"Hallo.." Angkasa mengangkat ponselnya yang berdering.
Hening tak ada suara yang menyahut di seberang sana
"Hallo ada yang bisa dibantu?" lanjut Angkasa setelah menunggu beberapa saat namun tetap tak ada jawaban. Angkasa menjauhkan ponselnya untuk melihat siapa yang menelpon.
"Nona wasiat" Angkasa mengerutkan keningnya ketika melihat nama yang tertera. Itu adalah nama kontak yang ia beri untuk Binar Amanda.
"Kenapa dia menelpon?" tanya Angkasa pada dirinya sendiri lalu menempelkan kembali ponsel itu ketelinganya,
"Hallo ada orang disana?"
Terdengar sedikit suara sebelum akhirnya suara perempuan menyahut, "Hallo maaf saya tidak sengaja memencet tombol panggilan tadi. Sorry"
Blipp…
Setelah mengucapkan itu telpon pun terputus. Angkasa kembali menjauhkan ponsel dari telinganya, "What? Kenapa gadis ini? Aneh."
Angkasa menengadahkan kepalanya ke atas, menatap langit - langit malam dari balkon kamarnya ditatapnya kembali map coklat yang ada diatas meja.
"Haruskah ku ikuti perintahnya? Tapi pernikahan bukan lah lelucon, ini sakral dan suci."
Angkasa memejamkan matanya menghirup udara dalam - dalam, "Bantu aku menyelesaikan ini ibu." gumamnya lirih penuh pengharapan.
***
Bebapa hari setelah pertemuan pertama Binar dan Angkasa mereka akhirnya sepakat untuk bertemu kembali membicarakan hutang atau perjanjian kedua ayah mereka.
Selama beberapa hari itu pulalah Binar memikirkan segala aspek yang akan terjadi bila ia menerima atau pun tidak menerima pernikahan ini. Sama halnya dengan Angkasa yang juga memikirkan segala aspek jika ia mematuhi atau tidaknya perintah sang ayah.
Mereka bertemu disebuah kafe yang letaknya tidak jauh dari kantor Binar,
"Jadi bagaimana? Sudah memikirkan untuk melunasi hutangnya?" Angkasa membuka pembicaraan yang langsung ke inti
Binar diam sesaat sebelum menjawab, "hmm iya, aku sudah memikirkan segala kemungkinan yang terjadi. Pernikahan adalah hal yang sakral dan suci. Terikat janji dengan tuhan yang harus dijalankan dengan ikhlas. Dan ku rasa aku belum bisa melakukannya terlebih dengan orang yang baru kukenal. Aku memutuskan untuk mengganti hutang pernikahan itu dengan hal lain dapat berupa jasa atau pun uang dan untuk itu aku harus menemui ayahmu dahulu sebelum bisa melunasinya."
"Kupikir akan sangat sulit, dia masih sakit. Dan ku yakin kamu akan sulit untuk menemuinya."
Binar mengangguk, "ya, aku tau itu sulit untukku. Tapi akan lain halnya denganmu. Kau anaknya jadi kupikir kau bisa menemui ayahmu dan membicarakan ini baik - baik. Aku janji akan melunasi itu berapa pun nominalnya walaupun harus mencicil untuk waktu yang lama aku barjanji pasti akan melunasinya."
Angkasa tersenyum tipis, "Sepertinya kamu belum paham situasi yang terjadi diantara kami. Kami bukan seperti ayah dan anak pada umumnya. Oke jika kamu tidak ingin menikah itu hak mu aku tidak akan memaksa. Dan untuk permasalahan hutang ayahmu mungkin kau bisa menunggu sedikit lebih lama karena sepertinya sakit yang didera ayahku cukup mengkhawatirkan." ucapnya santai tanpa beban sembari kembali meminum jus orange yang ia pesan.
"Ayahmu sakit tapi kamu tampak santai. Kau bilang sakitnya cukup mengkhawatirkan."
"Dia sudah cukup tua, wajar jika sakit." jawabnya singkat
Binar menggelengkan kepalanya tak percaya dengan respon yang diberi Angkasa.
"Oke, terserahmu. Intinya saya tidak bisa melunasi hutang ayahku dengan pernikahan dan sebagai gantinya aku akan membayar hutang itu dengan uang ataupun jasa setelah menemui ayahmu."
Angkasa mengangku, "well, aku terima keputusanmu. Dan jika berubah pikiran silahkan rumahku tak pernah pindah. Tapi ingat sekali kamu meng-iyakan pernikahan ini itu artinya kamu tidak akan pernah bisa menarik lagi perkataanmu."
"Deal" jawab Binar lalu menjulurkan tangannya pada Angkasa, salam tanda kesepakatan mereka.
***
Dua hal yang dirasakan Binar setelah ia dan Angkasa menyepakati permasalahan hutang ayahnya. Lega dan cemas, lega karena Angkasa tidak menuntut ataupun memaksa untuk menikah dengannya karena jika melihat kembali ke surat perintah dari pak Burhan yang menyebutkan bahwa Angkasa bisa mendapatkan seluruh milik ayahnya jika bisa menikah dengan Binar. Dan Binar pun yakin jika harta yang dimiliki oleh pak Burhan pasti sangatlah banyak, satu hal yang membuat Binar terkesan dengan Angkasa bahwa dia bukan lah pengejar harta orang tua biarpun kesempatan itu terbuka lebar didepannya. Tapi Binar pun cemas, cemas jika suatu saat setelah ia bertemu dengan pak Burhan dan ternyata beliau tetap menginginkan Binar melunasi hutang ayahnya dengan pernikahan.
***
Angkasa berdiri didepan kaca menatap pantulan dirinya yang mengenakan seragam atasan putih dan bawahan hitam dengan empat setrip berwarna emas dibahunya, lencana berbentuk sayap didepan kemeja dan berdasi hitam.
"Jika ibu masih ada, dia pasti akan senang" gumamnya.
Tbc.
Hallo, jangan lupa beri kritik dan saranmu di kolom komemtar ya. jangan lupa beri votenya juga ya 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
🥀🥀🥀🥀
visual thor😍😍
2021-12-05
1
Sunarti
sepertinya angkasa tidak menolak
2021-02-24
2
Ilma Kikyo
Kapten Angkasa
2021-02-20
2