Pagi itu sepulang dari kantor mas Bram, aku memutuskan untuk berkunjung ke rumah sakit menemui mba Ditha. Aku membeli buket bungat disertai untaian do'a yang kutujukan untuk kesbuhan mba Ditha. Taksi yang aku tumpangi sudah berhenti didepan rumah sakit, aku turun sambil mendekap erat buket bunga dan berjalan menuju ruangan mba Ditha.
Aku menghentikan langkahku saat melihat seorang laki - laki baru saja keluar dari ruangan mba Ditha. Dia memakai celana jean, jaket dan juga topi, pakaiannya sangat tertutup. Entah kenapa perasaan ku tiba - tiba tidak enak, aku membayangkan jika dia orang jahat dan telah berbuat sesuatu pada mba Ditha.
Aku segera berlari untuk mengejar laki - laki itu, tapi jarak yang lumayan jauh membuatku tidak bisa menjangkaunya. Dia juga sudah masuk kedalam lift dan turun kebawah, aku bahkan belum sempat melihat wajahanya karna posisinya membelakangiku. Jantungku berdetak kencang saat mengingat mba Ditha, aku segera berbalik dan berlari masuk keruangan mba Ditha. Aku takut terjadi sesuatu padanya.
Aku mengatur nafasku yang terengah - engah saat baru saja membuka pintu. Aku bernafas lega karna tidak terjadi sesuatu pada mba Ditha, dan ternyata disana juga ada perawat yang menjaga mba Ditha. Dia tampak bingung menatap kearahku.
"Dek Delia kenapa.?" Tanya perawat itu. Dia berdiri dari duduknya dan menghampiriku.
"Siapa laki - laki yang habis masuk kesini mba.?" Tanyaku tanpa basa - basi. Perawat itu terlihat kaget dan mengerutkan keningnya.
"Laki - laki.? Yang mana dek.?"
Aku menghela nafas karna perawat itu menjawab pertanyaanku dengan pertanyaan lagi. Kalau aku tau, mana mungkin saat ini aku bertanya padamu. Batinku kesal.
"Tadi aku lihat ada laki - laki yang baru keluar dari ruangan ini." Ujarku. Perawat itu menggelengkan kepalanya.
"Dari tadi saya disini mba, nggak ada yang masuk kesini selain saya." Jawabannya tampak meyakinkan. Tapi aku tidak mungkin salah lihat, jelas - jelas aku melihatnya.
"Mba serius.?" Tanyaku lagi untuk mastikan. Dia kembali mengangguk.
"Serius mba, dari tadi tidak ada yang masuk kesini." Katanya.
Aku diam tidak memberikan respon apapun, aku mendekati nakas dan meletakan buket disana. Setelah itu aku memilih untuk duduk disofa panjang yang ada disudut ruangan.
Aku yakin 100% jika laki - laki itu keluar dari ruangan mba Ditha, dan aku pastikan jika dia bukan hantu karna saat jalan kakinya menapak lantai. Lagipula aku datang jam 10 pagi, mana ada hantu pagi - pagi begini sudah berkeliaran. Style nya juga terlihat sangat keren dari belakang, gaul sekali jika memang dia hantu.
Aku belum beranjak dari sofa, pikiranku masih berkecambuk. Banyak pertanyaan dikepalaku tentang sosok laki - laki tadi.
Entah kenapa aku jadi mencurigai perawat itu, apa mungkin dia sedang membohongiku saat ini. Tapi untuk apa.??.
Semakin lama aku memikirkannya, aku merasa semakin pusing. Aku memilih beranjak dari sofa dan menghampiri mba Ditha.
Aku duduk dikursi disamping ranjang mba Ditha. Tidak ada perubahan pada kondisinya, masih sama seperti 6 bulan yang lalu. Aku tidak bisa menahan air mataku setiap kali memandangi wajah pucat mba Ditha. Hatiku terasa sakit melihatnya tidak berdaya seperti ini, wajar saja jika mas Bram berubah dan tidak bersemangat semenjak mba Ditha koma. Aku bisa meraskaan betapa hancurnya hati mas Bram.
Ku genggam tangan mba Ditha,,,
"Bangun mba, Alea dan mas Bram menunggumu,,," Ujarku, air mataku semakin bercucuran. Dada ini sangat sesak rasanya.
"Aku rindu sama mba, rindu saat kita bersama dan tertawa, rindu saat kita bertengkar dan berdebat. Aku rindu kasih sayang dan perhatian mba Ditha,,," Aku terisak mengatakannya. Sungguh aku sangat merindukannya.
Meskipun mba Ditha tau aku bukan adik kandungnya, tapi mba Ditha sangat baik dan sayang padaku. Itu yang membuat aku juga sangat menyayanginya. Bahkan dulu aku sempat menangisi mba Ditha saat dia akan dibawa oleh mas Bram untuk menetap di Jakarta. Aku mencegahnya untuk tidak pergi, karna aku belum siap berpisah dengan mba Ditha saat itu.
Jam menunjukan pukul 11.30, aku berpamitan pada mba Ditha untuk pulang kerumah, meskipun aku tau mba Ditha tidak mendengarnya.
Entah kapan mba Ditha akan bangun dari tidur panjangnya.
**//**
Jam menunjukan pukul 4 sore, Aku duduk ditaman depan sambil memangku Alea dan menyuapinya buah alpukat yang sudah dihaluskan. Aku rasa kemampuanku
dalam mengurus Alea samakin lihai, tidak menemukan kendala sedikitpun. Terlebih Alea anak yang anteng. Aku benar - benar sudah seperti ibu rumah tangga sungguhan, batinku.
Ku arahkan pandanganku ke mobil mas Bram yang baru saja tertparkir di garasi. Tak lama yang punya mobil keluar dan menatap kearah kami. Langkah kakinya yang lebar dengan cepat mendekat kesini, aku sudah pasang kuda - kuda untuk menghalau mas Bram jika doa akan menyentuh Alea.
"Eiittsss,,, mau ngapain.?" Kataku sambil mengulurkan tangan pada mas Bram agar menghentikan langkahnya yang sudah semakin dekat. Kata - kataku langsung membuat mas Bram berhenti dan membulatkan matanya.
"Kenapa.?" Ucapnya datar.
"Jangan nyentuh Alea.!" Larangku keras. Aku menahan tawa melihat ekspresi mas Bram yang terlihat kaget. Eh,, tapi mas Bram malah semakin maju.
"Stop.!" Ku letakan telapak tanganku diwajah mas Bram yang akan mencium Alea, dan me dorong wajahnya. Mas Bram menatapku dari sela - sela jari ku, aku juga menatap mas Bram yang terlihat dalam menatapku. Adegan ini berlangsung beberapa saat, sampai aku menjauhkan tanganku dari wajah mas Bram.
"Mas Bram baru pulang kantor, jangan nyebarin virus ke Alea. Sana mandi dulu, baru boleh gendong dan cium Alea." Kataku. Aku sudah seperti emak - emak yang mengomeli anaknya.
Ku lihat mas Bram mengulum senyum mendengar ocehanku.
"Kalo cium yang gendong boleh nggak.?"
Aku melotot tidak percaya, ucapan mas Bram membuatku sangat malu saat ini. Aku mendudukan pandanganku tidak berani menatap mas Bram, ku rasa saat ini pipiku sudah merona.
"Kenapa pipi kamu, kok merah.?" Mas Bram semakin menggodaku. Ku dengar mas Bram tertawa kecil tapi sedikit tertahan.
Aku melotot menatap mas Bram, kalau aku diam pasti dia akan semakin menggodaku.
"Apaan sih mas.!" Ketusku. Aku berdiri dan mendorong tubuh mas Bram. "Udah sana mandi.! Gantian gendong Alea, aku cape." Kataku. Sebenarnya tidak cape sama sekali, hanya saja aki ingin membuat mas Bram cepat - cepat pergi.
"Iya. iya. Dasar cerewet,," Cibir mas Bram sambil berlalu meninggalkanku dan Alea.
Hufft,,, aku bernafas lega.
Aku tau mas Bram hanya bercanda, tapi kata - katanya membuatku canggung dan malu.
Ku pandangi punggung lebar mas Bram yang sudah menjauh, aku semakin kasihan padanya. Seharusnya mas Bram mendapat sambutan manis dari mba Ditha setiap kali pulang kerja. Seperti yang biasa mba Ditha lakukan sebelum dia mengalami koma.
Mba Ditha selalu menghambur kepelukan mas Bram dan mencium bibirnya sekilas.
Dulu aku selalu menjadi saksi yang malang setiap kali menginap dirumah ini.
****"****
Haii para readers,,,, Makasih sudah mampir untuk membaca novel ini. Makasih juga untuk dukungan dan semangatnya yah.
Jangan lupa selalu tinggalkan Like dan Komennya disetiap bab, agar Author lebih semangat lagi😊
Beri Vote dan Rate jika berkenan😊🙏
Untuk yang mau kasih kritik dan saran boleh banget, selama mengunakan bahasa yang baik dan sopan tidak ada ungsur menghina, Author akan terima dengan senang hati😊
Semoga novel ini bisa menghibur kalian semua.😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 161 Episodes
Comments
Khodijah Cyti
apes ya del 😄😄
2022-07-14
0
Nesa Satria
no komen ah🤭🤭🤭
2022-06-19
0
Mirfa Linda
jangan2 dithanya puta2 koma thor
2022-06-19
0