Mas Bram pergi begitu saja setelah dia memberikan ijin pada mas Rendy yang ingin mengajakku jalan. Aku langsung menatap mas Rendy yang saat ini sedang tersenyum menatapku. Manis sekali senyum mas Rendy.
"Mau ngajak orang jalan tapi nggak tanya dulu sama orangnya, malah ijin sama orang lain,," Protesku.
"Buat apa tanya sama orangnya, setuju atau nggak setuju aku bakal tetep bawa kamu jalan,," Mas Rendy tertawa setelah mengatakan itu.
"Huh.! Itu pemaksaan namanya.!" Ketusku.
Aku pura - pura tidak menyukai tindakan mas Rendy yang mengajakku jalan dengan cara memaksa, sejujurnya aku sangat senang karna akan diajak jalan - jalan. Sudah lama aku tidak menyegarkan mata dan pikiranku.
Lagi - lagi mas Rendy melemparkan senyum manis yang mampu membuatku meleleh.
Aku pamit pada mas Rendy untuk bersiap dan menganti bajuku. Mas Rendy masih menunggu diruang makan saat aku sudah kembali mengganti baju. Mas Rendy terlihat bengong menatapku, aku menepuk pundaknya untuk menyadarkan mas Rendy.
"Kok bengong.!" Mas Rendy terlihat kaget dengan ulahku yang terlalu keras menepuk pundaknya. Dia sesikit meringis dan memegangi pundaknya.
"Sakit ya.??" Aku jadi merasa tidak enak, ku ulurkan tanganku untuk mengusap pundak mas Rendy. Tapi mas Rendy menggenggam tanganku.
"Nggak,, ayo jalan,,," Mas Rendy tersenyum, dia menggandeng tanganku. Aku dan mas Rendy sudah berapa didalam mobilnya, dia mulai melajukan mobilnya.
Aku sudah menikah tapi pergi berduaan dengan laki - laki lain, entah kenapa aku merasa tidak enak hati. Apa yang aku lakukan salah.? Tapi bukankah mas Bram juga tidak menganggap pernikahan kami, dia bahkan yang sudah mengijikan aku dan mas Rendy pergi bersama.
"Kamu pengen pergi kemana.?" Ucapan mas Rendy membuatku sedikit tersentak, aku terlalu serius melamun.
"Mas Rendy yang mengajakku pergi, kenapa tanya sama aku." Aku menatap heran pada mas Rendy. Dia tersenyum kecil dan melirikku sekilas.
"Aku hanya menawarimu, siapa tau kamu mau pergi ke suatu tempat,,," Ujarnya. Aku mulai berfikir setelah mas Rendy mengatakan itu. Aku memang ingin pergi ke suatu tempat, sudah lama aku tidak kesana.
"Kamu serius.??" Mas Rendy terlihat heran saat aku mengatakan keinginanku. Tapi dia menurut dan benar - benar mengajakku kesana.
Kita baru saja memarkirkan mobil, aku segera turun dari mobil, begitu juga dengan mas rendy.
Mataku berbinar menatap bergabai macam wahana permainan di pasar malam yang cukup ramai itu. Berbeda dengan mas Rendy yang hanya diam saja dan terlihat tidak suka, seperti dia tidak pernah pergi ketempat seperti ini. Aku langsung menarik tangan mas Rendy dan menyeretnya kedalam.
"Kita naik itu yuk.." Ajakku bersemangat sambil menunjuk wahana kora kora. Ku lihat mas Rendy bengong menatap wahana itu, dia langsung menggelengkan kepalanya.
"Kenapa.?" Tanyaku. "Mas Rendy takut yah.? Ah payah banget sih, masa naik gituan aja taku.!" Ejekku.
"Mana mungkin seorang Rendy takut sama komedi putar kaya gitu.! Aku tidak takut apapun." Ujarnya dengan sombong. Aku hanya tertawa dalam hati, karna ekspresi wajah mas Rendy tidak bisa bohong.
"Hahaha,,, katanya nggak takut, tapi sampe pucet dan gemetaran kaya ini." Aku tertawa terbahak - bahak setelah turun dari wahana kora - kora, sambil menuntun mas Rendy yang jalan sempoyongan.
"Aku nggak takut, cuma ngeri jatoh aja." Elaknya.
"Apa bedanya.!" ketusku.
Aku tidak mengira pria segagah dan setampan mas Rendy takut naik wahan seperti itu.
Setelah puas berkeliling dan menikmati berbagai kuliner disana, aku mengajak mas Rendy untuk pulang.
***//***
Tidak terasa sudah dua bulan usia pernikahanku dan mas Bram. Aku dan mas Bram masih bersikap seperti biasa, layaknya kakak dan adik ipar. Selama itu pula kami tidak pernah tinggal satu kamar, mas Bram juga tidak pernah menyentuhku. Aku senang karna mas Bram tidak menyentuhku, jadi saat mba Ditha bangun dari komanya, aku bisa dengan mudah lepas dari mas Bram. Dan bisa mencari kebahagiaanku sendiri.
Selama dua bulan itu aku berusaha membentengi hatiku agar tidak memiliki perasaan pada mas Bram. Aku selalu menanamkan dalam hatiku jika mas Bram hanyalah milik mba Ditha dan hanya mencintainya. Jika aku tidak membentengi hatiku, aku takut cinta itu akan datang dengan sendirinya karna terbiasa.
Setiap hari aku melihatnya, setiap hari aku berenteraksi dengannya dan selalu menyiapkan makan untuknya. Siapa yang akan menjamin jika aku tidak akan jatuh cinta dengannya, itulah sebabnya aku membentengi hatiku. Aku tidak mau saat mba Ditha terbangun nanti, aku sulit melepaskan mas Bram yang selama ini mengisi hari - hari ku.
Pagi ini aku sudah selesai memasak dan menatannya di meja makan, mas Bram sedang mengajak Alea ke taman belakang setelah tadi memintanya dari gendonganku.
Aku sudah mengambilkan makanan dipiring mas Bram, seteleah itu aku pergi ke taman belakang untuk memanggilnya.
"Mas, sarapan dulu. Sini biar Alea sama aku." Mas Bram mengangguk dan memberikan Alea padaku.
"Makasih." Ucapnya datar sambil mangacak - acak rambutku.
"Mas Bram.!!" Sungutku kesal, mas Bram hanya tersenyum lalu masuk kedalam.
Aku segera mengikutinya dari belakang.
Kami sudah sampai dimeja makan, seperti biasa aku duduk disebelah mas Bram dengan jarak satu kursi. Aku segera menyuapi Alea, begitu juga dengan mas Bram yang mulai menyantap sarapannya.
"Delia,,," Aku menghentikan aktifitasku yang sedang menyuapi Alea, mas Bram terlihat serius menatapku.
"Kenapa mas,,?"
"Beresin barang - barang kamu sekarang juga," Ujar mas Bram datar. Aku mengerutkan keningnya mendengar perintah mas Bram yang ambigu.
"Mas Bram ngusir aku,?" Tanyaku heran.
"Kalau bisa udah dari dulu aku ngusir kamu," Kali ini suara mas Bram lebih datar. Tapi perasaanku sedikit terusik oleh ucapannya, mas Bram memang tidak pernah menginginkan aku tinggal disini. Aku merasa hanya dijadikan pelayannya dan baby sitter untuk Alea, tanpa dihargai sedikitpun olehnya.
"Kenapa nggak bisa.? Aku bisa pergi sekarang juga kalo mas Bram mau.!" Ketusku, aku segera bangkit sambil menggendong Alea dan membawa mangkuk makan Alea.
Aku menghentikan langkahku karna mas Bram memegang tanganku.
"Delia,,, kamu kenapa.? Aku hanya bercanda." Ujarnya dengan suara yang lembut. Baru kali ini aku mendengar mas Bram berkata padaku dengan suara selembut itu. Aku hampir saja terhipnotis olehnya.
"Serius juga nggak apa - apa mas. Aku tau mas Bram nggak suka aku tinggal disini." Aku menggoyangkan tanganku agar tangan mas Bram lepas dari tanganku.
Mas Bram malah tersenyum padaku.
"Kamu ini lucu sekali kalau sedang marah. Bibirmu jadi mirip seperti bebek." Aku dibuat meradang olehnya, suasa hatiku sedang kacau tapi mas Bram malam meledekku.
"Nggak lucu.!" Aku segera melangkah pergi.
"Mama akan menginap disini nanti malam." Teriak mas Bram.
Aku berbalik badan dan menatap mas Bram.
"Beresin barang - barang kamu dan pindahkan ke kamarku. Mama akan tinggal disini selama satu bulan."
"Apa..!!!" Pekikku kaget. Itu berarti selama satu bulan aku akan tidur satu kamar dengan mas Bram.
"Suruh Bi Santi sama Amel biar cepet. Siang ini mama akan datang." Setelah mengatan itu mas Bram kembali duduk dan menyantap sarapannya. Sedangkan aku masih mematung dengan perasaan yang tidak menentu.
****"****
Haii para readers,,,, Makasih sudah mampir untuk membaca novel ini. Makasih juga untuk dukungan dan semangatnya yah.
Jangan lupa selalu tinggalkan Like dan Komennya disetiap bab, agar Author lebih semangat lagi😊
Beri Vote dan Rate jika berkenan😊🙏
Untuk yang mau kasih kritik dan saran boleh banget, selama mengunakan bahasa yang baik dan sopan tidak ada ungsur menghina, Author akan terima dengan senang hati😊
Semoga novel ini bisa menghibur kalian semua.😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
naifa Al Adlin
hati2 del,,, ntar ada yg bangun/Shhh/
2024-09-26
0
Khodijah Cyti
mama bram sengaja memantau rumah tangga bram sama delia kayaknya
2022-07-14
0
Nesa Satria
nahkan🤭
2022-06-20
0