Hari terasa berjalan dengan sangat cepat. Satu tahun setelah kematian ayah Alin, ibunya menikah lagi dengan seorang duda kaya yang bernama Lin Won Yan. Tentunya sebuah keluarga baru itu masih tinggal di rumah mewah dan megah dari kedua orang tuanya Won Yeo, mereka pun tidak mempermasalahkan hal itu.
Lio Won Yan, suami baru ibu Alin memiliki dua orang anak, yang berarti kedua anaknya itu akan menjadi saudara tirinya Alin mulai saat itu. Lin Chan Lu adalah kakak tiri baru Alin yang dua tahun lebih tua darinya dan Yang Nim Lan adalah adik tiri Alin yang lebih muda setahun darinya.
Semenjak ayah Alin meninggal, suasana rumah dan keluarga ini jauh berbeda. Nenek dan ibu Alin menjadi semakin membencinya di tiap-tiap hari, bahkan tega menjadikannya budak di rumah sendiri.
Hanya kakek.. Kakek lah yang selalu menjadi penyemangat di hari-hari berat yang harus di lewati Alin. Mulai saat itu kakek menjadi lebih sering bersama dengan Alin. Dia sangat menyayanginya, setiap hari mereka ke ladang dan pergi ke sebuah gubuk yang terbilang sangat jauh dari rumah.
Setiap kali mereka ke gubuk, kakek selalu saja mengisahkan sebuah dongeng tentang dunia sihir yang sangat di gemari oleh Alin. Dunia yang sangat indah dan menakjubkan, namun penuh dengan bahaya.
Tak terasa sudah sembilan tahun berlalu, Alin telah berumur 18 tahun saat ini. Kini Alin sudah tumbuh menjadi seorang gadis yang sangat cantik dan sifat baik hatinya pun tak berubah seiring berjalannya waktu.
Selain itu Alin semakin tahun menjadi murid yang gigih dan teladan dalam menempuh pendidikannya. Tentunya ia belum terlepas dari rasa benci para keluarga barunya itu. Walaupun begitu, Alin tetap berusaha untuk tegar menghadapinya, dengan menutup rapat-rapat semua masalahnya dari orang luar.
Suatu hari pernah sekali Alin sedang mencuci piring di dapur. Ketika hendak mengambil piring yang lain, piring itu terjatuh karena tangannya yang licin hingga pecah berkeping-keping. Suaranya begitu menggelegar di seluruh rumah, tangan Alin seketika gemetar takut ketika mendengar bunyi langkah kaki yang mulai ramai di rumah itu.
"Astagaa.. Kenapa aku bisa seceroboh ini?? Habislahhh..." Gumam Alin gelisah.
Benar saja apa yang Alin duga. Tak lama setelah kebisingan itu terjadi, Ibu dan saudara-saudara tiri Alin yang mendengar suara nyaring itu datang dengan mata yang melotot. Jika sedikit lebih melotot lagi, mata mereka mungkin akan keluar dari tempat.
"I-ibu... Al-Alin tidak sengaja. Maaf Bu..." Ucap Alin sambil gemetaran.
Salah satu piring mewah dan mahal mereka sekarang sudah hancur. Nam Yeon langsung murka dan berapi-api. Api itu bahkan bisa membakar jagung di atas kepalanya. Kemarahan itu membuat nya naik pitam, Nam Yeon rmenendang kuat Alin dengan kakinya hingga jatuh tersungkur di tumpukan serpihan kaca.
"SIALAN! Seharusnya tidak usah saja aku melahirkan mu dulu! Semenjak kau lahir, kau selalu saja membawa kesialan untuk kami!"
"Aih... Anak kaya Alin begini mana cocok jadi kakak ku. Lebih cocoknya di permalukann.. Hahaha!" Maki Nim Lan.
"Benar. Modelan orang yang cocok untuk wanita bayaran di diskotik. Lumayan itu bu, buat nambah uang jajan kita." Tambah Chan Lu juga.
Sungguh kejam! Belum selesai sampai situ, dengan teganya si Nam Yeon santai melihat anaknya sendiri di guyur air dingin oleh saudara tirinya. Tak main-main rasa sakit dan malu yang harus di rasakan oleh Alin saat itu.
Namun perlakuan itu sudah biasa di terimanya, ibaratkan rasa sakit itu sudah menjadi karbohidrat utama bagi Alin. Ia pun hanya bisa terdiam dengan tubuh yang gemetar menahan tangis dan rasa sakit itu.
Untung saja kakek saat itu sudah pulang dari ladang. Betapa terkejutnya dia saat melihat Alin meringkuk di lantai dengan luka di sekujur tangannya. Kakek merasa amat terkejut, ia langsung segera menghampiri Alin di sana.
"Alin! Kau tidak apa-apa, kan?! Apa yang kalian lakukan, HAH!"
Kakek sangat marah. Ia berteriak dan membentak orang-orang itu sangat murka. Namun bukannya merasa bersalah, mereka malah melawan perkataannya dan terus menyudutkan Alin.
"Untuk apa ayah membela anak pembawa sial ini?! Dia yang sudah menyebabkan suamiku, anak mu itu meninggal! Tapi ayah masih membela dia?! Cih! " Sahut Nam Yeon dengan nada yang tak kalah tinggi.
"Jika itu memang sudah menjadi takdirnya Woon Yeo, bukan berarti itu salah Alin! Dasar kalian manusia tidak beradab!"
"Takdir! Takdir! Takdir itu juga yang membunuh kita!"
"Sudahlah, camkan ini kalian semua! Mulai sekarang Alin tidak akan tinggal di sini lagi, masih berani menyentuhnya, jangan harap kalian menyentuh mayat ku kelak!" Ucap Jun Yeo dengan emosi.
"Syukurlah kalau begitu! Bawa saja anak tidak berguna ini! AKU TIDAK PERLU!"
Nam Yeon ternyata tak kalah galak dari sang ayah mertua. Keduanya saling pelotot, amarah mereka sangat membara pada saat ini. Namun nenek yang sedari tadi di sana hanya diam menonton saja, bahkan membela cucunya nya sendiri pun tak mau dan sekarang mulai menentang perkataannya suaminya.
"Untuk apa kau mempedulikannya?! Nam Yeon benar, dialah yang menyebabkan putra kita meninggal." Tambah nenek.
Namun kakek sudah tidak peduli dengan cemohan dan omongan mereka. Ia pergi dan bersikeras bertekad untuk membawa Alin pergi dari rumah rasa neraka dunia itu. Kakek bertekad pergi bersama Alin walau ditengah gelapnya malam menuju ke gubuk di tengah ladang.
Di sepanjang perjalanan mereka menyusuri jalan setapak menuju ke gubuk, Alin hanya diam. Ia tertunduk sambil gemetar menahan semuanya, Alin sudah mencoba yang terbaik untuk menjadi kuat.
Ketika mereka telah tiba di tempat, kakek membalut luka Alin sambil bersantai di depan gubuk bersama dengannya. Mereka berdua terlihat termenung lama sekali menatap indahnya malam.
Jika dipikir-pikir, semua terasa berubah secara drastis pada sepuluh tahun terakhir.. Semuanya berubah hanya karena satu peristiwa..
Satu tetes air mata lolos dari pelupuk mata Alin, ia begitu rapuh, namun berusaha keras untuk sekuat tembok. Ia mengelap air mata itu dan melirik sedikit kakek yang ada di sampingnya sambil tersenyum tipis.
"Kakek.."
"Ya, Alin?"
"Kenapa kakek tidak membenci Alin seperti yang lain? Mereka benar.. Alin adalah biang kerok dari semua ini." Ucap Alin.
Katanya bergetar. Air mata pun perlahan lolos satu demi satu membasahi pipi. Semakin lama air mata itu menjadi semakin deras, mewakili Alin yang sedari tadi meratapi nasibnya terus menerus.
Tapi sang kakek, Lio Jun Yeo memiliki sisi pandang yang berbeda dari orang-orang itu. Dengan lembut ia mengelus pelan pucuk kepala cucunya, senyuman yang begitu tulus dan menenangkan membuat Alin semakin rapuh. Hanya dialah yang bisa melihat kerapuhan Alin seperti ini.
"Karena kakek sayang padamu, Alin.. Dan kakek tau, ini semua tidak ada sangkut pautnya dengan mu." Jawaban itu sungguh hangat dan membuat Alin menjadi sangat terharu padanya.
"Kakek.. Jika aku nanti terlahir kembali, aku ingin bereinkarnasi menjadi sebuah bulan. Aku sangat iri dengan bulan..."
"Kenapa gadis kuat seperti mu bisa iri pada bulan? Coba katakan."
"Walaupun bulan berada dalam gelapnya malam, akan selalu ada banyak bintang yang menemani dia. Jadi dia tidak sendirian untuk melewati malam yang mengerikan itu. Aku ingin seperti itu..." Ucap Alin sekali lagi.
"Ah, kau ini! Kata siapa kau tidak punya bintang? Kakek ini adalah salah satu bintang besar yang akan selalu menemani mu. Tidak hanya kakek, akan ada banyak bintang untuk mu nanti! Tunggu saja.."
Obrolan mereka itu semakin lama semakin larut dalam candaan. Kakek memang terbaik! Yang terjadi sebelumnya seakan menjadi debu dalam obrolan mereka. Alin terlihat lebih gembira. Begitu indahnya siluet gadis cantik yang tertawa itu.
Waktu pun semakin larut.. sudah saatnya cerita untuk hari ini berakhir. Dan besok, ada cerita baru yang sedang menanti...
"Hahh! Sudah tengah malam, Alin. Beristirahatlah ya.. Besok akan kakek bawakan barang-barang mu semuanya kemari."
"Hm!" Angguk Alin.
"Maaf.. Kalau kau harus tinggal di gubuk ini."
"Tidak masalah, kek.. Terima kasih karena masih menyayangi ku."
Jun Yeo kembali tersenyum, ia menepuk lembut pucuk kepala Alin lagi. Setelah obrolan itu, Alin begitu sangat senang mengetahui bahwa dia masih punya orang yang menyayanginya. Kakek pun pergi pulang ke rumah di tengah malam itu.
Mulai saat itu pun Alin hanya tinggal sendirian di gubuk tua di tengah ladang. Setiap hari sepulang sekolah dengan giat dan gigih Alin membantu kakek berladang di sana. Semenjak itu pula Alin menjadi semakin bahagia, walaupun hanya tinggal di sebuah gubuk kecil di tengah ladang, ia sudah tak terbelenggu lagi di rumah itu.
Waktu pun tak terasa sudah berjalan begitu cepat, dua bulan telah berlalu sejak Alin pindah ke gubuk di ladang. Pada suatu hari saat Alin sedang bersantai di bawah gubuk, kakek datang berkunjung dan menghampiri Alin di sana.
Mata kakek terlihat sendu, ia sebenarnya tidak tega melihat cucu nya tinggal di tempat ini, tapi apalah daya.. Tiba-tiba Jun Yeo, kakeknya Alin mengeluarkan sesuatu dari tas nya. Itu adalah kotak yang terbungkus rapi oleh sebuah kain putih. Kakek menyodorkan itu kepada Alin.
"Alin.. Kakek tidak bisa memberikan mu lebih. dan kakek tidak bisa terus bersama mu.." Ucap Jun Yeo sambil sedikit tertunduk.
"Apa maksud kakek..?"
"Kakek ini sudah tua, tidak bisa terus bersama mu.. Ini adalah kalung yang sangaaaat berharga, jadi jagalah baik-baik. Kakek percayakan ini padamu.."
Alin terdiam, kakek benar, dia sudah tua dan tak bisa terus bersamanya. Ia langsung mengerti apa yang di maksudkan kakek. Tapi itulah hukum kehidupan..
Alin pun hanya bisa mengangguk pelan dengan mata yang mulai berkaca, sekuat tenaga ia tahan air mata itu agar tidak terjatuh setetes pun. Kotak itu Alin ambil dan ia lihat isinya.
"Kakek... Bagaimana kalau aku tidak bisa dan tidak mau mengambilnya?"
"Kenapa?"
"Kata kakek ini adalah kalung yang sangat berharga. Nampaknya sangat meragukan... Aku takut."
"Harus! Kau harus mau! Tak apa jika masih ragu sekarang, tapi ingatlah.. Kakek perlu kau untuk menjaganya." Tegas Jun Yeo.
Di sana telah terletak sebuah kalung perak dengan liontin kecil berwarna gradasi ungu dan putih, indah sekali. Tapi keindahan itu tetap membuat ragu Alin. Jun Yeon benar-benar telah menaruh sejuta harapannya kepada Alin untuk menjaga kalung itu, sudah terlihat jelas sekali dari wajahnya. Mau tak mau Alin pun mengambilnya.
Setelah itu untuk beberapa saat kakek tinggal di situ mengobrol dengan Alin, sambil kembali menceritakan dongeng tentang dunia sihir seperti biasa. Tak lama setelah dongeng dan cerita serta obrolan mereka habis, kakek pun pulang.
Kepulangan kakek itu benar-benar membuat Alin merasa tidak nyaman. Seperti ada banyak sekali rasa yang mengganjal di dalam hati, sesak sekali. Air mata Alin seketika seakan meluap-luap, ia menangis sejadi-jadinya karena rasa tidak nyaman itu.
"Kakekk... Huhuhu..."
Benar saja, pada keesokan harinya ada kabar yang benar-benar mendadak dan memukul hati seluruh keluarga Alin. Kakek dikabarkan meninggal ketika terjatuh dari tangga, ia di diagnosis terkena serangan jantung oleh dokter. Hati seketika buyar bagaikan di terpa gempa.
Pemakaman pun di gelar pada hari itu juga. Nam Yeon sekeluarga terlihat sangat berduka akan kepergian kakek, tapi Alin hanya bisa bersedih dari kejauhan. Ia duduk jauh di kursi tamu menangisi kepergian Jun Yeo, kakeknya, sekaligus orang yang sangat berharga dan disayanginya.
"Kakekkkk!! Huhuhu! Kakekk!" Teriak Alin dengan isakannya.
Hilang sudah, pergi sudah satu-satunya bintang Alin. Alin telah menunggu lama sekali sampai kuburan tempat pemakaman itu kosong. Ia menghampiri nisan dan foto kakeknya disana dengan sempoyongan. Hancur sekali hatinya, Alin terjatuh di dekat makam kakek.
"Kakekk... Kenapa kakek pergi..?" Alin tertunduk, menangis tanpa suara.
Setelah semua orang pergi, Alin berjalan menuju makam kakeknya dengan sempoyongan. Ia berdiri di sampingnya dan terjatuh ke tanah. Kaki dan tangannya terasa lemas dan gemetaran. Dirinya merasa sangat sedih dengan kenyataan yang terjadi ini.
"Kakek, kenapa kakek meninggalkan Alin... huhuhuhu......." Ucapnya sambil menangis pelan sambil memegang pinggiran kuburan kakeknya.
Begitu pun dengan keluarga yang di rumah, mereka sangat berduka. Semua berkumpul di ruang tamu, menangisi kakek sambil melihat fotonya di figura. Kakek tersenyum lebar pada foto itu, ia seakan menguatkan orang yang telah di tinggalkan nya.
Isak dan tangis juga terdengar dari Nam Yeon dan juga nenek, mereka tidak menyangka, betapa cepatnya waktu mengingatkan dan menghilangkan. Baru kemarin rasanya mereka sesekali bertengkar dan bercanda dengan kakek. Kejadian ini seperti mimpi, namun nyata. Sekarang sosok kakek tidak akan ada lagi bersama mereka...
Tapi semua kekesalan dan amarah itu lagi- lagi berujung di luapkan kepada Alin yang tidak tau apa-apa. Ia kembali menaruh dendam besar pada Alin, yang adalah putri kandungan sendiri.
"Alin! Ini semua salah Alin!! Dia memang pembawa sial! Dulu ayahnya, sekarang ayah juga!! Huhuhu... Si*alan anak itu!" Amuk Nam Yeon bersama isaknya.
"Jun Yeo... Suami ku..."
Waktu akan terus berjalan, dia tidak akan peduli walaupun ada salah orang menghilang darinya. Semenjak kepergian kakek, Alin hidup seorang diri di gubuk. Tak ada yang peduli, bahkan untuk uang jajan dan kebutuhannya, ia harus mencari uang sendiri untuk memenuhi semua itu. Itulah hidup yang Alin jalani sekarang.
Keadaan keluarga Nam Yeon semakin memprihatinkan, anak-anak tirinya selalu saja dimanjakan. Mereka ke club malam, mabuk-mabukan, berfoya-foya, pulang malam, tak ada satu kata pun larangan dari Nam Yeon dan Won Yan untuk anak-anak nya.
Nenek pun nampak enggan memperdulikan mereka semenjak kakek meninggal. Ia hanya acuh dan seakan hidup sendiri di rumah. Bahkan nenek sekarang sudah semakin lemah di makan usia dan tak banyak yang bisa di lakukannya di rumah.
Setiap hari setelah pulang sekolah Alin selalu berladang di sawah demi uang untuk kebutuhan hariannya. Memang lelah dan sulit, tapi mau tak mau harus di lakukan.
Namun semakin hari pula Alin terlihat sangat cantik, parasnya menjadi sangat cantik. Berbeda dengan kedua saudara nya yang hoby bersolek, mereka tetap tidak secantik Alin, itulah yang membuat mereka semakin iri dan dengki padanya. Bukan hanya cantiknya yang bertambah, tapi pintarnya juga.
Semangat dan kegigihan Alin yang membara saat di ladang membuat para petani yang lain menjadi tertegun. Mereka sangat terkagum-kagum dengannya.
..."Huh! Ayo Alin, semangat, semangat! Pasti bisa! Besok sudah harus tebus buku!"...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
SalsaDCArmy
keluarga apaan tuhh🙄🙄🙄🙄
2022-06-26
0
Dhina ♑
Ya Allah Alin, atuh pergi saja sono....ngapa juga masih tinggal sama ibu yang tidak tahu diri
Dah kawin lagi kan 🙄🙄 dan punya anak lagi, 2 bahkan
Seharusnya ibunya pergi, hidup dengan suami barunya, sedangkan warisan ayahnya, juga rumah, itu milik Alin 🙄🙄
2021-06-07
1
coco
like lagi.
dear star udah up.
jangan lupa mampir lagi
2021-05-30
1