Kringgg…
“Halo Creative Department. Iya konsep untuk iklan makanan ringan? Iya akan segera saya sampaikan.”
Kringgg…
“Creative Department. Jadwal meeting untuk iklan make up? Baik akan kami hubungi kembali.”
Kringgg...
“Creative Department selamat siang. Perubahan deadline iklan smartphone? Tiga hari lagi? Baik, terima kasih informasinya.”
Creative Department dan tumpukan pekerjaannya. Pemandangan yang sudah biasa untuk dilihat. Namun hari ini untuk pertama kalinya dalam dua tahun terakhir. Bencana menimpa Parama Ad, belum tapi segera.
Alasannya karena mesin mereka sedang mengalami kekacauan. Creative department saat ini sedang dibombardir tentang
semua deadline proyek – proyek mereka oleh departemen lain. Biasanya ini normal. Ya, jika pemimpin mereka ada disana. Namun tidak saat ini, Calya tidak ada disana.
Sudah beberapa hari sejak wanita itu absen tanpa keterangan, menghilang seperti anak kecil. Tidak ada yang tahu dimana dan mengapa dia menghilang.
“Aku menyerah!” ucap Davidya kepada kedua rekan magangnya.
“Apa? Kenapa?” tanya Rana padanya.
“Entah sudah berapa kali aku mondar – mandir untuk menjawab panggilan telepon. Dari tadi pagi mereka tidak berhenti bertanya tentang proyek, konsep, jadwal dan deadline. Aku tidak sanggup lagi,” gadis itu merengek, terlihat sangat frustasi.
“Memangnya hanya kau saja? Dari kemarin aku disuruh mba Qeiza mencari keberadan banyak file – file, aku bahkan tidak tahu apa – apa tentang semua file itu,” kali ini Rana yang mengungkapkan rasa frustrasinya.
“Sudahlah berhenti mengeluh. Semua orang juga frustrasi sekarang” Wikan mulai mencoba membuat kedua gadis itu mengerti.
“Kau sendiri bagaimana? Wajahmu juga terlihat kusut sekarang,” tanya Rana kepada Wikan.
“Tentu saja. Aku mondar – mandir dari tim mas Rezvan ke tim mas Kenzo. Aku bahkan tidak bisa mengingat dengan jelas
apa saja yang telah ku kerjakan,” pria yang tadinya ingin menenangkan kedua temannya kini malah ikut mengeluh.
Saat ini adalah saat – saat yang berat bagi semua orang di departemen itu, tak terkecuali bagi para karyawan magang disana. Mau bagaimana lagi sebagai bagian dari tim artinya juga harus memilkul tanggung jawab yang sama.
Tapi melihat kekacauan saat ini, sepertinya hal itu tidak pernah terjadi disana. Mungkin memang benar jika selama ini tanggungjawab itu telah dibebankan hanya pada seseorang. Tidak heran jika mereka terlihat seperti kumpulan anak ayam yang kehilangan induknya.
“Bagaimana ini? Apa belum ada kabar dari Calya?” Rezvan bertanya kepada kedua temannya.
Saat ini mereka sedang mengadakan rapat, hanya mereka bertiga.
“Belum ada,” jawab Qeiza lemas, sulit untuk menggambarkan raut wajahnya saat ini.
Pekerjaan yang membuatnya frustasi dan keadaan temannya yang membuatnya khawatir, semua tercampur jadi satu. Bahkan matanya sudah sangat merah saat ini, tinggal menunggu kapan air mata itu akan tumpah.
“Sudahlah! Lebih baik kita mulai membuat rencana sekarang. Sambil menunggu kabar dari Calya, kita harus tetap menyelesaikan semua pekerjaan disini,” Kenzo mulai membujuk kedua temannya itu.
Sulit baginya melihat temannya – temannya seperti ini. Dia tahu keadaan terasa sangat sulit bagi semua orang saat ini. Tapi lebih baik untuk mengambil inisiatif daripada ikut terpuruk, itu yang dia pikirkan saat ini.
“Bagaimana?” Kenzo bertanya kembali kepada kedua temannya, memastikan mereka tidak keberatan dengan idenya.
“Kau benar! Tidak baik untuk terus berada dalam energi buruk ini,” Rezvan terlihat kembali tegar.
“Jadi apa rencananya?” Qeiza juga sudah kembali mengumpulkan semangatnya, sepertinya Kenzo berhasil membuat teman – temannya kembali bangkit.
“Oke, pertama – tama kita harus buat ulang daftar semua proyek yang kita tangani. Lebih baik diurutkan dari yang paling dekat deadlinenya. Qeiza bisa kau arahkan stafmu untuk masalah ini. Pastikan untuk memeriksa perubahan deadline yang sudah dilaporkan,” Kenzo menyampaikan rencana dan mulai membagikan tugas untuk mereka bertiga.
“Lalu Rezvan tolong arahkan stafmu untuk mengumpulkan semua brief dari AE Department. Jika isi brief masih kurang bisa dipahami, langsung saja tanyakan pada mereka. Aku dan stafku akan memeriksa semua jadwal meeting yang harus segera dihadiri. Kita akan rapat lagi segera setelah tugas pertama ini selesai, bagaimana?” mereka semua setuju dengan rencana yang Kenzo sampaikan. Bergegas meninggalkan ruangan itu dan mulai bekerja.
Jam 4.10 sore ketiga orang itu kembali keruang rapat. Sesuai janji membahas hasil dari tugas yang telah mereka selesaikan.
“Ini daftar semua proyek yang telah kami urutkan sesuai deadline. For your information deadline tercepat adalah tiga hari lagi,” Qeiza menyerahkan sebuah map berisi beberapa lembar halaman didalamnya.
“Tiga hari? proyek apa itu?” Rezvan terkejut mendengar fakta yang disampaikan temannya itu.
“Iklan smartphone,” jawab Qeiza.
“Bagaimana dengan brief?” tanya Kenzo pada Rezvan. “Semuanya sudah terkumpul. Aku membaginya dengan stafku, kami bisa menjelaskannya pada kalian saat dibutuhkan,” jawab Rezvan.
“Baiklah sekarang aku akan menyampaikan masalah jadwal meeting. ternyata itu lebih padat dari dugaanku. Sehari bisa ada beberapa meeting yang harus dihadiri, bahkan dengan waktu yang hampir bersamaan,” Kenzo berbagi hasil tugasnya.
“Berarti kita semua harus bergantian menghadiri meetingnya,” Qeiza menyimpulkan situasinya.
“Masalahnya adalah bahkan jika kita bertiga bergantian menghadiri setiap meeting, kita harus menghabiskan banyak waktu diluar kantor. Artinya tugas utama kita dikantor akan terbengkalai,” Kenzo menjelaskan masalah yang mungkin akan mereka hadapi. tapi dia juga berusaha menawarkan solusi, “Kecuali..”
“Kecuali apa?” tanya kedua temannya.
“Kita membiarkan para staf untuk menangani pekerjaan kita dikantor,” ucapnya lagi.
“Tapi itu terlalu beresiko. Tanpa pengalaman yang cukup bagaimana mungkin kita membiarkan mereka menangani pekerjaan kita?” Kali ini Rezvan tidak langsung menyetujui ide dari temannya itu, bahkan Qeiza juga terlihat ragu.
“Ini adalah satu – satunya cara yang bisa dilakukan jika kita ingin menyelesaikan semua proyek sesuai deadline,” Kenzo tetap yakin pada idenya.
“Tidak ada cara lain. Kita hanya perlu mengarahkan mereka dan terus mengawasi setiap proses yang mereka lakukan,” Qeiza setuju dengan usul dari Kenzo.
“Baiklah kalau begitu,” mau tidak mau Rezvan juga harus setuju.
Setelah mengakhiri rapat kecil dan menetapkan keputusan, mereka benar – benar merubah cara kerja mereka 180 derajat.
Semua orang di department itu terlihat serius, jarang sekali melihat mereka sekedar ngobrol dan bercanda. Bahkan kerja lembur sudah tak bisa dihindari lagi, mereka melakukannya setiap hari.
Tujuan mereka adalah menyelesaikan semua proyek sesuai deadline yang ditentukan. Beruntungnya, mereka berhasil melakukannya. Satu persatu layout berhasil mereka serahkah ke AE Department tepat waktu. Membuat mereka bisa bernapas lega, walaupun hanya untuk sementara.
Kriinnggg…
“Creative Department. Iya? Creative Director? Beliau tidak ada. Baik!”
Raut wajah gadis itu telihat tidak enak. Dia berjalan kearah para staf yang sedang berkumpul.
“Mba Qeiza,” dia memanggil salah satu orang yang paling dekat dengannya.
“Iya,” wanita itu menoleh, Davidya melangkah lebih dekat kearah Qeiza mengucapkan sesuatu dengan suara yang pelan, hampir seperti berbisik.
Qeiza bergeming unuk beberapa saat, namun memberi tanda kepada Davidya untuk kembali ke pekerjaannya setelahnya. Dia segera berjalan kearah Kenzo dan Rezvan, membawa kedua pria itu keluar dari ruangan.
“Davidya..pssttt,” Rana memanggil dengan suara yang pelan.
“Apa?” Davidya juga menjawab dengan suara yang pelan. Semua orang sedang sibuk dengan pekerjaan mereka, tidak mungkin jika mereka dengan terang – terangan mengobrol.
“Telepon dari siapa itu tadi? Kenapa mereka bertiga langsung pergi?” Rana penasaran dengan apa yang sedang baru saja terjadi.
“Seseorang menelpon bilang ingin bertemu dengan orang yang bertanggungjawab disini,”
gadis itu menjelaskan apa yang ia dengar.
“Apa mereka ingin memberi selamat lagi? Terakhir kali dipanggil itu yang terjadi kan?” Rana mencoba menerka.
“Entahlah, tapi aku tidak begitu yakin tentang itu,” jawab Davidya.
“Kenapa?” Rana muli bingung,
“Terakhir kali orang yang menelpon bicara dengan suara yang ramah, sedangkan barusan terdengar tidak menyenangkan,” Davidya menyampaikan pendapatnya sesuai dengan apa yang dia dengar.
“Lalu, apakah itu berarti sesuatu yang buruk?”
“Kalian yang bertanggungjawab dengan semua ini?” seorang pria paruh baya menunjukkan beberapa dokumen kepada ketiga orang itu.
Mereka melihat semua dokumen yang terletak diatas meja, mengenalinya sebagai layout yang telah mereka kumpulkan sebelumnya.
“Iya pak,” jawab Kenzo. Raut wajah ketiga orang itu mulai terlihat tidak enak, mereka mulai resah.
“Iya? Kalian ingin main – main di Parama Ad? Kami mendapatkan komplain karena semua ini! Amatir, ceroboh, tidak kompeten! Apa kalian ingin menghancurkan nama baik perusahaan?” nada suara dan kata – kata yang keluar dari pria itu benar – benar menghancurkan perasaan Qeiza, Kenzo dan Rezvan.
Mereka bertiga bahkan tidak punya kata – kata yang bisa diucapkan sebagai pembelaan, yang mereka lakukan hanyalah tertunduk.
Sementara pria itu terus melampiaskan kekesalan dan emosinya dengan menggunakan kata – kata yang tajam.
“Saya tidak mau tahu! Bagaimana pun caranya kalian harus memperbaiki ini sesegera mungkin. Jika tidak maka kalian yang harus bertanggung jawab, paham!”
Pria itu menyelesaikannya dengan sebuah
peringatan keras, bahkan tanpa basa – basi mempersilahkan mereka pergi dari ruangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments