Angkasa kembali ke kamarnya setelah menemani Binar makan malam. Mulutnya terus menggerutu tidak jelas selama perjalanan dari kamar tempat Binar tidur hingga menuju kamarnya sendiri. Terkadang merutuki dirinya sendiri, kadang pula mbok Sri yang telah menggagalkan kegiatannya. Tapi yang membuatnya paling kesal dan malu adalah tertawaan dari Binar untuknya tadi.
"Isshhh harusnya dia yang malu. Kenapa malah aku yang kesal sekarang" gerutu Angkasa lagi setelah memasuki kamarnya.
Dijatuhkan tubuhnya pada kasur lalu menutupi wajahnya dengan bantal yang terdapat di atas kasur.
Ruangan sunyi sejenak, tidak ada lagi suara dari gerutuan Angkasa. Setelah beberapa saat menutup wajahnya dengan bantal Angkasa kembali membukanya lalu berangkat dari kasur dan berjalan mendekati balkon kamarnya. Angkasa menghirup udara dalam - dalam lalu mengeluarkannya perlahan.
Senyuman kecil terukir di wajahnya.
"Kenapa tersenyum jadi lebih mudah kulakukan sekarang?" ucap Angkasa pada dirinya sendiri dengan kekehan kecil didalamnya.
***
Seorang gadis muda tampak menatap serius sebuah surat yang berada dalam genggaman tangannya.
"Sudah terlalu lama, ini kah saatnya aku untuk kembali?" ucap gadis tersebut pada dirinya sendiri.
Disentuhnya sebuah gelang yang berada pada pergelangan tangan kirinya.
"Ahh ternyata aku semakin merindukannya." ucapnya lagi dengan senyuman getir.
"Baiklah, mungkin ini memang sudah waktunya untuk kembali."
***
Angkasa dan Binar baru saja menyelesaikan sarapannya. Mereka berdua nampak menikmati kegiatan masing - masing. Binar dengan ponselnya sementar Angkasa dengan Tabnya.
~Ting tong ting tong
Suara bel mengalihkan perhatian mereka dari layar gadget yang mereka pegang.
Mbok Sri nampak tergopoh - gopoh berjalan menuju pintu namun dihentikan oleh Angkasa,
"Aku saja yang membukanya mbok" ucap Angkasa lalu mbok Sri pun kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat terganggu.
Angkasa meletakkan tabnya lalu berdiri menuju pintu. Dibukanya pintu utama tersebut lalu nampaklah seseorang yang membuat Angkasa cukup terkejut.
"Kamu? Kenapa disini?" tanya Angkasa dengan nanda dinginnya.
Sementara sang tamu hanya tersenyum lebar dengan polosnya tanpa menghiraukan sang tuan rumah yang nampaknya mulai marah.
"Hallo. Alih - alih menanyaiku seperti itu, tidakkah seharusnya kamu menyapaku dahulu lalu bertanya kabar?" jawab tamu tersebut yang ternyata adalah Hadrian.
Belum sempat Angkasa membalas, Hadrian telah terlebih dahulu masuk kedalam rumah melewati Angkasa yang notabene sebagai pemilik rumah belum memberikannya izin untuk memasuki rumahnya.
"Dimana Binar? Aku ingin menjenguknya" tanya Hadrian ketika masuk kedalam rumah. Matanya nampak mencari - cari dimana keberadaan Binar.
Binar yang sedari tadi asik dengan ponselnya pun mulai terganggu dengan suara dari depan. Binar menunggu suara tersebut yang sepertinya mulai terasa dekat dengannya. Dan benar pemilik suara itu akhirnya terlihat.
"Hadrian!" pekik Binar senang ketika melihat Hadrian berdiri dihadapnnya. Dibukanya kedua tangannya lebar - lebar menyambut Hadrian. Hadrian yang melihatnya pun langsung berjalan mendekati Binar lalu memeluknya erat erat.
"Apa kabarmu? Rindunya" ucap Binar ketika tubuh Hadrian sudah berhasil dipeluknya.
Angkasa yang baru saja datang dari depan tampak memelototkan matanya melihat adegan pelukan Binar dan Hadrian. Dengan segera dihampirinya dua sejoli yang sedang berpelukan tersebut.
"Hei hei, apa ini?!!" ucap Angkasa lalu segera meraih lengan Hadrian dari tubuh Binar dan menjauhkan mereka berdua.
"Kau bisa melukainya!!" Angkasa memarahi Hadrian.
"Aku hanya memeluknya tidak akan melukainya" ucap Hadrian membela diri.
"Benar, lagi pula aku dulu yang merentangkan tangan ingin peluk" bela Binar untuk Hadrian yang dimarahi Angkasa.
"Kau tidak lihat lukanya, pelukanmu itu bisa mengenai lukanya. Jadi menjauhlah." ucap Hadrian lalu melepas cengkraman tangannya dari lengan Hadrian.
Hadrian pun tidak begitu mengindahkan perkataan Angkasa, lalu segera jongkok menyamai tingginya dengan Binar yang masih duduk di kursi roda.
"Bagaimana keadaanmu?"
"Sudah lebih baik, sekarang sudah bisa menggerakkan kaki sedikit demi sedikit."
Hadrian menghela napas lega, "Syukurlah, kamu membuatku takut waktu itu."
"Sudahlah, itu musibah tidak ada yang tau kapan musibah akan datang."
"Tapi musibah itu bisa dinetralisir jika kamu tidak banyak ide untuk mengantarkannya pulang." sela Angkasa yang nampak risih melihat kedekatan antara Hadrian dengan Binar.
Binar yang mendengarkan perkataan Angkasa pun langsung menolehkan wajahnya dan memberikan tatapan tajam memperingati Angkasa untuk diam.
Angkasa yang melihatnya hanya mendengus memutarkan bola matanya keatas tanda tidak peduli.
"Lalu bagaimana keadaanmu? Apa saja yang terluka?" tanya Binar mengalihkan perkataan Angkasa.
"Hanya memar di pelipis dan bahu kanan. Tapi sudah membaik"
"Syukurlah, semuanya baik - baik saja."
"Ohh aku hampir lupa, ini aku membawa kanmu buah juga sup ayam buatan ibuku." ucao Hadrian menunjukkan barang bawaannya tadi yang sempat ia lupakan.
"Kenapa repot - repot?"
"Anggap saja balasan atas rasa bersalahku, kamu harus menerimanya." ucap Hadrian
"Tentu"
Lalu Hadrian berdiri dan matanya tampak melihat - lihat sekitar.
"Aku akan membawanya kedapur, kira - kira apakah dapurnya masih berada di tempat yang sama seperti dulu?" tanya Hadrian
Angkasa yang mendengarnya langsung menoleh,
"Tidak perlu, letakkan saja disitu nanti mbok Sri yang akan membawanya ke dapur. Aku tidak mau kamu menginjak terlalu banyak ruangan dirumah ini."
Ucap Angkasa dingin.
Binar yang mendengarnya pun merasakan betapa sakitnya perkataan Angkasa untuk Hadrian.
"Tidak apa Hadrian kamu bisa meletakkannya disini, kamu bisa membawaku ke taman depan? Aku ingin menikmati udara segar." tanya Binar pada Hadrian untuk mengalihkan agar Hadrian tidak begitu merasakan sakit akibat perkataan Angkasa tadi.
"Tentu, ayo kita ke taman." jawab Hadrian lalu meletakkan buah dan sup ayamnya dimeja ruang keluarga.
Di dorongnya kursi roda Binar menuju taman depan. Meninggalkan Angkasa sendiri di ruang keluarga yang nampak menatap mereka berdua dengan pandangan kesal.
"Dianggap apa aku disini? Apa aku patung." ucapnya kesal lalu segera berdiri dan mengambil bingkisan buah beserta sup ayam yang tadi dibawa oleh Hadrian menunju dapur.
"Ahh kenapa aku begitu kesal" gerutu Angkasa pada dirinya sendiri.
Tbc.
jangan lupa like, komen, dan votenya ya teman - teman 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Vivi Bidadari
Binar kamu tuh knapa juga pake peluk2 Hardian, pastinya Angkasa kesel toh..
Sebel deh lihat nya
2022-09-12
0
Sunarti
binar buat angkasa cemburu aja y
2021-02-24
2
Elly Az
aku santet kmu thor klo sampai ada pelakor & pebinot😂😂😂😂
2021-01-29
2