"Bagaimana keadaanmu? Masih sangat sakit?" tanya ibu Hadrian penuh khawatir ketika melihat anaknya yang terluka.
"Tidak apa ibu, sudah tidak terlalu sakit. Akan segera pulih dalam beberapa hari kedepan."
"Lalu bagaimana dengan Binar."
"Aku baru mendapatkan kabar dari rumah sakit, dia sudah sadar dan baik - baik saja. Hanya saja mungkin cidera di kakinya butuh waktu agak lama untuk pulih kembali."
Sang ibu menghela napas, "Dia pasti jadi lebih membenci kita karena kejadian ini, seharusnya kamu mendengarkan perkataan ibu."
"Apa salahnya jika aku ingin mengenal calon kakak iparku? Kecelakaan ini diluar dari kendaliku, tidak ada yang tau ini akan terjadi ibu."
"Kamu adalah satu-satunya harta yang ibu miliki. Ibu tidak tau apa yang akan ibu lakukan jika terjadi sesuatu denganmu."
Hadrian mendekati sang ibu dan merengkuhnya, "Aku baik - baik saja ibu, jangan khawatir."
Sang ibu melepaskan rengkuhan Hadrian, lalu memencet hidung Hadrian kuat - kuat.
"Makanya jangan suka nakal, hobi sekali bikin ibu khawatir." omelnya dan Hadrian hanya bisa meringis kesakitan.
"Iya ampun-ampun." lalu ibu Hadrian pun melepaskan tangannya dari hidung sang anak.
"Lagi pula aku pikir ada yang berbeda dengan Binar." ucap Hadrian
"Apa yang berbeda?."
"Kemarin dia bisa membuat Angkasa khawatir dan sekalut itu. Ini pertama kalinya aku melihat Angkasa seperti itu."
"Mungkin ada hubungannya dengan wasiat itu?"
Hadrian menggeleng,
"Ini berbeda bu, selama ini yang aku tahu Angkasa sangat sulit mengendalikan emosinya. Tapi kemarin bahkan dia bisa menahan amarahnya padaku dan mengurungkan niatnya untuk menghajarku ketika nama Binar disebut. Dia juga masih sempat mengkhawatirkan lukaku. Jika memang hanya karena wasiat dia tidak mungkin akan seperti itu. Angkasa terlalu dingin dan datar untuk seperhatian itu."
Ibu Hadrian tersenyum lembut, "Mungkin gadis itu mulai merubahnya, syukurlah."
"Aku juga berpikiran seperti itu."
Ibu Hadrian menghela napas, "Jadi ibu mohon jangan coba-coba untuk mengganggu atau berbuat yang aneh - aneh."
"Bu kapan Hadrian bilang mau mengganggu mereka, Hadrian hanya ingin mengenal lebih dekat. Hadrian juga hanya ingin memiliki hubungan yang baik dengan mereka."
Ibu Hadrian mengusap kepala anaknya pelan, "Sabarlah, suatu saat pasti akan terjadi."
Hadrian hanya membalas ibunya dengan senyuman sembari mengaminkan ucapan ibunya.
***
Binar memperhatikan Angkasa yang sedari tadi sibuk dengan laptopnya. Dia merasa bosan dan orang yang menjaganya malah sibuk sendiri.
"Ekhmm" Binar coba untuk membuat suara agar bisa mendapat sedikit perhatian dari Angkasa. Untuk beberapa saat Binar menunggu namun tidak juga mendapatkan sedikitpun perhatian.
"Ekhmm"
"Ekhmm"
Dicobanya lagi untuk menarik perhatian Angkasa, namun sepertinya apa yang ia harapkan tidak terjadi. Angkasa masih saja pada posisinya sibuk dengan laptop, bahkan melirik sedikit pun tidak.
Binar menghela napas kasar dan menarik selimutnya menutupi seluruh tubuh dan kepalanya.
"Mr. Pilot sombong, dingin, datar" gerutu Binar pelan dalam selimut.
"Kenapa? Butuh sesuatu?"
Suara Angkasa mengagetkan Binar yang tengah menggerutu karena kesal. Dibukanya sedikit selimut dari wajahnya, Binar mengintip melihat Angkasa. Dan disana Angkasa masih sibuk menatap sang laptop.
Binar mendengus, "Buat apa bertanya, masih saja laptop yang dilihat."
"Hmmm aku dengar." tiba - tiba suara Angkasa menjawab.
Binar pun terkaget dan terdiam. Angkasa mengalihkan pandangannya dari layar laptop lalu memandang Binar.
"Kenapa? Katakan mau apa?"
Binar berdehem, menetralkan keterkejutannya.
"Kamu masih sibuk?"
Angkasa menatap kembali layar laptopnya, "Lumayan, kenapa?"
Binar menghela napas lagi, "Kalau begitu tidak jadi."
Angkasa meletakkan laptop yang sedari tadi dia pangku ke meja yang berada di depannya.
"Katakan, ada yang kamu perlukan?"
Binar menatap Angkasa jengkel, "Aku bosan, tapi kamu terus sibuk dengan laptopmu itu."
Angkasa terkekeh pelan lalu berdiri dan menghampiri Binar.
"Jadi butuh teman?" tanya Angkasa setelah duduk di kursi yang berada di sebelah bangsal Binar.
Binar mengangguk.
"Baiklah, aku temani."
"Kalau sibuk juga tidak apa-apa. Aku bisa tidur."
"Tidak, akan kutemani."
"Serius?"
Angkasa mengangguk.
"Boleh aku bertanya?" ucap Binar
Dan Angkasa mengangguk lagi.
"Hmm apa yang sedari tadi kamu lihat di laptop itu?"
Angkasa tersenyum kecil, "Kamu ingin mengetahuinya?"
Binar mengangguk.
"Aku sedang belajar."
"Belajar apa?"
"Tentang perusahaan ayahku."
"Untuk apa?"
"Setelah kita menikah seluruh aset milik ayahku akan jatuh ke tanganku. Termasuk perusahaan jadi aku harus mempelajarinya. Kalau tidak, bagaimana nanti aku bisa memimpin perusahaan."
Binar mengeryit heran, "Kamu akan memimpin perusahaan? Bagaimana dengan pekerjaan pilotmu?"
"Tidak ada pilihan, aku akan berhenti."
"Kenapa harus? Maksudku, kenapa harus kamu yang yang memimpin? Hmm kan masih ada Hadrian?" tanya Binar takut - takut.
"Karena hanya ini yang bisa kulaukan, aku tidak bisa menyerahkan semua ini kepada orang lain. Setidaknya belum ada orang yang bisa ku percaya untuk memegang perusahaan, termasuk Hadrian."
Binar hanya bisa diam karena tidak tau harus merespon seperti apa. Karena jujur sampai saat ini Binar belum banyak tau mengenai masalah yang terjadi dalam keluarga Angkasa.
"Kenapa diam?" tanya Angkasa setelah melihat Binar yang hanya diam.
"Aku hanya tidak tau mau merespon seperti apa. Ini urusan keluarga jadi aku takut jika nanti salah bicara."
Angkasa tersenyum, "Bukankah nanti kita juga akan jadi keluarga?"
"Ya, dan kamu terlalu misterius untuk menjadi bagian dari keluargaku. Banyak hal yang tidak aku ketahui tentangmu. Sedangkan nanti kamu akan jadi suamiku." gerutu Binar pada Angkasa. Binar mengikuti saran yang diberikan oleh Yohana waktu itu, saran untuk "saling terbuka".
"Misterius?" tanya Angkasa heran
"Hmm misterius, kamu bisa tiba - tiba sangat perhatian dan baik. Tapi tiba - tiba bisa berubah menjadi datar dan dingin seperti waktu di rumah sakit itu."
Angkasa menatap Binar dalam, "Maaf karena terlalu misterius untukmu. Aku tidak bisa menjanjikan banyak hal untukmu. Tapi yang aku tau, aku tidak akan pernah meninggalkanmu selagi itu bukan permintaan dari bibirmu sendiri. Aku hanya minta sabarmu untuk terus bersamaku."
"Kenapa?"
"Karena, kurasa sekarang ada seseorang yang mulai bisa ku berikan kepercayaan."
"Siapa?"
Tanya Binar penasaran. Sementara Angkasa hanya tersenyum, lalu berdiri dari duduknya. Angkasa menundukkan badannya mengarahkan wajahnya mendekati Binar. Binar terpaku melihat wajah Angkasa yang semakin dekat, mata mereka saling menatap dan entah kenapa secara reflek Binar menutup kedua matanya.
Untuk seperkian detik Binar menutup matanya seolah menunggu namun tidak ada yang terjadi. Binar masih bisa merasakan hembusan napas Angkasa menerpa wajahnya sampai dirasakannya sebuah kecupan lembut menyentuh keningnya yang tengah dibaluti perban.
"Tidurlah, ini sudah malam. Aku akan tidur di sofa" suara Angkasa terdengar setelah dia menjauhkan wajahnya dari Binar dan berdiri seperti semula.
Sedangkan Binar masih memejamkan matanya kuat - kuat sembari menahan lonjakan degub jantung yang dengan tidak sopannya terus berdetak kencang.
Tbc.
Hallo jangan lupa like, komen dan votenya ya temen - temen😊
kalian juga bisa join di grub obrolan ku untuk memberikan kritik dan saran atau hanya mau ngobrol juga gpp hehe 😀
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 120 Episodes
Comments
Baihaqi Sabani
-heee...binar berhrp d cium x....😄😄😄
2022-12-13
0
Sunarti
ceritanya bagus aku suka😍😍😍😍
2021-02-24
1
Elly Az
semangat thor😍😍😍😍
2021-01-29
1