Creative Department terlihat semakin sibuk dengan tambahan proyek istimewa mereka. Pemandangan kantor yang selalu sepi setelah jam empat sore kini jarang terlihat, beberapa bekerja lembur hampir setiap hari.
Hampir semua staf selalu terlihat disana. Jika tidak melihat salah satunya disana, maka mereka pasti sedang bekerja diluar kantor. Seperti yang dilakukan Calya saat ini, menuju kesebuah kafe untuk mendiskusikan tentang proyek Niskala.
Tentunya sudah dapat ditebak dengan siapa ia akan bertemu. Dikafe yang sama dimana mereka melakukan rapat untuk pertama kalinya.
“Aku tidak terlambat kan?” wanita itu langsung duduk sambil memeriksa jam di tangan kirinya.
“Benar! Tepat jam dua,” wanita itu yakin tidak perlu mengucapkan kalimat basa – basi seperti ‘Apa kau sudah menunggu lama?’ atau bahkan meminta maaf saat ia yakin ia datang tepat waktu.
“Kau benar, aku memang sengaja datang lebih awal,” Ray memberi respon atas kalimat yang diucapkan Calya.
Sebenarnya kalimat yang diucapkan Calya bukan murni pertanyaan, entah apa pria itu sadar atau tidak. Sesuatu yang disadari oleh Ray adalah dia berharap Calya akan
merespon dengan bertanya alasannya datang lebih awal.
Tentu saja itu hanya harapan, Calya tidak menyadari sinyal seperti itu –tidak pernah-.Calya hanya sibuk mempersiap bahan – bahan yang sudah dia bawa. Menunjukkannya pada pria itu, selalu seperti itu –langsung ke inti dan tujuan-.
“Ini adalah konsep yang timku sudah persiapkan. Silahkan diperiksa,” Ray yang masih berharap akhirnya tersadar.
“Haahh.. baiklah,” dia menghela napas sebelum mulai membaca.
Beberapa menit berlalu dengan Ray yang terpaku pada tablet ditangannya. Sejenak Calya memperhatikan wajah pria itu. Rambut, alis, mata, hidung dan bibir. Entah sejak kapan itu menjadi kebiasaannya. Aura maskulin lekat dengan pria itu, pikirnya.
Dia memperhatikan postur tubuh pria yang sedang membaca itu ‘Sebenarnya dia
cukup keren jika sedang bekerja, sayang sekali dia cukup menyebalkan,’ ucapnya lagi.
“Apa aku sekeren itu?” Ray tiba – tiba berbicara, dia mengalihkan tatapannya dari tablet dan menatap wanita itu “Kau begitu terpaku menatapku.”
Calya terkejut karena telah tertangkap basah, tapi tidak mungkin dia akan mengakuinya dia hanya memasang raut wajah tanpa ekspresinya. Ray kembali melihat ke tablet sambil tertawa kecil. Calya melihat itu dan kembali berucap dalam hati ‘kuralat ucapanku tadi, dia sangat menyebalkan!’
“Kenapa kalian memilih konsep ini?” tanya Ray. Dia telah selesai membaca, memberikan kembali tablet itu ke pemiliknya.
“Setelah mempelajari respon masyarakat atas proyek kemarin. Kami melihat minat masyarakat cukup tinggi karena model iklan kita. Makanya kami memilih konsep yang sesuai dengan citra Ayuna,” Calya menjelaskan alasannya.
Ray belum merespon, hal pertama yang dia lakukan adalah meletakkan punggungnya di sandaran kursi.
“Tidak ada yang salah dengan konsep kalian, hanya saja alasan kalian yang membuatku ragu,” akhirnya pria itu mengutarakan pendapatnya setelah mengambil waktu untuk berpikir.
“Jadi? Apa kami harus mengubah konsepnya?” tanya Calya.
“Kau tidak ingin tahu apa alasanku dulu? Tidak seperti biasanya,” pria itu cukup merasa heran dengan respon yang diberikan oleh Calya.
“Baiklah, apa alasannya?” Wanita itu akhirnya bertanya seakan menyerah dengan situasi, sementara tangannya masih sibuk dengan pena dan buku catatan.
Ray masih merasa heran tapi ia tetap menjelaskan “Menghubungkan trend, minat pasar dan keunggulan produk.”
Pria itu terdiam, sejenak ia berpikir Calya akan memberikan respon seperti ‘Lalu?' atau ‘Apa hubungannya dengan ini?’ seperti yang biasa wanita itu lakukan, tapi wanita itu hanya diam menunggunya melanjutkan kalimatnya.
“Itu yang kalian lakukan pada proyek sebelumnya. Tapi kali ini aku merasa kalian hanya memanfaatkan apa yang sudah ada, bukan memberikan sesuatu yang baru,” ucap Ray melanjutkan penjelasannya.
Dia memperhatikan Calya yang sibuk mencatat. Bukannya mencoba memahami sambil terus bertanya seperti yang biasanya dia lakukan, tapi hanya mencatat semuanya sebagai pengingat.
“Apa ada lagi?" wanita itu mulai bertanya. Bukan sebuah pertanyaan untuk membuatnya lebih yakin, hanya memastikan bahwa dia tidak melewatkan sesuatu.
“Aku juga terganggu dengan poin bahwa kalian memilih konsep ini untuk menyesuaikannya dengan citra model kita. Perlu diingat kalau disini kita tidak sedang menyiapkan panggung untuk Ayuna, tapi berusaha membuat sinergi yang baik antara model dan produk. Jadi harus dipastikan bahwa masyarakat bisa melihat kedua pihak, tidak hanya satu pihak,” Ray hanya melihat Calya mengangguk kecil sambil tetap mencatat.
“Apa kau sedang ada masalah?” tanya pria itu lagi.
”Apa?” Calya merasa heran dengan pertanyaan itu.
“Dari tadi aku perhatikan kau bersikap aneh, tidak seperti biasanya. Apa kau sedang ada masalah?”
Ray benar – benar ingin memastikan bahwa tidak ada masalah dari keanehan - keanehan yang dilihatnya saat ini.
“Apa masih ada lagi yang harus kami perhatikan untuk konsepnya?” Calya menanyakan pertanyaan dengan topik yang berbeda, menolak untuk menjawab pertanyaan Ray.
Pria itu menyerah, “Tidak ada. Hanya pastikan kalian memperhatikan setiap detail dengan baik,” Calya mengangguk, dia terlihat membereskan semua barang – barangnya.
“Kau akan pergi sekarang?” tanya Ray.
“Ya,” jawab Calya singkat, “Apa kau masih ada pekerjaan?” tanya pria itu lagi.
“Aku harus menjelaskan hasil diskusi
ini pada tim ku,” jawab Calya lagi.
“Tapi kau belum makan apapun,” Ray mencoba mencegah kepergian Calya.
“Aku akan makan dirumah, Permisi,” tanpa menunggu jawaban Calya langsung berdiri, meninggalkan meja dan pria itu sendirian disana.
Ray hanya bisa menatap kepergian Calya dengan penuh tanda tanya, ‘semoga saja tidak ada masalah dengannya?’ ucapnya dalam hati.
***
Beberapa hari kemudian kedua orang itu kembali bertemu, masih mendiskusikan hal yang sama. Bukan ditempat yang sama, kali ini di tempat yang berbeda. Tempat yang baru bagi mereka berdua untuk bertemu, tapi tidak asing bagi Calya.
Malam itu mereka menghabiskan waktu disana, Calya , Qeiza, Kenzo dan Rezvan. “Maaf aku terlambat” kali ini wanita itu sungguh – sungguh minta maaf karena datang lewat lima menit dari janji temu mereka.
Calya memang sudah buru – buru menyelesaikan semua pekerjaannya dikantor, kemudian datanglah Rezvan yang ingin mendiskusikan desain web dengannya. Membuatnya mengundurkan jam temu mereka dari jam tiga ke jam empat sore, tapi tetap saja dia terlambat.
Ray mempersilahkan wanita itu untuk duduk, “Makan dan minumlah dulu, ” ucapnya saat melihat Calya mulai sibuk mengeluarkan barang – barang dari dalam tasnya.
“Tidak usah, langsung saja..”
“I insist!”.
Belum sempat Calya menyelesaikan kalimatnya pria itu buru – buru memotongnya. Dia benar – benar tidak bisa menolak saat tak lama pramusaji datang dengan membawa beberapa makanan dan minuman.
Entah kapan pria itu memesannya. Suasana tenang untuk beberapa menit selama mereka menyantap makanan. Bahkan setelah selesai, suasana sunyi itu masih menyelimuti mereka berdua.
Calya bingung apa yang harus ia katakan. ‘Kenapa kau repot – repot memesan makanan untukku?’ terdengar kasar, ‘makanannya enak, terimakasih,’ terdengar buruk dan ‘Bisa kita mulai sekarang?’ terdengar tidak sopan. Jadi dia putuskan untuk tetap diam, menunggu pria itu bicara duluan.
“Apa makanannya enak?” akhirnya Ray bicara, “Ya, terima kasih,” setidaknya wanita itu tidak mengabaikan tata krama untuk gengsinya kali ini.
Suasana sesaat kembali sunyi, hanya suara dari ketukan jemari Calya diatas meja yang terdengar.
“Kau mau mulai sekarang?” Ray sadar wanita yang duduk di depannya itu sedang gelisah.
“Ya!” bahkan mungkin sedang terburu – buru, dilihat dari responnya yang cepat.
Sangat jelas tergambar dari tingkah lakunya saat ini. Bagaimanapun hal ini pasti disadari oleh Ray, dia selalu memperhatikannya. Tapi dia lebih memilih diam dan fokus pada pekerjaannya dulu, setidaknya untuk saat ini.
“Kalian benar – benar melakukannya seperti yang aku katakan,” ucap pria itu, masih terpaku dengan tablet ditangannya.
“Apa masih ada yang kurang?” Calya bertanya demikian karena kata – kata Ray terdengar ambigu, bahkan terkesan tidak puas.
“Tidak ada,” jawab pria itu, tapi tetap saja tidak terdenar meyakinkan.
”Benarkah? kalau begitu kita bisa menggunakan konsep ini kan?” Calya memastikan kembali dan melihat pria itu menganggukan kepalanya.
“Baiklah kalau begitu,” setelah yakin ia mulai bersiap mengemasi barang – barangnya.
“Sepertinya kau sangat sibuk akhir – akhir ini. Jangan kerja terlalu berlebihan. Sekali – kali pergilah ketempat – tempat seperti ini, salah satu cara untuk menghilangkan penat.”
Ray mencoba memberi nasihat kepada wanita itu. Tapi Calya tidak merasa seperti itu, “Sepertinya kau salah paham.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments