Sikap Davian tak bisa dimengerti oleh Arini. Davian terkadang kasar dan sering marah pada Arini, tetapi Davian juga bisa bersikap lembut pada Arini.
Arini harus menguatkan mentalnya kepada Davian. Dalam kondisi dan situasi apapun, Arini harus bisa menghadapi Davian.
Davian telah selesai makan, Arini segera membereskan bekas makan Tuannya itu. Setelah selesai, Arini pun pamit untuk beristirahat.
"Tuan, semuanya sudah selesai. Kalau begitu, saya permisi dulu ya!" ucap Arini
"Mau kemana lu?" tanya Davian
"Saya mau tidur, Tuan!" ucap Arini
"Kenapa gak tidur disini aja sih?" ucap Davian
"Kenapa saya harus tidur di sini?"
"Ya, biar kalau gue ada apa-apa gak susah!" Davian gugup
"Memangnya Kalau malam Tuan mau apa? Malam kan waktunya tidur!" ucap Arini
"Gimana kalau gue pengen minuman dingin gitu, misalnya?" Davian banyak alasan
"Kan Tuan bisa ambil sendiri. Cuma minuman aja, bisa kan?" Arini terus mengelak.
"Lu bantah gue?"
"Tidak, saya hanya tak berkenan jika harus tidur dikamar ini." ucap Arini
"Kenapa?"
"Kita bukan Muhrim, Tuan. Saya pasti marahi oleh Ibu saya." ucap Arini
"Baiklah. Nanti aku telepon kamu, jika aku membutuhkan sesuatu. Kalau kamu membantah lagi, liat aja!" ucap Davian.
"Iya, Tuan."
Kenapa dia lembut sekali mengatakan aku-kamu padaku?
Arini telah pergi. Davian tinggal sendiri. Dia gelisah. Suasana nya dingin, tak hangat seperti tadi.
Davian, kenapa lu jadi kayak gini? Kenapa lu nyuruh pembantu lu buat tidur sekamar sama lu? Apa lu udah gila? Otak gue bener-bener udah dikelilingi Arini. Batin Davian.
Bukankah dulu gue pernah bilang, kalau gue bakal buat Arini menyesal dan jatuh cinta sama gue? Kenapa sekarang rasanya gue malah nyaman berdua sama dia. Apa ini memang ambisi gue untuk buat dia takluk sama gue? Tapi kenapa, hati gue rasanya malah menikmatinya? Davian berpikir.
Cih, Sialan. Jangan sampai gue jatuh hati sama pembantu kayak dia.
***
Arini sedang istirahat di kamarnya. Ia lelah sekali hari ini. Tiba-tiba, handphone Arini berbunyi. Kontak dengan nama "Mas Adit" memanggilnya. Arini segera mengangkatnya.
"Halo, Mas?" sapa Arini
"Rin, aku dengar kamu sudah kerja, ya? Tadi siang aku bertemu Ibumu disekolah, katanya kamu sudah bekerja." ucap Adit
"Oh, iya. Maaf, aku sibuk sekali. Aku jadi lupa mengabari Mas Adit. Aku sudah bekerja, jadi asisten rumah tangga." ucap Arini
"Iya, Ibumu sudah memberi tahu aku. Sabar ya, sebisa mungkin aku akan membawamu keluar dari sana." ucap Adit
Hati Arini bergetar. Kenapa Arini tak rela jika harus keluar dari rumah ini? Kenapa rasanya Arini betah bekerja disini? Arini heran dengan apa yang terjadi pada dirinya.
"Eh, aku betah kok kerja disini. Tidak apa-apa, Mas. Terima kasih, kamu gak usah repot-repot." ucap Arini
"Ndak apa dong Rin! Pokoknya kalau nanti di klinik dekat sekolah ada lowongan, aku akan segera memberi tahu kamu. Ya?" Adit memaksa
"Baiklah, Mas." Arini pasrah
"Kenapa belum tidur?" tanya Adit
"Gimana aku mau tidur, Mas Adit masih nelepon."
Di kamarnya, Davian menelepon Arini berkali-kali, tetapi nomornya sedang sibuk. Davian kesal, Davian beralasan ingin minum soda dan menyuruh Arini mengambilnya, tetapi telepon tak kunjung terhubung dengan Arini.
Davian emosi. Ia memaksakan dirinya turun kebawah dan mengambil sendiri soda yang diinginkannya. Dengan langkah cepat, Davian menghentakkan kakinya dengan kesal.
Davian mengambil beberapa botol soda dan menaruh di meja pinggir kulkasnya. Davian tak segera pergi menuju kamarnya. Ia ingin melihat Arini sedang apa, sampai-sampai Davian tak bisa menghubunginya.
Kamar pembantu memang berjejer, ada sekitar 6 pintu kamar. Davian tak tahu dimana kamar Arini, tetapi Davian penasaran ingin melihat Arini. Karena Arini pegawai baru, mungkin saja kamarnya di ujung yang nomor 6. Davian mengetuk pintu paling kanan ujung.
Tokk..Tokk..Tookk...
Davian mengetuk pintu keras sekali. Pintu pun terbuka, dan betapa kagetnya Davian, bahwa yang membukanya adalah Pak Parjo, tukang kebunnya.
"Ada apa Tuan muda?" ucap Pak Parjo
"Ini kamarmu? Kamar pembantu baruku ada dimana?" tanya Davian merasa tak bersalah
"Oh, neng Arini. Itu yang paling kiri. Itu kamar ujung nomor 6." ucap Pak Parjo
Sial. Berarti gue salah ngitung dong! Kamar ini berarti kamar nomor 1. Bego banget sih gue! Batin Davian.
Davian berlalu meninggalkan Pak Parjo. Tanpa sepatah katapun, ia berlalu meninggalkan lelaki tua itu. Dirumahnya, Davian adalah orang yang sangar. Ia tak pernah menunjukkan sifat lemah lembutnya pada siapapun.
Davian telah berada didepan pintu kamar Arini. Davian mendekatkan telinganya ke pintu, terdengar Arini sedang berbicara. Davian kaget. Arini membawa siapa malam-malam kerumahnya. Davian tak bisa berpikir jernih.
Dalam pikirannya, Davian menyangka bahwa Arini sedang berduaan bersama laki-laki. Davian murka, tanpa pikir panjang, ia segera mendobrak pintu kamar Arini.
Brraakkkkkkk, Davi mendobrak pintu kamar Arini dengan sekuat tenaganya. Pintu pun terbuka, karena dorongan tubuh Davian terlalu kuat.
Pintu kamar Arini rusak karena Davian mendobraknya dengan sekuat tenaga.
Arini terperanjat. Ia tak menyangka Tuan Davian mendobrak pintu kamarnya. Arini segera menutup teleponnya karena kaget dengan tingkah laku Tuannya.
"Tuan, ada apa? Saya kaget sekali. Kenapa Tuan harus mendobrak pintunya?" tanya Arini sambil memegang dadanya
Pembantu lain mendengar dobrakan pintu Arini. Seketika mereka melihat apa yang terjadi. Namun, karena melihat Davian, mereka mengurungkan niat untuk membantu Arini. Mereka masuk kembali ke kamar masing-masing karena pembantu yang lain tak ingin berurusan dengan Davian.
Davian malu. Tak ada seorang lelaki atau siapapun di kamarnya Arini. Di sana, tak ada jendela besar, hanya ada jendela kecil. Tak mungkin seseorang bisa keluar lewat jendela itu.
Sial. Kenapa gue bertindak ceroboh seperti ini? Kenapa gue harus mendobrak pintunya? Kenapa gue seperti orang yang kesetanan? Padahal jelas-jelas Arini sedang menelepon. Suara yang Davian dengar adalah suara Arini yang sedang menelepon.
"Sorry, sorry. Gue kira ada maling." alasan Davian tak masuk akal
"Kenapa Tuan malah mendobrak pintu saya?"
"Gue refleks, gue gak sengaja. Gue juga kan udah minta maaf sama lo!"
"Pintu kamar saya jadi rusak. Saya harus tidur dimana coba sekarang?" ucap Arini kecewa
Davian berpikir keras. Sebenarnya, ada dua kamar tamu yang kosong. Tetapi, entah kenapa Davian tak mau menyuruh Arini tidur di kamar tamu tersebut.
"Kamar di rumah ini sudah penuh semua! Tak ada lagi kamar yang tersisa buat lu!" ucap Davian
"Memangnya kamar tamu ada yang mengisinya?" tanya Arini
"Kamar tamu berantakan, kotor dan tidak terawat. Lu mau tidur di kamar yang banyak hantunya?" ucap Davian
"Kalau begitu, Tuan harus membetulkan engsel pintu saya yang rusak sekarang juga!" Arini tak mau tahu
Kenapa tingkah laku Davian seperti seorang lelaki yang sedang menggerebek kekasihnya? Kenapa Davian tak berpikir panjang. Kini, pintu kamar Arini jadi rusak akibat ulah Davian.
"Sembarangan lu! Enak aja. Udah, lu tidur aja di kamar gue! Gue yang mengalah bakal tidur di sofa!" ucap Davian
"Tapi, saya.. Gak mungkin, Tuan!" Arini keberatan.
"Cepat, bawa selimut dan bantal lo ke kamar gue!"
"Tapi, Tuan.."
Kenapa dia suka sekali memaksa sih?
*Bersambung*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 203 Episodes
Comments
Riza Atty
best cerita ini
2023-11-23
0
Ta..h
🤦🤦🤦😂😂😂😂😂 davian cemburu menguras tenaga ini mh.
2023-03-28
0
Enung Samsiah
Dev kmu salah perhitungan, kmu pingin arini bertekuk lutut eeeeeeh,,, malah kau duluan yg bertekuk lutut,,,,, makan tuh kata-kata mu dulu,, 😂😂😂
2023-03-11
0