Menikah Dengan Suami Kakakku
Aku tidak menyangka akan menikah secepat ini diusiaku yang baru menginjak 22 tahun dan baru saja menyelesaikan kuliahku. Sejujurnya aku punya impian menikah diusia 25 atau 26 tahun setelah aku bisa membahagiakan kedua orang tuaku dengan uang hasil kerjaku.
Aku diangkat sebagai anak oleh keluarga sederhana, aku juga mendapat gelar sarjana karna beasiswa. Jika aku tidak mendapat beasiswa, mungkin pendidikanku hanya sampai SMA saja.
Aku menatap diriku dicermin berukuran besar yang ada dikamarku. Aku tersenyum getir menatap wajahku yang terlihat semakin cantik karna riasan makeup. Ditambah dengan kebaya warna putih yang sangat elegant, membuat penampilanku semakin sempurna. Harusnya aku bahagia saat ini karna akan menikah, tapi wanita mana yang bisa bahagia jika menikah dengan pria yang tidak dia cintai. Terlebih pria itu adalah kakak iparku sendiri, dia suami dari kakak ku yang saat ini sedang berbaring dirumah sakit.
Sudah 6 bulan mba Ditha koma dan tidak ada kemajuan yang berarti pada kondisinya.
Mba Ditha koma setelah melahirkan anak pertamanya yang bernama Alea.
Jika tidak menggunakan alat bantu detak jantung, mungkin sudah dari 5 bulan yang lalu mba Ditha menghembuskan nafas terakhirnya. Mas Bram lah yang meminta kepada dokter untuk memasangkan alat bantu itu, dia tidak rela jika harus kehilangan orang yang sangat dia cintai.
Selama 6 bulan itu hidup mas Bram tak terurus, dia selalu memikirkan mba Ditha hingga tidak memikirkan dirinya sendiri. Aku pun tidak tega melihatnya, badan yang dulu besar kekar kini terlihat semakin kurus. Sinar kebahagiaan yang dulu terpancar diwajahnya sudah tidak terlihat lagi. Mas Bram terlihat murung dan tidak bersemangat menjalani hidup tanpa mba Ditha disisinya. Hanya Alea lah yang bisa membuat mas Bram tersenyum saat ini.
"Delia,,," Suara mama dari arah pintu membuatku tersadar dari lamuman, aku segera menghapus air mata dipipiku yang entah sejak kapan mulai menetes. Aku menatap wajah mama yang juga tidak sebahagia dulu semenjak mba Ditha koma. Orang tua mana yang tidak sedih melihat kondisi anaknya tidak berdaya saat ini. Aku sering memergokinya menangis diam - diam, aku sudah bisa menebak saat itu mama sedang menangisi mba Ditha.
Mama menghampiriku, beliau memeluku dengan sangat erat. Aku tau beliau tidak tega padaku karna harus merelakanku menikah dengan mas Bram. Saat itu kedua orang tua mas Bram yang meminta kepada orang tua ku untuk menikahkanku dengan mas Bram. Mereka tidak tega melihat anak semata wayangnya semakin menderita setiap harinya.
Aku sempat menolak dan memohon dikaki ibuku saat beliau memintaku untuk menikah dengan mas Bram. Tapi beliau dan orang tua mas Bram juga tidak punya pilihan lain. Mereka ingin melihat mas Bram dan Alea bahagia, mas Bram butuh sosok seorang istri dan Alea butuh sosok seorang ibu. Jika menunggu mba Ditha sadar dari komanya, entah berapa lama lagi Alea harus tumbuh tanpa sosok seorang ibu. Sedangkan dokter sudah mengatakan jika kemungkinan mba Ditha bangun dari komanya sangat kecil, hanya sebesar 10%.
"Berbahagialah nak, ini takdirmu. Mama akan selalu berdo'a agar kamu bahagia,," Suara mama bergetar, aku rasa mama sedang menangis saat ini. Aku memejamkan mata, berusaha menahan air mataku yang akan menetes. Aku tidak mau melihat mama semakin sedih karna melihatku menangis dihari pernikahanku.
Aku mengusap - usap punggung mama untuk memberinya ketenangan.
"Mamah tidak usah khawatir, Delia pasti akan bahagia,,," Kataku untuk membuat mama tidak mencemaskanku lagi. Padahal aku sendiri tidak yakin dengan ucapanku.
Mama menuntunku dengan hati - hati, mengantarkanku keruang tengah yang sudah ramai disana. Ada orang tua mas Bram dan keluarga besarnya, juga keluarga ku yang hanya beberapa orang. Aku menatap mas Bram yang sedang duduk didepan penghulu dengan kepala yang tertunduk. Kesedihan jelas terlihat diwajahnya, tapi aku tidak tau kenapa mas Bram mau menyetujui pernikahan ini.
Mas Bram melafalkan ijab qabul dengan lantang, jantungku berdetak kencang saat mendengarnya. Aku tidak pernah menyangka laki - laki dewasa yang telah menjadi kakak iparku salama 3 tahun sekarang menjadi suamiku. Aku tidak tau harus bagaimana menjalani pernikahan ini.
Ku ulurkan tanganku untuk meraih tangan mas Bram saat ada suara yang memberikan perintah padaku untuk mencium tangannya.
Rasanya sangat canggung menyentuh tangannya, padahal sebelumnya aku sudah biasa mencium tangan mas Bram kala dia dan mba Ditha datang berkunjung kerumah mama.
Sambil memejamkan mata, aku membawa tangan mas Bram semakin dekat ke wajahku.
Aku menepelkan sekilas punggung tangan mas Bram dikeningku. Aku tidak berani untuk menciumnya.
Acara sudah selesai satu jam lalu, keluarga besar mas Bram juga sudah pulang. Tinggal mama dan papa mas Bran yang kini sudah menjadi mertuaku. Mereka dari keluarga kaya, bisa dibilang konglomerat. Tapi mereka sangat merestui saat mas Bram mau menikah dangan mba Ditha. Bahkan pernikahan mereka dulu digelar sangat mewah di hotel bintang lima.
Tak lama kedua orang tua mas Bram berpamitan kepada orang tua ku, setelah itu mama mas Bram menghampiriku.
"Delia, mama titip Bram sama kamu. Tolong buat Bram kembali seperti dulu, rawat dan cintai mas Bram dengan tulus." Permohon dari seorang itu untuk anaknya dari hati yang terdalam. Aku bisa merasakan bagaimana perasaan mama mertuaku saat ini, mas Bram sudah berubah total. Dia seperti robot yang hidup.
"Iya mah, Delia akan merawat mas Bram dengan baik." Lagi - lagi aku mencoba menenangkan dan menguatkan hati orang lain, padahal aku sendiri juga butuh kekuatan.
Mama mas Bram sangat baik padaku sejak dulu, hingga aku sudah biasa memanggilnya dengan sebutan mamah sejak dulu.
Selang satu jam kepulangan orang tua mas Bram, aku dan mas Bram juga pamit pulang untuk kembali ke jakarta. Tentu saja kerumah mas Bram yang dulu ditempatinya bersama mba Ditha. Tidak ada obrolan sedikitpun selama perjalanan, aku dan mas Bram sama - sama sibuk dengan pikiran masing - masing.
Setelah menempuh perjalanan dua jam, kami sampai dirumah yang mewah dan besar. Aku sudah sering datang kemari, tapi kali ini aku merasa canggung untuk menginjakan kakiku disini.
"Kamu tidak mau turun." Suara serak dan datar itu mengagetkanku yang sejak tadi melamum memandangi rumah mas Bram.
Aku yang salah tingkah pura - pura merapikan rambutku yang tidak berantakan, lalu segea turun dari mobil.
Mas Bram membuka bagasi, aku berdiri disampingnya untuk mengambil koper besarku. Aku baru saja akan mengambil koper itu, tapi tangan mas Bram lebih dulu meraihnya.
"Kamu tidak akan kuat membawanya." Ujarnya datar. Dia menutup bagasi, lalu masuk kedalam rumah membawa koper itu dan meninggalkanku yang masih mematung ditempat.
Aku mempercepat langkahku untuk menyusul mas Bram, aku mengikuti langkahnya dibelakang. Jam sudah menunjukan pukul 10 malam, rumah sudah sepi. Mungkin asisten, babysiter dan Alea sudah tertidur.
Aku dan mas Bram sudah berada dilantai dua, mas Bram membukakan pintu kamar disamping kamar utama.
"Ini kamar mu," Katanya sambil membawa koper itu kedalam kamar lalu segera keluar dan melewatiku begitu saja yang sedang berdiri didepan pintu.
"Makasih,," Ucapku. Tapi mas Bram tidak mendengarnya, karna tubuh tingginya sudah menghilang dibalik pintu kamarnya. Aku menghela nafas, lalu masuk kekamar.
...****"****...
Novel Author yang judulnya "I Love My Sugar Daddy" Pindah ke akun satunya ( Clarissa icha ) dan ganti judul jadi "My Sugar (Jenifer Alexandra)".
Langsung mampir yah😊 Jangan lupa tinggalkan like dan komen di setiap babnya.
Semoga di akun yang itu bisa lulus kontrak setelah ganti judul dan di revisi lagi.
Makasih,,,
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Vera Wilda
wah baru 6 bln tp udah gak tahan yak... 😄😀
2023-09-26
0
bungaAaAaA
yatapi ga ama adenya jg dongg, sakit ati pasti kaka ade ntar jd renggang hubungannya
2022-12-06
0
Devi Triandani
baru mampir Thor
2022-09-28
0