BAB 5: LUKA YANG KEMBALI TERKOYAK!
**********
Setelah kejadian menggelikan antara Zahra dan dosen barunya yang tak di sangka menyukai sebuah buku penakluk wanita seperti itu. Antara percaya dan tidak percaya Zahra memilih untuk percaya karena dia sudah memvonis Arsyad sebagai dosen baru yang genit!
Seusai berbelanja kebutuhan tugasnya, Zahra dengan mengendarai motor matic berwarna birunya berjalan menuju cafe tempat Zahra bekerja.
Dia yang statusnya sebagai anak tertua harus bekerja keras untuk membiayai hidup adik dan ummi. Karena menjadi anak yatim bukanlah hal yang mudah.
Ayah Zahra meninggal karena menjadi korban tabrak lari dan harus meregang nyawa saat Zahra masih SMA.
Waktu terus berjalan dan dentingan jam terus berputar. Tak terasa Zahra sudah berhasil sampai tahap ini, berada di waktu-waktu skripsinya. Membuatnya harus ekstra sabar dan pandai membagi waktu antara belajar dan juga bekerja.
Bahkan Zahra harus pandai mencuri waktu dengan belajar di tempat kerja saat tak ada pelanggan. Seperti malam ini, Zahra duduk di sebuah kursi di sudut cafe sambil membuka buku pelajaranya.
"Udah mau skripsi ya, Dek?" tanya seseorang yang duduk di sebelah Zahra sambil meletakan 2 gelas teh hangat.
Zahra melirik orang itu, lalu tersenyum. "Iya Mbak, tinggal sebulan lagi habis itu langsung sidang." kata Zahra menatap Mbak Mia manajer cafe.
Mbak Mia mengangguk. "Di minum tehnya, Zaa?" tutur Mbak Mia menawarkan. "Trus, udah wisuda rencana kamu apa? Mau langsung nikah?" tanya Mbak Mia.
Zahra menutup buku, karena sudah cukup belajarnya. Dia harus istirahat sejenak. "Hmmm... Udah ada planing sih Mbak." Jawab Zahra.
Kemudian dia meneguk teh hangat, cukup melegakan perutnya yang sedang kurang bersahabat. Lalu Zahra melanjutkan. "Rencananya Zahra mau buka toko roti aja. Zahra juga udah kumpulin uang jauh-jauh hari untuk mempersiapkan semuanya." jawab Zahra dengan senyumannya.
Tapi berbeda dengan Mbak Mia yang langsung tertunduk dengan wajah muram. "Mbak kenapa?" tanya Zahra menatap lekat Mia yang tampak sedih.
Mbak Mia melirik Zahra dengan tatapan sendu. "Jadi nanti kamu enggak kerja di sini lagi dong?" tanyanya lirih membuat Zahra jadi tak enak hati.
Zahara mengenggam erat tangan Mbak Mia yang berada di meja. "Mbak, Insyaallah Zahra akan sering mampir. Mbak udah Zahra anggap seperti kakak Zahra sendiri!" ucap Zahra membuat mata Mia berkaca-kaca.
Zahra terenyuh,dan bahagia karena dia merasa beruntung banyak orang-orang yang menyayanginya. Banyak orang yang masih peduli dan masih menganggap keberadaannya.
Mbak Mia menubruk tubuh Zahra dengan pelukan erat. Zahra sempat terkejut hingga akhirnya dia membalas pelukan Mbak Mia dengan lembut.
Matanya mulai berlinang. "Kamu jaga diri baik-baik ya Zahra?" kata Mbak Mia yang sudah terisak.
Zahra kaget, pasalnya manajernya satu ini bukan wanita yang cengeng, "Kenapa Mbak menangis?" tanya Zahra lembut setelah melepaskan pelukannya.
"Mbak cuman sedih bakalan pisah sama kamu. Dan enggak bisa lihat tingkah kamu yang kadang ceroboh dalam bekerja!" kata Mbak Mia yang di balas kekehan oleh Zahra.
"Mbak ih, tadinya aku mau mewek. Tapi enggak jadi deh, air matanya udah masuk lagi." Zahra mendegus kesal sambil memanyunkan bibirnya seolah merajuk.
"Mbak juga pasti akan merindukan wajah merajukmu itu!" ujar Mbak Mia dibarengi dengan kekehannya.
"Oh, iya?" tiba-tiba Mbak Mia memekik.
"Apasih Mbak? Ngagetin aja!" protes Zahra.
"Pemilik cafe ini katanya mau dateng sama istrinya!"
"Oh, ya?"
"Iya, tadi si bos besar pemilik cafe ini mau datang berkunjung." kemudian Mbak Mia melirik ke arah jam tangannya, "Mungkin bentar lagi!"
Zahra mengangguk. "Yaudah, Zahra siapin cemilannya dulu ya? Masa bos besar mau dateng enggak ada sambutanya. Ntar aku malah di pecat sebelum wakutunya lagi, heheheh..." kekeh Zahra.
"Baru juga Mbak mau bilang begitu, Eh kamu udah peka aja. Thanks, Zaa?"
Zahra mengacungkan jempolnya. “It’s okey mbak!” serunya sambil tersenyum lebar. Lalu pergi kedapur untuk menyiapkan minuman dan beberapa camilan lainnya.
Setelah 25 menit, terdengar suara dari pintu depan orang saling menyapa. Tak lama kemudian Mbak Mia masuk ke dapur menemui Zahra. "Zaa? Pak bos dan istrinya udah dateng. Kamu anterin cemilannya kedepan ya?" pinta Mbak Mia.
"Siap Mbak!" sahut Zahra.
Setelah Mbak Mia kembali berkumpul dengan tamu. Zahra mulai menyusun beberapa teh dan cemilan di atas nampan. Lalu mengangkat nampan itu dengan hati-hati,
"Bismillah!" ucapnya dan mulai berjalan dengan hati-hati.
Sambil menunduk, Zahra memperhatikan nampan dan langkah kakinya takut jika dia tersandung dan malah membuat masalah.
Saat sudah berada di meja yang terdengar ramai itu Zahra sedikit membungkuk menaruh teh di atas meja.
Dan disinilah dia bertemu dengan seseorang yang sangat ingin dia lupakan. Seseorang yang untuk pertama kalinya menorehkan luka dan penolakan pada hati Zahra.
“Zahra?” sapa orang itu dengan suara yang sangat Zahra rindukan. Debaran jantung yang dia kira sudah tak terpengaruh oleh pria itu. Ternyata, masih tersisa di dalam hatinya.
Sekuat tenaga Zahra mencoba untuk menutup agar rasa itu tak pernah kembali untuk mengusik hatinya, Zahra tersenyum tipis lalu mendongak menatap Riswan.
“Hai, Kak!” sapa Zahra dengan nada formal. Membuat Riswan sedikit murung mendengar sapaan Zahra yang terdengar sangat asing baginya. Semua orang menatap Zahra dan Riswan secara bergantian.
"Kamu kenal sama Pak bos, Zaa?" tanya Mbak Mia tak sangka. Sedang Zahra dan Riswan hanya saling tersenyum tipis dalam kecangungan.
Hati Zahra terasa tercubit. "Oh, jadi dia pemilik cafe ini.? Harusnya dari awal aku sadar diri, gadis miskin sepertiku tak mungkin bisa bersanding dengan pria kaya sepertinya." batin Zahra lirih. Ya, lagi dan lagi dia menyesali cintanya. Mengapa dia begitu bodoh untuk jatuh cinta pada orang yang tidak tepat.
Ingin rasanya dia segera pergi dari hadapan Riswan. Tapi apa boleh buat kakinya seolah tertahan saat pria itu bertanya kepadanya dengan suara lembut yang sangat Zahra rindukan.
"Kamu kerja di sini?"
Zahra terseyum tipis, apalagi saat dia mendapati istri Riswan memandang tak suka ke arahnya. "I-Iya, Kak." jawab Zahra kikuk.
"Kamu kenal di mana sama dia?" tanya istri Riswan yang duduk di sampingnya. Memandang Zahra dengan senyum sinisnya.
“Sayang?” panggilan itu meruntuhkan pertahan yang berbulan-bulan di bangun Zahra.
“Kenapa aku begitu bodoh! Bisa menyukai pria yang tidak berperasaan seperti dia. Dan aku sangat bodoh karena dia masih bisa mempengaruhi hatiku untuk kembali terluka.”jerit hati Zahra pilu.
Riswan merangkul mesra pundak istrinya di hadapan Zahra. Zahra? Wanita yang 6 bulan yang lalu mengungkapkan perasaan padanya. Wanita yang hari itu hatinya dia lukai, kini pria itu kembali melukai hati Zahra.
Hati Zahra terasa tercabik-cabik melihat pemandangan itu.
Ternyata waktu beberapa bulan ini yang di gunakannya untuk melupakan Riswan sepertinya tak berhasil.
Nyatanya dia masih merasa sesak yang mendalam melihat pemandangan orang yang dulu di cintainya.
"Owhh." hanya itu, yang terucap dari bibir istri Riswan. Sangat jelas dia memandang rendah wanita seperti Zahra.
Semua orang mungkin mengakui jika istri Riswan lebih cantik dari Zahra. Tapi, siapa sangka jika pria se sholeh Riswan pun tak bisa memandang kecantikan hati yang di miliki Zahra dan tertipu oleh kecantikan dunia yang hanya sementara.
"Saya permisi!"sela Zahra beranjak meninggalkan pemandangan yang menyakitkan. Dia akui matanya mulai memanas dengan air mata yang mengenang tapi, air mata itu tak akan dia biarkan terjatuh kembali untuk seorang pria yang tak pantas untuk dia tangisi.
Zahra bersandar membelakangi pintu dan memeluk nampan yang di gunakannya. "Kamu kuat Zahra! Tidak ada lagi air mata untuk pria yang tak bisa menjadi milikmu!" gumam Zahra menyemangati dirinya sendiri.
Zahra melanjutkan kegiatannya untuk bersiap pulang karena dia merasa kurang sehat dan meminta izin pulang lebih awal.
"Zaa?" tiba-tiba Mbak Mia masuk ke ruang ganti pakaian dan menghampiri Zahra.
"Kamu udah mau pulang?"
Zahra mengangguk lemah, pasalnya kepalanya benar-benar sakit sekarang. "Iya Mbak."
"Ya ampun, Zaa! Wajah kamu pucat banget? Yaudah kamu pulanglah dan istirahat!" ucap Mbak Mia yang di balas anggukan oleh Zahra.
Zahra mulai memasukan buku-bukunya kedalam tas, dan dia memakai jaketnya guna menutup udara dingin angin malam.
Saat Zahra beranjak keluar Mbak Mia mencekal tangannya. Zahra menatap Mbak Mia penuh dengan tanya."Ada apa Mbak? Perlu sesuatu?" tanya Zahra.
Mbak Mia tampak ragu. "Ehmm.. Zaa, biasanya orang hamil suka makanan yang seperti apa?" pertanyaan itu membuat Zahra melongo. Pasalnya Mbak Mia belum menikah lalu, mengapa dia mempertanyakan itu.
Zahra menatap Mbak Mia penuh curiga. "Jangan suuzon dulu. Bukan aku yang minta!" ketus Mbak Mia membuat Zahra bernapas lega. Hampir saja dia berpikir yang tidak-tidak.
"Biasanya sih wanita hamil menyukai makanan yang asam-asam Mbak? Kata Ummi sih gitu!" jelas Zahra.
"Owhh."
"Emang buat siapa sih Mbak?" tanya Zahra penasaran.
"Ituloh, untuk istrinya bos Riswan. Kan lagi hamil muda." jawab Mbak Mia santai.
"Hamil?" tanya Zahra memastikan. Yang di balas anggukan oleh Mbak Mia.
"Zahra... Zahra, mengapa kamu terkejut. Kebodohanmu karena masih berharap pria itu milikmu? Bodooh karena kamu percaya dengan kata-kata pria itu. Dia bilang dia menikah karena terpaksa, dia bilang dia juga mencintaimu tapi sekarang, dia akan menjadi seorang ayah." batin Zahra merutuki dirinya yang terlalu naif.
"Biar aku buatkan rujak mangga muda dulu sebelum pulang!" usul Zahra.
Mata mbak Mia berbinar bahagia. "Kamu yakin?" yang di jawab senyuman oleh Zahra.
Sepiring rujak mangga tersaji di atas meja membuat Mbak Mia bernafsu. "Wah, kelihatannya enak banget!" serunya dengan mata berbinar. Sampai air liurnya juga hampir ikut menetes.
Zahra terkekeh geli dengan ekspresi manajernya. "Udah! Aku udah sisain buat Mbak di meja. Yang ini berikan kepada istrinya Kak Riswan. Dan satu lagi, jangan bilang kalau aku yang membuatnya!" pinta Zahra.
Mbak Mia menatapnya dengan penuh tanda tanya. "Tidak ada apa-apa! Lakukan saja. Aku mau pulang dulu!" tukas Zahra cepat sebelum Mbak Mia bertanya.
Mbak Mia mengangguk, "Assalamualaikum!"pamit Zahra.
"Waalaikumsalam, hati-hati Zaa!"
Zahra keluar dari pintu belakang, "Sepertinya sudah mau hujan. Pas sekali cuaca sedang mendung, semendung hatiku!"lirih Zahra.
Kemudian berjalan dengan mengucapkan Bismillah mengendarai motornya. Melewati kendaraan yang berlalu lalang di tengah kota itu. Di tengah dinginya malam hari bersama dengan angin malam yang bersatu dengan hatinya yang ingin menangis. Rintik hujan mulai turun membasahi bumi.
\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*
Ramekan guyss....
like, love, koment jangan lupa share juga...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Rinjani
ho ho Riswan apa Mia di hamili oleh Riswan waduh
2023-01-03
0
Dwi dewoll
remuk hatiku thor
2022-04-22
0
Dhevy yuliana
hai hai hai jangan lupa mampir di karya-karyaku berjudul
Suami Dingin Itu Adalah Guruku dan Story Of Yulianika
matur suwun
2022-02-22
0