Binar baru saja meletakkan gelas berisi teh hangat yang seperempatnya baru saja ia teguk
"Aku sudah bilang kau akan mendapatkan masalah besar, sekarang semuanya kuserahkan padamu tetap ingin melunasi hutang atau pura-pura tidak tau apa-apa tentang wasiat ini" ucap Angkasa setelah melihat Binar mulai bisa mengendalikan diri dari rasa shocknya.
"Aku tidak tau, semua ini terlalu membingungkan untukku" jawab Binar
"Untukku juga, maksudku untuk kurang lebih satu jam setelah kamu datang ke rumah ini. Semua begitu membingungkan. Ku pikir isi kertas ini hanya leluconnya"
"Leluconnya?" tanya Binar
"Maksudku ayahku, Burhan Baskoro"
Binar mulai menyadari sesuatu, "Ah iya, ayahmu. Dimana ayahmu sekarang?hmm maksudku di rumah sakit mana ayahmu sekarang dirawat?"
"Entahlah, tapi kemungkinan dia dirawat disalah satu rumah sakit di singapore." jawab Angkasa sedikit kurang yakin
"Kau sungguh anaknya kan?" tanya Binar setelah mendengar jawaban ragu dari Angkasa
"Of course, why?"
"Lalu kenapa menjawab dengan ragu, harusnya kau yang paling tahu tentang keadaan ayahmu kan?"
Angkasa mengangkat bahunya, "Dia punya banyak penjaga, jika terjadi sesuatu para penjaga itu pasti mencariku jika tidak artinya dia baik-baik saja."
Binar menggelengkan kepalanya, tidak percaya dengan jawaban yang diberikan Angkasa
"Hubungan keluarga macam apa ini" gumam Binar
Lalu Binar berdiri dari duduknya dan mengambil tas serta kertas wasiat milik ayahnya.
"Mau kemana?" tanya Angkasa
"Aku perlu menenangkan diri sebelum mencari jawaban semua ini."
"oh oke silahkan"
Baru beberapa langkah Binar meninggalkan ruang tamu itu lalu berhenti dan berbalik kembali ke arah Angkasa.
"Apa lagi?" tanya Angkasa yang melihat Binar kembali dan berjalan ke arahnya lalu menyodorkan tangan ke arahnya.
"Handphonemu" Ucap Binar
"Hah,?" tanya Angkasa bingung
Binar memutar bola matanya ke atas merasa kesal dengan ke lemotannya Angkasa
"Handphonemu sini, mana handphonemu aku mau minjem" Angkasa nampak mengerti dan mengeluarkan handphone dari saku celananya yang segera diambil oleh Binar, baru beberapa detik Binar memegang Handphone Angkasa lalu memberikannya lagi.
"Kenapa lagi?" tanya Angkasa
"Sandimu, buka dulu"
Angkasa mengerti lalu dengan cepat mengambil kembali handphonennya "oohh iya"
Binar kembali mengambil handphone Angkasa dan mengetik sesuatu didalamnya setelah itu memencet tobol panggilan dan suara dering handphone terdengar dari tas jinjing yang dibawa oleh Binar
"Ini no ku, untuk sekarang aku perlu menenangkan diri. Setelah itu aku akan menghubungimu kembali. Aku akan berusaha melunasi hutang ayahku tanpa kata pernikahan" ucap Binar lalu melanjutkan kembali langkahnya keluar.
Angkasa memperhatikan kepergian Binar dari pintu, hingga suara seseorang wanita tua mengagetkannya, "Siapa itu tuan?"
Angkasa mengangkat bahunya dan menggeleng, "Entahlah, calon nyonya baru dirumah ini mungkin."
Jawab Angkasa yang membuat wanita tua itu tampak shock sedangkan Angkasa dengan santainya kembali masuk ke kamarnya.
"Apa pak Burhan mau nikah lagi?" gumam wanita tua itu tampak kebingungan.
***
Binar kembali kekantornya,
"huffttt.." helaan napas panjang Binar terdengar oleh rekan satu kantornya Yohana
"wahh wahh kenapa ni? Dateng-dateng langsung ngeluarin napas berat. Kayaknya lagi ada masalah ni. Sini cerita" ucap Yohana ketika menghampiri meja kerja Binar
"Berat Yo, lebih berat dari pada harus menghadap pak bos"
"Kenapa lagi? Masih masalah hutang?"
"Yupsss" angguk Binar
"Aku kan sudah bilang Binar, kamu butuh berapa pasti akan ku usahakan untuk membantu"
Binar kembali menarik napas lalu membuangnya perlahan,
"Ini bukan masalah uang Yo, tapi masalah masa depan ku. Masa depan ku dipertaruhkan Yo" jawab Binar yang membuat Yohana tidak mengerti
"Maksudnya, masa depanmu kenapa?"
Binar menatap Yohana, untuk sesaat keheningan tercipta diantara keduanya.
"Kau tau hutang terakhir yang harus kulunasi itu apa?"
Yohana menggelengkan kepalanya
"Pernikahan, aku harus menikah dengan seseorang yang tidak ku kenal. Mmmm maksudku baru saja ku kenal untuk melunasi hutang ayahku"
"Whatttt?" ucap Yonaha tak percaya
"Tapi kenapa? Apa yang telah dilakukan ayahmu? Dia ingin menjualmu? Tunggu apa mungkin ini seperti cerita beauty on the beast, apa ayahmu pernah mengambil sesuatu miliknya yang harus digantikan oleh seorang gadis? Dia mmm maksudku lelaki itu pasti jelek kan?"
"Oh oke wait,wait, wait. Akan ku jelaskan perlahan" jawab Binar setelah diberondong banyak pertanyaan oleh Yohana
Binar pun menjelaskan kejadian yang baru saja terjadi antara dirinya dan Angkasa hari ini mulai dari kedatangannya dirumah pak Burhan hingga hutang berbesan antara ayahnya dan pak Burhan.
"Tungu-tunggu, apa ini. Aku masih belum mengerti. Jadi apa kamu setuju. Kau akan menikah??"
"Belum lah, kau pikir aku mau menikah dengan orang asing begitu saja?"
Yohana menggeleng
"Nah itu, aku perlu mengenalnya dulu. Dan perlu tau latar belakang kenapa ayahku sampai bisa mempunyai perjanjian seperti itu dengan pak Burhan aku yakin ada penjelasan dibalik ini"
"Yah ada benarnya juga, ngomong-ngomong siapa nama nya tadi?"
"Siapa apa?"
"Anak pak Burhan itu?"
"Ohh dia, Angkasa Baskoro"
"Bagaimana orangnya, jelek? Ganteng? Tinggi?"
"Hmmm tidak bisa dianggap jelek, anggaplah ganteng dia tinggi dan kulitnya kecoklatan. Ku pikir perawakannya mirip-mirip abdi negara ya semacam itulah"
"Wahh tidak boleh diacuhkan begitu saja ini"
"Apaan sih, kita itu tidak boleh menilai orang dari fisiknya saja tapi hatinya"
Yohana menganggukkan kepalanya, "iya iya, jadi kapan mau kenal sama hatinya"
Tanya Yohana yang langsung dibalas dengan tatapan tajam dari Binar
"Hehe, bercanda kok. Ngomong - ngomong aku kerja dulu ya bye" pamit Yohana setelah mendapat tatapan tajam dari Binar
***
Pukul tujuh malam Binar sampai di rumah, rumah sederhana salah satu harta warisan yang ditinggalkan almarhum ayahnya selain hutang - hutang.
Binar masuk setelah berhasil membuka pintu utama dengan kunci yang biasa ia taruh dibawah pot bunga didepan rumahnya. Kebiasaan ayahnya dulu selalu meninggalkan kunci di bawah pot bunga agar memudahkan Binar untuk masuk kerumah ketika beliau sedang diluar rumah, karena Binar sering kali lupa untuk membawa kunci cadangan.
Binar melangkahkan kakinya kedapur setelah menaruh tas jinjingnya di atas sofa ruang menonton. Dibukanya pintu kulkas lalu mengambil sebotol air dingin dan segera meneguknya hingga beberapa saat Binar menyadari ada sesuatu yang aneh dirumahnya. Pintu kamarnya terbuka dan Binar ingat betul bahwa ia tidak pernah meninggalkan rumah ini tanpa menutup pintu kamarnya apa lagi mengingat sekarang ia tinggal sendiri dirumah ini.
Dengan perlahan Binar melangkahkan kakinya menuju kamarnya.
Dengan hati-hati binar melangkah hingga ketika kakinya hampir sampai didepan pintu kamar,
"Hai ini aku" suara seseorang mengejutkannya
"Ohh Tuhan" Binar terperanjat kaget lalu menolehkan tubuhnya kearah asal suara itu.
"Romi!!, kenapa kamu disini?" tanya Binar dengan nada suara yang tinggi dan sedikit emosi didalamnya ketika melihat pemilik suara yang mengagetkannya.
"Ini rumah pamanku, maksudku almarhum pamanku. Dan sebagai keponakannya aku berinisiatif untuk menjenguk anak semata wayangnya yang sebatang kara disini"
"Aku tak butuh belas kasihmu, keluar dari rumah ini!!"
"Ohh calm down nona, aku hanya ingin melihat keadaan sepupuku" jawab Romi dan perlahan berjalan mendekati Binar,
"Stop, jangan mendekat"
"Kenapa, aku tak akan melukaimu" dan Romi pun mulai mendekat sembari tangannya yang mencoba menyentuh wajah Binar
"Berhenti, aku bilang jangan mendekat atau akan ku panggil polisi!!!"
"Calm down, tak akan sakit" Romi pun tak menghiraukan perkataan Binar dan masih mencoba mendekati dan menyentuh Binar.
Binar yang merasa ketakutan pun mengambil handphone yang berada dalam saku bajunya lalu memanggil sembarang orang dalam dalam daftar panggilannnya.
"Hallo.." suara telpon diseberang menghentikan kegiatan Romi yang sedari tadi berusaha menyentuh Binar. Ia menatap Binar dengan mata yang melotot marah dan dibalas dengan tatapan tajam dari Binar.
"Hallo, ada yang bisa ku bantu?" suara itu muncul lagi, Binar memberikan kode mata dengan Romi untuk segera meninggalkan rumahnya sebelum ia melaporkannya pada orang yang berada dalam panggilan telepon.
Romi pun nampak menyerah dan mengikuti perintah Binar untuk keluar dari rumah, namun sebelum benar-benar meninggalkan rumah Romi memberikan kode jari tangannya ke arah mata lalu menunjuk Binar yang mengartikan dia akan selalu mengawasi Binar.
Ceklek…
Pintu utama tertutup kembali setelah Romi keluar dari rumah Binar.
Binar menghembuskan napas lega, "Hallo ada orang disana?" suara dari handphone yang masih digenggamannya mengejutkan Binar dengan cepat ia menempelkannya ke telinga
"Hallo maaf saya tidak sengaja memencet tobol panggilan tadi. Sorry"
Dan setelah mengucapkan kalimat itu Binar langsung menutup telpon.
Tbc
Hallo jangan lupa beri kritik dan saranmu dikolom komentar ya. Satu lagi jangan lupa buat votenya 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Sunarti
hiis Romi g sopan bgt, mo ngapai coba
2021-02-23
2
ALICE💙💛
Pasti no angkasa yg dihubungi
2021-02-21
3
Ilma Kikyo
Menarik
2021-02-20
2