Ken pun akhirnya memilih untuk percaya pada ucapan Zara dan menepis lagi rasa cemburunya. Kali ini, ia sungguh tidak ingin merusak moment hanya karena perasaan cemburunya, saat mengetahui jika Zara begitu akrab dengan Vir yang sudah sampai ke tahap membawakan sarapan untuknya.
"Selesai kuliah, mau jalan-jalan?" Tanya Ken sedikit malu-malu.
Zara pun tersenyum tipis dan mengangguk pelan.
"Boleh." Jawabnya singkat.
Tak lama mereka pun beranjak dari kantin, Ken yang berjalan di samping Zara sama sekali tak memudarkan senyuman kebahagiaannya. Ia terus tersenyum sepanjang jalan menuju kelas mereka, sangat berbeda dengan Zara yang seolah tanpa ekspresi dan kebanyakan menunduk.
Mereka pun kini tiba di kelas, sebelum berpisah untuk duduk di tempat duduk masing-masing, Ken kembali memanggil Zara.
"Zara."
"Ya." Zara pun menoleh ke arahnya.
Lalu Ken kembali tersenyum.
"Semangat belajarnya." Ucapnya kemudian.
Mendapatkan support dari Ken, tak ada hal lain yang bisa di lakukan Zara selain hanya memberikan senyuman tipisnya.
"Kamu juga." Jawabnya kemudian sembari melanjutkan langkah menuju kursinya.
Tapi seketika dahi Zara mulai mengernyit saat mendapati kursi Vir yang masih kosong, begitu pula dengan Ken yang merasa heran saat tak melihat Vir di kelas, karena awalnya Ken berfikir jika Vir pergi untuk kembali ke kelas lebih awal.
"Hei, apa kau melihat Vir?" Tanya Ken pada salah satu teman sekelasnya.
"Vir? Emm, sepertinya tadi aku melihat dia pergi naik motor, dia terlihat sangat mengebut."
"Oh ok, terima kasih." Ken pun akhirnya duduk.
"Kemana dia?" Tanya Ken dalam hati.
Zara yang juga mendengar hal itu ikut dibuat bertanya-tanya dalam hati.
"Vir, kemana kamu?" Tanya Zara lirih dalam hati.
Tanpa ia sadari, Siska yang sudah berada di tempat duduknya terus saja memperhatikannya dengan sorot mata yang begitu tajam.
"Lihat lah bagaimana menjijikkannya wajah yang selalu memelas itu. Tampang sok sedih dan sok lugu itu hanya kedok, agar Vir luluh dan ingin selalu menolongnya." Gumam Siska pada kedua temannya.
"Apa kita perlu memberinya pelajaran yang lebih ekstrem agar dia jera?" Tanya salah satu teman Siska.
Siska pun kembali tersenyum sinis.
"Boleh juga, kita pikirkan nanti."
Akhirnya tiba waktu yang telah di nantikan oleh Ken, mata kuliah telah usai, kini ia dengan menaiki sebuah mobil sedan, pun mulai menunggu Zara di depan pintu utama gedung Tak lama Zara pun muncul membuat senyuman di bibir Ken semakin berkembang.
"Kita jalan sekarang?" Tanya Ken.
Zara pun mengangguk. Dengan semangat Ken langsung membukakan pintu untuk Zara.
"Terima kasih." Zara pun tersenyum tipis dan mulai masuk ke mobilnya.
sepanjang jalan, Zara lebih banyak diam seperti biasa, namun yang beda kali ini adalah pikirannya, kini pikirannya perlahan mulai memikirkan Vir yang dulu tidak pernah ada bahkan tak pernah terlintas sedikit pun di benaknya. Memikirkan kemana gerangan Vir, apakah sedang berkencan dengan wanita? Jika ia, dimana? Atau, apa mereka langsung melakukan hubungan badan? Begitu banyak pertanyaan yang terlintas di dalam pikirannya hingga membuatnya seolah tak ingat jika saat itu ia sedang bersama Ken.
"Zara" Panggil Ken.
Lamunan Zara ketika buyar, ia pun tersentak dan langsung menoleh ke arah Ken.
"Ya"
"Sejak tadi ku lihat kamu terus melamun, sebenarnya kamu tidak ingin pergi denganku?"
"Oh tidak, aku memang sangat kaku dan pendiam, kurasa kamu pun tau hal itu sejak lama."
"Emm baiklah." Ken pun hanya bisa tersenyum.
"Oh ya, apa ada tujuan yang ingin kamu datangi?"
Zara pun menggeleng.
"Eem, menurutmu kita baiknya kemana? Karena jujur saja, aku tidak pernah berkencan sebelumnya, jadi aku sangat bingung." Jelas Ken.
"Kalau begitu, kita hanyalah akan menjadi dua orang yang bingung. Karena aku juga belum pernah berkencan sama sekali, ini yang pertama bagiku."
"Benar juga. Kalau begitu, bagaimana kalau kita ke taman kota?"
"Terserah kamu saja, aku akan ikut."
Ken pun mulai melajukan mobilnya menuju taman kota, sesampainya di taman, ia mengajak Zara berjalan-jalan santai untuk menikmati waktu petang di area taman yang begitu indah. Melihat ada sebuah kursi kosong yang letaknya tepat di bibir kolam, Ken pun langsung mengajak Zara untuk duduk disana.
"Apa kamu suka?" Tanya Ken.
"Suka, sangat nyaman berada disini." Jawab Zara seadanya.
Kala itu, angin sepoi-sepoi seolah tak henti-hentinya berhembus mengusik rambut Zara, hal itu menyembabkan rambut Zara yang kala itu terurai, menjadi terkibas-kibas hingga membuatnya semakin menawan di mata Ken.
"Sangat sulit ku percaya, seorang Zara yang begitu penyendiri, kini bersedia ikut denganku ke taman ini. Haruskan aku memberi gelar pada diriku sendiri sebagai pria yang beruntung?" Tanya Ken yang semakin lekat menatap Zara.
Mendengar hal itu, membuat Zara yang sebelumnya terus menunduk, kini mulai mengangkat kepalanya dan tersenyum tipis.
"Sepertinya kamu terlalu menganggapnya berlebihan, aku justru cemas jika ada teman-teman yang tau kamu berkencan denganku, aku cemas mereka akan meledekmu karena berkencan dengan wanita aneh seperti ku."
"Aku sama sekali tidak perduli apa yang akan mereka katakan tentangmu. Yang jelas hari ini aku sangat senang, terima kasih Zara."
Zara hanya mengangguk.
Zara kembali diam dengan sorot mata yang seolah kosong, seolah tidak menikmati waktu kebersamaannya dengan Ken.
"Zara, apa sebenarnya kamu menyukai Vir?" Tanya Ken secara tiba-tiba.
Jantung Zara pun kembali dibuat berdegub saat nama Vir kembali disebut. Namun ia berusaha bersikap biasa saja saat di hadapan Ken, tak ingin membuat Ken menjadi sedih dan kecewa padanya.
"Tentu tidak, aku bahkan tidak tau bagaimana caranya menyukai seseorang." Jawab Zara tenang.
"Tapi jujur aku sangat kaget saat melihat kalian begitu akrab, seorang Zara si penyendiri, bisa begitu akrab dengan Vir sang penjahat kelamin." Celetuk Ken sembari terkekeh lirih.
Namun wajah Zara seketika berubah saat mendengar Ken menyebut Vir dengan gelar yang sangat tidak nyaman di dengar.
"Apa dia memang sungguh seperti itu?"
"Bukankah itu sudah menjadi rahasia satu kampus, dia sendiri bahkan dengan santai mengakuinya. Makanya aku masih syok saat melihatmu berani akrab dengannya,"
"Semuanya hanya berawal dari sebuah lukisan, dia bertanya alamat padaku, dan kebetulan di kertas yang ku tulis, terdapat sebuah lukisan yang ternyata begitu ia suka."
"Lukisan, oh aku sangat bisa menebak pasti lukisan wanita telanjang atau bertubuh seksi haha yakan?"
"Tidak, sama sekali tidak,"
"Tidak?!" Ken nampak heran.
"Lukisan seorang ibu yang sedang menggendong anak bayi lelaki."
"Oh, pantas saja dia suka." Jawab Ken yang seolah mendadak terlihat lesu,
"Kenapa?" Dahi Zara mulai mengernyit.
"Karena, Vir tidak punya ibu." Jawab Ken.
Mata Zara seketika mendelik saat mendengar pernyataan itu.
"Ku dengar, ibunya sudah meninggal saat dia masih kecil." Tambah Ken lagi.
...Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Nila Sari
kasian virr kuuuuu
2021-11-18
0
Mira Wati
katanya teman tapi kok Ken jelek2kin virza ya
2021-11-08
1
M.azril maulana
pasti vir lagi mencari ketenangan buat hatinya sekarang,kasian...
2021-11-08
1