatap Reihan penuh harap nan gelisah.

Reihan memegang tangan Yura yang berada di perut itu, ikut merasakan keberadaan anaknya.

" Dia_baik, kalau kecerobohan seperti kemarin datang lagi dia ga akan baik.."terang Reihan.

Yura menghembuskan nafas lega, matanya berair, merasa bersyukur tidak ada nyawa yang melayang akibat kejadian kemarin.

" Ada sesuatu yang terjadikan?"tebak Reihan tepat sasaran.

Tanpa ingin berbohong Yura mengangguk." Thea, dia ga suka kita deket.."Yura menghela nafas pendek.” dia marah – marah labrak aku”lanjut Yura.

Tanpa Yura sadari tangan Reihan mengepal.

" Aku di dorong sampe nabrak tembok.."sambung Yura.

Rahang Reihan mengeras. Yura yang melihat itu mengulurkan tangannya, mengusap rahang Reihan lembut.

" Jangan berbuat kasar atau lakuin hal aneh, toh aku ga akan ketemu dia lagi, aku udah keluar sekolah, Thea kalau di balas kasar dia bisa semakin kasar tak terkendali, ga heran kadang semua seperti itu. Patah hati bisa buat seseorang lupa sama dirinya sendiri dan Rei sekarang aku ga papa, anak kamu juga.."

Reihan menatap Yura tanpa ingin berpaling, walau wajah Yura pucat tetap saja terlihat cantik saat tersenyum seperti itu.

" Kamu buat aku khawatir.." ujar Reihan pelan seraya melingkarkan tangannya pada pinggang Yura, memeluknya erat.

" Maaf karena buat kamu khawatir.."bisik Yura dalam pelukan Reihan.

Reihan tak bersuara, dirinya hanya semakin mengeratkan pelukannya dengan sesekali mengecup kepala Yura.

***

Reihan naik ke atas kasur pasien yang di tempati Yura lalu ikut masuk ke dalam selimut yang di pakai Yura.

" Kenapa ga pulang? Atau tidur di so_"

" Di sini masih luas.."potong Reihan dengan wajah datarnya." di tambah aku mau peluk bunda dari anak - anakku.."sambung Reihan seraya memejamkan matanya.

Yura mengulum bibirnya menahan senyum,  merasa geli dengan ucapan Reihan.

***

Harumi menutup pintu rawat inap Yura perlahan - lahan, tidak ingin mengganggu tidur mereka.

Afwan yang berdiri di belakang Harumi mengernyit heran, kenapa pintunya di tutup kembali pikirnya.

" Ada apa?"tanya Afwan.

Harumi menoleh seraya mengulum senyum.” Mereka lagi tidur, pelukan lagi aku ga mau ganggu.."kikik Harumi di akhir.

Afwan tersenyum tipis." Hah~ anak kita benar - benar sudah besar"ujar Afwan dengan tatapan menerawang.

Harumi mengangguk lalu mengaitkan tangannya kelengan Afwan.

" Kita jenguk lagi malem nanti.."sambung Afwan lalu membawa langkahnya meninggalkan rumah sakit.

Terpopuler

Comments

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Nah akhirnya kanebo kering jujur juga,Udah seharusnya gitu kan,Udah ada debay di antara kalian lho,Renami pikirannya dewasa banget,Tapi aku masih kepo dengan apa yg tlah terjadi pada Renami waktu itu..🤔🤔 Siapa pacarnya Renami?

2024-11-21

0

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Kali ini Rei tolong lah bertindak cepat,Untung anak kalian selamat,Kasih Thea pelajaran dong,Ini semua gara-gara dia,Udah ngejebak orang, Sekarang malah anak kalian yg jadi korbannya..😡😡

2024-11-21

0

Qaisaa Nazarudin

Qaisaa Nazarudin

Kan Dhanu udah di Penjarain sama Rei dan Ken,Gimana Dhanu mau tanggungjawab? Rei juga katanya mau kasih pelajaran ke Thea,Kok sampai sekarang Thea baik2 aja tuh..

2024-11-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!