Musim berganti, perasaan pun
semakin tak bisa terkendali.
Reihan menatap Yura yang bersenandung pelan di sampingnya. Keduanya kini tengah berlibur di Bali. Tempat yang menjadi awal takdir mereka dimulai.
Yura menoleh, menatap Reihan yang menatapnya juga.
" Kenapa?"herannya.
Reihan menggeleng lalu kembali mengotak ngatik ponselnya. Yura mendengus, kini Reihan kembali berubah cuek.
Reihan memasukan ponselnya ke dalam saku jaket lalu meraih tangan Yura, membawa tangannya kepangkuan.
" Cantik.."puji Reihan seraya melempar senyum kecil." malam ini kamu makin cantik.."lanjutnya dengan begitu tulus.
Bibir Yura berkedut, perlahan senyumnya mengembang di iringi rona merah di pipi mulusnya." Apaan sih, mulai deh, kirain udah balik cuek lagi.."dumel Yura.
Reihan mengusap kepala Yura sekilas lalu menatap ke depan ke arah sang sopir.
" Pak, engga usah nunggu, kita ga pulang malam ini.."
Sang sopir mengangguk patuh." Iya den.."
Yura menautkan alisnya, menatap Reihan bingung." Maksudnya?"tanya Yura heran.
Reihan tak menjawab, dirinya turun dari mobil di susul Yura.
" Maksudnya apa?" ulang Yura sedikit memaksa.
Reihan sedikit menunduk untuk menatap Yura.
" Kamu pendek juga.."
Yura melebarkan mulutnya sedikit, bukannya mendapat jawaban malah mendapat hinaan.
" Issh! Aku emang pendek! Ga usah di bahas! Sekarang aku tanya maksud kamu kita ga pulang itu apa?"tuntut Yura begitu penasaran.
Reihan mengusap kepala Yura." Nanti kamu tau.."acuh Reihan.
Yura memberengut bete, tapi tak bisa berbuat apa - apa selain mengikuti kemana Reihan membawanya.
***
Yura mengusap air mata yang jatuh di pipinya lalu melirik Reihan." Sedih, filmnya bikin aku ga bisa berhenti nangis, siapa sih penulisnya! Rasanya aku pengen samperin dan bilang jangan bikin sad ending, padahal pasangan itu bahagia banget, romantis. Pokoknya ga mau nonton lagi! Kita lagi di Bali harusnya ke pantai bukan nonton, aku nyesel"celoteh Yura.
Reihan mengusap rambut Yura." Filmnya cuma fiksi, ke pantai malem gini kamu lagi hamil angin malem ga bagus"
" Walau fiksi tetep aja! Bikin aku nangis gini" keukeuhnya yang mengundang tawa Reihan walau pelan.
" Kamu lucu, film di tangisin.."ucapnya seraya mencubit pelan pipi Yura.
Yura menepis tangan Reihan, menatap Reihan sebal." Ga usah cubit - cubit, aku juga masih sebel sama kamu yang ga mau jelasin mau kemana kita setelah ini!"
***
Yura menatap takjub pemandangan kota Bali di depannya. Gemerlap lampu terlihat indah dan rasanya apa yang kini dia lihat itu tidak nyata.
" Apa itu lukisan? Woaahhh.."takjub Yura.
Reihan hanya diam di samping Yura, menatap apa yang kini di tatap Yura. Entah kenapa udara malam ini yang dingin kini terasa hangat.
Reihan menoleh menatap Yura tak terbaca lalu perlahan Reihan memeluk Yura dari belakang, mengusap perut Yura pelan. Yura yang mendapat perlakuan itu kini tersipu seraya mengulum senyum.
" Dingin.."gumam Reihan di atas kepala Yura.
Yura mengangguk kecil seraya mengusap tangan Reihan yang mengusap perutnya." Kenapa ke sini? Sampe pagi kita di sini?"tanya Yura bingung.
Reihan menggeleng seraya mengecup Rambut Yura sekilas." Kita cuma sebentar di sini lalu kita tidur di sana?"
Yura melihat ke arah yang di tunjuk Reihan. Gedung tinggi yang terlihat mini dari tempat mereka berada.
"Bukannya_"ucapan Yura menggantung.
Reihan mengangguk." Hmm, di sana, tempat terjadinya kesalahan kita. Ah bukan tapi tempat awal sejarah kita.."
" Kenapa ke sana?"
Reihan mengulum senyum penuh arti." Aku mau merubah pikiran kita tentang tempat itu, menjadi tempatnya kenangan baik kita, bukannya tempat terjadinya kesalahan kita.."
Yura mendongkakkan wajahnya agar bisa menatap Reihan, keduanya saling bertatapan. Reihan mengecup ujung bibir Yura, mengusap pipi Yura dengan ibu jarinya.
" Dingin, kita ke sana.."ajak Reihan.
***
Reihan mengusap tangan Yura yang berada di genggamannya." Masuk?"tanya Reihan.
Yura melirik Reihan sekilas lalu kembali menatap pintu di depannya dengan ragu. Perlahan Yura mengangguk. Reihan membuka pintu itu, membawa Yura masuk.
" R-Rei.."panggil Yura tergagap.
Reihan membalik badannya untuk menatap Yura." Apa?"sahutnya.
Yura mengedarkan pandangannya ke sekeliling." A-Aku sebenernya inget apa yang terjadi malam itu, makanya aku gugup sekarang.."jelasnya seraya menunduk malu.
Reihan mengusap kepala Yura lalu membawanya ke dadanya yang bidang." Kamu pikir aku ga inget? Awalnya sih iya tapi perlahan ingatan tentang malam itu datang makanya aku ga nolak pernikahan ini dan aku yakin kalo anak ini Anak aku.." terang Reihan seraya mengusap perut Yura.
Yura terdiam, hanyut dalam usapan Reihan di pelukannya. Yura mendongkak, melerai pelukannya.
" Aku kira cuma aku aja yang inget.."
Reihan mengusap anak rambut di pelipis Yura yang berkeringat, mungkin saking gugupnya dia." Aku inget, walau ga sepenuhnya inget.."aku Reihan.
***
Reihan menarik tangan Yura agar cepat duduk di sampingnya. Pipi Yura bersemu merah.
" Aku inget, sebenernya kamu sempet nolakkan malam itu?"tanya Reihan.
Yura menunduk lalu mengangguk. Reihan menarik dagu Yura agar menghadapnya, menatapnya." Maaf, karena paksa kamu malam itu Dan terima kasih karena aku yang pertama.."
Yura menatap Reihan berkaca - kaca, rasa gundah di hatinya lenyap." Aku ga nyesel.."gumam Yura tercekat, tangisnya pun turun.
Reihan menangkup kedua pipi Yura, mendekatkan bibirnya ke bibir Yura perlahan. Mengecupnya sekilas.Kedua keningnya saling bersandar, nafasnya saling bersahutan.
" Kamu bisa menolak kalau belum siap.."
***
Yura membuka matanya dengan enggan, rasa pegal dan lelah menyerang tubuhnya. Yura menoleh ke arah jendela besar di sampingnya. Matahari sudah sangat tinggi menyambutnya.
" Hoaaammm.."Yura menggeliat kecil lalu tersentak kaget saat ingat kalau ini bukanlah kamarnya.
" Ada apa?"tanya Reihan.
Yura kembali tersentak kaget, dengan cepat menoleh ke arah sampingnya. Reihan menatap Yura dengan mata khas bangun tidur. Tatapan Yura turun pada dada Reihan yang tak terbalut apapun. Dengan tergesa Yura mengintip tubuhnya yang di lilit selimut.
" Kenapa?"tanya Reihan semakin heran.
" Semalem_"ucapan Yura menggantung.
Reihan mengulum senyum." Kenapa? Bukannya kita suami istri? Itu hal wajar"
Yura merona seketika, ingatan tentang semalam kini berdatangan tanpa bisa dirinya hentikan.
Reihan memeluk Yura yang di lilit selimut." Makasih untuk yang semalam.."bisik Reihan di telinga Yura namun di akhiri kikikan karena melihat Yura yang mematung dengan wajah merah padam.
Reihan beranjak dengan wajah berseri - seri. Yura menutup matanya dengan cepat.
" Astaga! Apa yang kamu lakuin sih Rei. Kamu cuma pakai cd!"geram Yura tertahan.
Reihan dengan acuhnya berjalan ke arah kamar mandi." Kalau kamu mau, kita mandi bareng.."ajaknya di akhiri cekikikan.
***
Reihan melirik Yura yang masih terlihat canggung di sampingnya. Setiap di ajak bicara rona merah selalu menghiasi pipi mulusnya membuat Reihan gemas.
" Mau?"tawar Reihan.
Yura menoleh menatap Reihan yang kini memegang satu buah permen susu kesukaannya.
" Bo-Boleh.."
Reihan membuka bungkus permen itu, mengarahkannya ke mulut Yura namun saat Yura hendak mengambilnya Reihan menarik tangannya dan memasukkannya ke dalam mulutnya sendiri.
"Ih!"pekik Yura kesal.
"Ambil aja.."tunjuk Reihan pada mulutnya.
Yura kicep, rona merah kembali menghiasi pipinya." Eng-Engga mau!"tolaknya gugup.
Reihan memeluk Yura erat." Kamu kenapa? Apa karena semalem?"bisik Reihan seraya mengusap punggung Yura lembut.
" A-Aku malu.."cicit Yura seraya membenamkan wajahnya ke dada Reihan.
" Ga usah malu, biasain.."
Yura mengerjap, biasain? Maksudnya akan ada malam selanjutnya? Pikirnya bercabang.
***
Tanpa sadar, Reihan mengulum senyum. Mengingat betapa lucunya Yura yang masih saja malu karena kejadian hangat malam itu.
Sekarang mereka sudah pulang dari Bali. Setelah kejadian malam itu, Reihan merasa kalau Yura memang benar - benar miliknya. Walau bukan yang pertama kali, tapi tetap saja, kesadaran yang di miliki malam itu dan waktu itu sangatlah berbeda.
keduanya benar - benar sadar melakukannya, bahkan Yura tak menolak, alias suka sama suka.
Walau di paginya ada sedikit drama, entah Yura yang memang polos, tetap saja Reihan sangat senang. Yura memang miliknya, seutuhnya.
Senyum Reihan mengembang, mengingat bayinya yang sehat di rahim Yura. Rasa tak sabar ingin melihat sang buah hati semakin membuncah di hatinya.
" Mikirin yang ena - ena nih pasti.."
Senyum Reihan langsung lenyap saat suara Renami menyeruak masuk ke dalam telinganya. Reihan melirik datar adiknya yang kini merangkulnya itu.
" Paan ga.."sahut Reihan malas seraya melepas rangkulan Renami.
" Ck! Lo emang bisa boong sama gue?"
Reihan beranjak meninggalkan Renami yang duduk di sofa Ruang keluarga.
"Yah di tinggalin lagi, sama Nyai kunkun (kuntilanak) lagi heuh! apes bener!"
***
Yura menghampiri Reihan yang baru saja masuk ke dalam kamar.
" Rei, anter yu, aku mau makan ini.."
Reihan meraih ponsel Yura." Bakso beranak? Aku kira cuma kamu aja yang beranak, bakso juga ternyata.."
" Jadi aku bulet kaya bakso?"semprot Yura tak terima.
Reihan bungkam, sepertinya dia salah bicara.
" Bete! Huh!"sambung Yura.
Reihan berdiri kaku, menatap Yura yang kini tengah manyun di ujung kasur.
Yura melirik Reihan yang masih saja diam, menunggu laki - laki itu membujuknya seperti yang selalu dirinya baca di novel - novel romantis.
mata Yura rasanya seperti akan keluar saat melihat Reihan melenggang keluar kamar tanpa sepatah kata pun.
" Hah! Woaa.. papamu benar - benar nak woa!"gumam Yura tak percaya seraya mengusap perutnya." apa kita panggil saja di om nak?"lanjutnya dengan geraman tertahan.
***
Yura mengulum senyum malu - malu." Aku kira kamu cuekin aku, ternyata kamu langsung beli baksonya hehe.."terangnya cengengesan." sampe aku ajakin anak kita buat panggil Om, tapi ternyata hehe.."lanjutnya masih cengengesan.
Reihan masih bungkam, betah dengan wajah datarnya.
" Karena kamu baik, oke aku dan anak kita ga akan panggil kamu om tapi eum sayang? Or honey?"Sambung Yura ragu - ragu.
Reihan masih diam, menatap Yura lurus. Yura menelan ludahnya kasar, merasa malu sendiri karena tak di respon Reihan.
" Yaudah jang_"
" Sayang.."
" Huh?"
" Sayang aja.."
Pipi Yura merona, perlahan kepalanya mengangguk.
"Sayang.."gumamnya tersipu malu.
Reihan mengulum senyum, tak bisa menahannya karena panggilan Yura benar - benar mampu mendebarkan jantungnya.
" Makan sayang.."ucap Reihan yang sukses membuat Yura semakin tersipu.
" Iya sa-sayang.."sahutnya terdengar manja.
***
Reihan menjadikan lengannya sebagai bantal untuk Yura. Keduanya tengah tiduran dengan saling menukar cerita. Saling menatap.
" Jadi Thea itu temen sejak kapan?"
Reihan menghela nafas malas."
Jangan bahas Thea, aku males ungkit - ungkit Dia"
Yura kembali berpikir." Sebelum ketemu aku, kamu orangnya kayak apa?"
Reihan menangkap tangan nakal Yura yang mengusap pelan dadanya." Biasa, sekolah, pulang, makan, tidur, nongkrong.."
Reihan mengecup jari tangan Yura sekilas. Yura mengulas senyum kecil saat mendapat perlakuan manis seperti itu.
" Oh iya! aku sering ke sana kan aku pulang jalannya lewat situ.."seru Yura saat ingat kejadian waktu itu.
" Aku juga sering liat kamu tapi cuma dari belakang doang, soalnya kamu selalu larikan? Aku noleh pun karena denger sepatu kamu. Tak tak tak tak! Nyaring banget, anak - anak juga gitu. Udah biasa malah, awalnya aku ragu waktu liat tas kamu, mirip banget sama cewek itu, ternyata itu emang kamu!"
Reihan mencolek hidung Yura sekilas lalu mengecup kening dan ujung bibir Yura.
" Ra.."
Yura menatap Reihan, keduanya saling terkunci. Reihan mendekatkan bibirnya untuk menggapai bibir Yura. menyecapnya perlahan, ********** dengan hati - hati dan penuh perasaan.
" Eung.." erang Yura sedikit kaget saat Reihan membalik badannya masih dengan bibir berpagutan.
" Ra.."panggil Reihan setelah pagutannya terlepas." rasanya aku bisa gila.."gumam Reihan seraya kembali mengulum bibir Yura.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Weeiihh Reihan udah mulai Nakal nih..😂😂
2024-11-21
0
Qaisaa Nazarudin
Waah ternyata Rei diam2 udah dapat Jatah aja..😂😂😜
2024-11-21
0
Sahida
aduh ngak berhenti senyum senyum sendiri
2021-05-08
0