Cerita Cinta Di Dunia Sihir
POV ALIN-
Kadang aku merasa iri dengan bulan. Bulan di langit malam sana sangat beruntung...
Walaupun harus bersinar di gelapnya malam, bulan selalu di temani oleh banyaknya bintang-bintang yang indah...
Sedangkan aku, satu persatu orang menyayangi ku menghilang... Bahkan tidak menginginkan ku lagi ditengah keterpurukan ku...
Apakah aku memang tak pantas untuk hidup dan merasakan cinta..?
...----------------...
Di suatu rumah yang terbilang mewah yang terletak di tengah kota, tinggalah sebuah keluarga yang hidup dengan harmonis di sana, yang terdiri dari ayah, ibu, kakek, nenek dan seorang gadis kecil.
Gadis kecil itu bernama Jiu xiao Alin. Alin terkenal dengan parasnya yang cantik dan imut, dan tidak lupa dia juga memiliki sifat yang baik juga ramah kepada setiap orang yang di temuinya. Tidak hanya Alin, begitu pun dengan keluarganya.
Di suatu hari, dia sedang bersiap-siap untuk acara pertambahan usianya yang ke 8 tahun. Acaranya terlihat sangat meriah,bada banyak sekali tamu yang berdatangan ke rumahnya.
Ayah Alin, Lio woon Yeo yang sedang bertugas di luar kota pada saat itu pun sedang berusaha untuk menyempatkan pulang, untuk menghadiri perayaan ulang tahun putri tunggalnya itu.
Dengan penuh harap, gadis kecil itu duduk di kursi yang di sediakan sambil menunggu kepulangan ayah yang telah di janjikan kepadanya. Alin merasa enggan merayakan ulangan jika tanpa ayah tercintanya.
Tapi sudah lama sekali ia menunggu, ayahnya belum kunjung datang juga. Rasa gelisah pun terus menghantui Alin pada saat itu, melihat para tamu mulai berdatangan sementara ayahnya belum tiba di tempat.
Sudah tidak sabar sekali dirinya. Ia pun akhirnya meminta ibunya, Jiu Nam Yeon untuk menghubungi ayahnya yang tak kunjung tiba itu.
"Kenapa ayah lama sekali? Ibu aku ingin menelpon ayah, bu..." pinta Alin kepada Nam Yeon yang tengah duduk di sampingnya.
"Alin.. Ayah sekarang ada dalam perjalanan pulang.. Kita tunggu saja, yah?"
"Tidak mau, bu! Alin ingin menelpon ayah! Telpon ayah, bu.." Rengek Alin.
"Baiklah sayang, tunggu sebentar."
Karena memang sudah banyak pula tamu yang datang, Nam Yeon pun mengiyakan permintaan dari Alin. Ia merogoh saku celananya untuk mengambil telpon, menyalakan nya, lalu menghubungi suaminya tersebut.
Belum lama telpon itu berdenging, Woon Yeo sudah mengangkat telpon dari istrinya dengan cepat di tengah-tengah perjalannya. Ibu Alin pun mengutarakan apa yang ingin di bicarakannya segera setelah telpon tersebut diangkat.
"Sayang, kau sekarang ada dimana? Semuanya sudah menunggu di sini. Alin ingin bicara dengan mu." ucap ibu Alin lembut pada suaminya.
"Ah, iya. Aku masih dalam perjalanan. Aku akan segera tiba, tunggu sebentar. Di mana Alin tadi? Tolong berikan telponnya pada Alin, sayang."
Pada saat itu pula, ayah Alin terlihat sangat sibuk memutar-mutarkan kemudi nya dengan liar sambil berbicara di telpon dengan keluarganya di seberang sana. Jalanan kota yang dilaluinya ternyata sangat padat, tidak seperti yang ia kira.
Banyak sekali kendaraan yang berkendara dengan cepat di kota besar itu. Dengan skill yang seadanya, Woon Yeo hanya bisa berusaha sebisa mungkin untuk melewati padatnya jalanan.
Nam Yeon yang mendengar permintaan ayah Alin pun juga mengiyakan nya, lalu memberikan telpon itu kepada pada Alin yang terlihat sangat antusias di sampingnya.
Alin benar-benar sangat terlihat senang saat ayahnya ingin berbicara dengannya saat ini. Cepat-cepat ia mengambil telpon itu dari ibunya dan berbicara dengan ayahnya.
"Ayah, ayah datang kan ke ulang tahun, Alin?" Tanya Alin dengan manja.
"Iya Alin, ayah pasti datang ke ulang tahunmu." Sahut Woon Yeo dengan senyuman lebar dari seberang telpon sana.
"Janji, yah?"
"Iya janji, tuan putriku, sayang..."
"Yeee...!" seru Alin kegirangan.
Berapa girang nya gadis kecil itu, ia tersentak dan langsung melompat-lompat kegirangan di sana. Seruannya terdengar sangat polos dan juga bergairah, ia begitu senang hanya karena mendengar hal itu.
Sedangkan Woon Yeo yang ada di seberang telpon sana, juga tersenyum di tengah padatnya lalu lintas di kota besar yang sedang di lalui nya. Tapi karena ia tidak terlalu fokus dengan jalanan yang ramai itu, ia tidak melihat ada sebuah mobil yang melaju dengan cepat dari persimpangan lain.
Mobil itu terlihat melaju dengan sangat kencang. Dan ternyata... mobil itu hilang kendali...
...BRAAAAKK...
"Agh!"
Kecelakaan pun tidak dapat di hindari, mobil tadi langsung menghantam mobil ayah Alin dengan sangat keras. Mobilnya terpental-pental dan terguling-guling hingga 8 meter jauhnya, begitupun mobil satunya. Kondisi Woon Yeo tidaklah baik, tubuhnya sudah bersimbah darah di sana. Ia kritis, namun masih setengah sadar pada saat itu.
Segerombolan orang langsung heboh, mereka menggerumbuni tempat kejadian kecelakaan dengan penasaran. Dan beberapa orang pun tak tinggal diam, mereka langsung memanggilkan ambulans untuk para korban kecelakaan tersebut.
Saat kejadian tadi berlangsung, telponnya masih menyala dan telpon yang satunya masih ada pada Alin. Senyumannya seketika pudar saat mendengar suara benturan itu, hingga Alin sangat terkejut mendengarnya.
Dengan segera Alin memberi tahu hal itu kepada ibunya yang sedang sibuk mengurusi tamu-tamu yang datang.
"Ibu, ibu, kenapa ada suara yang keras dari sini?" Tanya Alin dengan polosnya.
Nam Yeon yang tengah sibuk melayani para tamu, sontak langsung terkejut dan panik saat mendengar Alin berkata seperti itu. Dengan cepat ia langsung merampas telpon yang ada pada Alin dengan kasar, lalu mengambil alih.
"Sayang? Woon Yeo! halo? kau tidak apa-apa kan?!"
Woon Yeo yang ada di seberang telpon sana , mendengar dengan sangat jelas suara istrinya yang sedang kuatir. Tapi matanya terasa sudah tertahankan lagi, seakan memaksanya untuk tidur dengan terlelap, yang juga di dukung dengan rasa nyeri yang begitu dasyat pada kepalanya.
Walaupun begitu, Woon Yeo tetap maksa dirinya agar untuk tetap membuka mata dan mengucapkan kata-kata yang ingin di ucapkan nya. Nyatanya ia tak dapat, hanya beberapa kata terakhir saja yang hanya bisa keluar dari mulutnya.
"Sa-sayang Ma-maaf..kan aku." Lirih Woon Yeo.
Pandangan Woon Yeo kian memudar, matanya sudah benar-benar tidak tertahan lagi. Sakit yang ada di kepalanya pun sudah seakan ikut menguasai mata yang akan tertutup. Telinganya juga berdengung dengan sangat kencang, hingga ia sudah tidak dapat bertahan lagi dan akhirnya matanya pun terpejam.
Saat mendengar itu keluar dari mulut suaminya, Nam Yeon sudah memiliki firasat yang buruk akan keadaannya. Tangannya mulai gemetaran dan mendadak menjadi dingin sekali karena rasa kuatir yang mulai bergentayangan di pikirannya.
Dengan terpaksa Nam Yeon pun membatalkan semua rencana pesta ulang tahun itu dan mengajak keluarganya untuk pergi menyusul ayah Alin. Semuanya merasa sangat kuatir, mereka langsung buru-buru menuju ke lokasi terakhir GPS milik ayah Alin.
Sementara itu, Woon Yeo yang masih berada di dalam mobilnya sudah tak sadarkan diri setelah mengucapkan kalimat terakhirnya. Keadaan di sekitar tempat itu sangat kacau. Ada teriakan, ada tangisan, dan banyak sekali bunyi sirene yang menggema di sekitaran tempat kejadian.
Beberapa orang berlari kesana-kemari untuk menolong para korban tabrakan itu. Saat salah satu tenaga medis menghampiri mobil Woon Yeo, ia membuka pintu mobil yang sudah dalam posisi terbalik itu dan mengeluarkan nya dibantu oleh beberapa rekan.
Ada banyak sekali darah pada baju dan mobil Woon Yeo pada saat itu. Dengan segera para tenaga medis langsung membawa para korban tabrakan ke rumah sakit terdekat.
Sekarang keluarga Alin masih sedang dalam perjalanan menuju ke lokasi terakhir telpon Woon Yeo. Semuanya merasa sangat gugup, takut dan gelisah. Tapi Alin yang masih polos hanya diam memperhatikan mereka dengan bingung.
"Ibu, nenek dan kakek kenapa terlihat sangat gelisah? Apa yang terjadi?"
...Dringgg dringgg...
Telpon Nam Yeon tiba-tiba saja berdering.
"Bu, bisa tolong angkat telponnya?" Pinta ibu Alin yang masih fokus menyetir.
Karena Nam Yeon sedang menyetir, nenek lah yang mengangkat telpon yang berdering itu. Ia mengambil telpon itu dan melihat ada nomor yang tak terdaftar dalam kontak telpon yang memanggil, nenek pun mengangkat nya.
"Halo, ini siapa?" Sapa Nenek Alin.
"Halo, saya adalah salah satu tenaga medis dari rumah sakit gedung utama kota XX, apa benar ini keluarga nya tuan Lio Woon Yeo?" Ucapnya sopan.
"Ya, benar itu anak saya, ada apa?"
"Anak ibu sekarang masih berada di ruangan operasi, beliau terkena pendarahan pada kepala nya, tuan Woon Yeo perlu donor darah segera. Saya akan segera mengirim kan lokasi rumah sakit nya." Jelas orang itu.
Saat mendengar kabar anak seperti itu, nenek Alin benar-benar terkejut. Seketika jantungnya langsung berdegup kuat karena terkejut. Tubuhnya terasa lemas, ia merasa sangat terpukul mendengar berita itu.
"O-oh. Baik, kami akan segera ke sana sekarang. Terima kasih."
"Baiklah, kalau begitu saya tutup telponnya."
Setelah memutus kan panggilan, nenek Alin memberitahukan berita itu kepada suami dan menantu juga. Neneknya Alin merasa sangat sedih akan berita yang didengarnya.
Anak semata wayangnya itu mungkin kini diambang Kematian. Air mata pun mulai berjatuhan dari pelupuk mata, satu per satu air mata itu membasahi pipinya. Dengan berat hati, nenek memberitahukan kabar itu juga kepada yang lainnya.
"Tadi orang dari rumah sakit gedung utama kota XX berkata... Kalau Woon Yeo.. mengalami pendarahan di kepalanya, sekarang dia membutuhkan donor darah segera... huhuhu..." Perlahan, tangisnya mulai pecah.
Nam Yeon sontak terkejut, ia sampai mendadak menghentikan mobil mereka yang sedang melaju. Ia langsung menoleh ke arah ibu mertua nya yang ada di sampingnya itu dengan tatapan haus akan kepastian berita tersebut. Ia nampak nampak setengah percaya dan tidak percaya dengan kenyataan itu.
"Apa?! Wo-woon Yeo... Tidak, tidak mungkin....! Woon Yeo pasti baik-baik saja...! Tidak...! Huhuhu...! Ibu... Kau bercanda kan...?! Woon Yeo pasti baik-baik saja...!"
Nam Yeon seketika langsung tersedu-sedu,
ia menangis sejadi-jadinya di sana. Dengan mata yang masih berlinang, nenek Alin menggeleng pelan.
Kakek Alin yang sedang memangku Alin di belakang pun langsung merasa sangat terpukul, ia sama sekali tidak menyangka dengan apa yang terjadi kepada anak tunggalnya.
"Woon Yeo...?" Lirih kakek Alin yang mulai berlinang.
Bibirnya bergetar menahan tangis. Tatapannya begitu sayu, seketika itu juga seisi mobil langsung lemas mendengar kabar tersebut. Mobil itu kemudian di penuhi oleh tangisan yang begitu berduka. Tapi Alin benar-benar tidak paham dengan apa yang terjadi, ia hanya menatap bingung mereka.
Setelah menenangkan diri untuk beberapa saat, mereka kemudian pergi ke rumah sakit yang telah di beritahukan. Alin yang masih begitu kecil dan polos, tidak mengerti sama sekali dengan apa yang sedang terjadi. Karena merasa penasaran dengan apa yang terjadi, Alin mendekat ke ibunya yang sedang menyeka air mata di depan untuk bertanya.
"Bu, ibu kenapa menangis? Kakek dan nenek juga kenapa menangis? Ayah janji kan datang ke ulang tahun Alin?" ucap Alin dengan polos sambil memegang lembut pundak ibu nya.
Tetapi Nam Yeon sudah dipenuhi amarah yang begitu besar, dia sangat marah pada Alin. Hatinya seketika membatu terhadap Alin dan menyalahkan ini semua kepada Alin yang sebenarnya tidak tau apa-apa. Nam Yeon hanya diam tak menjawab, ia menatap begis Alin dan setelahnya menepis tangan Alin dari pundak nya dengan kasar.
"DASAR ANAK~~~~!, Ini semua gara-gara kau! Kalau saja kau tidak meminta aku untuk menelpon, ayah mu pasti tidak akan begini!!!"
Di sepanjang jalan suasana menjadi hening tanpa suara. Hanya dengan melihat tatapan ibunya tadi, Alin sudah tau kalau ibunya sedang marah padanya, tapi tidak tau marah karena sebab apa. Ia pun hanya bisa terdiam di sepanjang jalan sambil menundukkan kepalanya.
Sesampainya mereka di rumah sakit, mereka berempat langsung berlari ke unit gawat darurat di rumah sakit tersebut. Setibanya mereka semua di dalam, lampu ruang operasi masih menyala, yang menandakan kalau operasi masih berlangsung pada saat itu.
Dan mereka harus menunggu kabar di kursi tunggu yang ada didepan ruang operasi itu. Semuanya terlihat gelisah, begitupun dengan Nam Yeon. Dengan perasaan yang luar biasa kuatir nya, ia berjalan mondar-mandir di depan ruang operasi sambil menaruh ribuan harapan untuk keselamatan Woon Yeo saat ini.
Beberapa jam telah berlalu, lampu ruang operasi kini sudah mati. Dokter beserta beberapa rekannya keluar dari ruangan operasi dengan ekspresi yang terlihat sangat murung dari kejauhan.
Nam Yeon yang sudah tidak sabaran, dengan cepat langsung mengerumbuni dokter yang barusan keluar dari ruang operasi dengan sejuta pertanyaan di kepalanya.
"Dok, bagaimana kondisi suami saya Dok?" tanya Nam Yeon kelabakan karena kuatir.
"Maaf Bu, kami sudah berusaha semampu kami. Tapi.... pak Woon Yeo tidak bisa diselamat kan. Maaf... Kalau begitu, kami permisi dulu." Ucap dokter itu sambil menggeleng pelan.
Setelahnya dokter itu langsung pergi, meninggalkan Nam Yeon yang mematung dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Nam Yeon merasa sangat hancur, ia tidak menyangka dengan apa yang akan ia alami dalam waktu dekat ini. Ibu Alin saat ini benar-benar dalam keadaan terpuruk. Ia menangis dengan sejadi-jadinya, menangisi kepergian suami tercintanya.
Nenek dan kakek Alin juga sangat sedih dengan kepergian anak semata wayang mereka, namun mereka juga berusaha keras untuk menenangkan Nam Yeon yang bersedih. Alin yang melihat ibu nya menangis juga ikut bersedih. Ia mendekati ibunya dan berjongkok di sebelahnya.
Bukannya memberi tahu dan menenangkan anaknya, Nam Yeon malah semakin membenci Alin. Kini kebencian itu tumbuh di dalam hatinya. Nam Yeon yang sudah merasa risih dengan keberadaan Alin di dekatnya, merasa semakin benci dan kesal dengannya. Refleks Nam Yeon langsung mendorong Alin dengan keras hingga terjatuh ke lantai.
"AKU BENCI PADA MU!! Pergi kau! hiks.. hiks... Sialan!" bentak Nam Yeon pada Alin.
Alin yang di bentak oleh ibunya sendiri merasa ketakutan, ia tidak pernah melihat ibunya marah besar seperti ini sebelumnya. Alin benar-benar ketakut dengan ibu sekarang, Alin langsung berlari menjauh dan menangis tersedu-sedu di pojokan.
Kakek Alin tidak bisa berbuat apa-apa saat ini, ia juga tidak bisa memarahi Nam Yeon dengan situasi yang kacau sekarang. Kakeknya lebih memilih menghampiri Alin dan menenangkan nya.
"Huhuhu...hiks...hiks, kakek... Apa ibu sudah tidak sayang pada Alin lagi...? huhu.. Kakek..." Tanya Alin pada kakek nya sambil menangis tersedu-sedu.
"Tidak Alin, ibumu masih sayang padamu. Berhentilah menangis. Gadis kuat pernah menangis bukan?" Ucap kakek Alin berusaha untuk menghiburnya.
Dengan polosnya Alin hanya mengangguk-anggukkan kepalanya mengiyakan perkataan kakeknya. Setelah itu, Alin menghapus air mata yang telah mrmbasahi pipi chubby nya itu, lalu tersenyum seperti kakek yang tersenyum padanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 146 Episodes
Comments
SalsaDCArmy
like dan mampir jugaa yaa😅😅😅
2022-06-24
0
Di Za 🍁DF🍁
q mampir thor....
2022-04-15
0
Mεᧁαи𝓚𝓸𝓼𝓪𝓼𝓱𝓲՞ਊ ՞ HIATUS
mangattttsss
2021-08-29
2