“Sebenarnya kalau boleh saya bicara, konsep seperti ini juga akan mendatangkan banyak peluang baru,” secara tiba – tiba Ray mulai berbicara.
Saat dia merasa mendapatkan perhatian penuh dari semua orang dia kembali melanjutkan ucapannya.
“Seperti yang sudah dijelaskan oleh rekan saya sebelumnya, konten seperti ini mungkin diperuntukkan bagi mereka yang memiliki banyak penggemar. Tapi konsep ini juga akan menguntungkan kedua belah pihak juga, diluar dari bayaran yang ditawarkan pada sang artis. Karena konsep ini akan menjangkau banyak orang melebihi batasan penggemar yang dimiliki, atau lebih tepatnya orang – orang diseluruh dunia. Tidak peduli apakah mereka orang biasa ataupun para pelaku bisnis diluar sana. Seingat saya brand – brand seperti BVLGARI dan CELINE sering merangkul artis – artis sebagai model mereka berkat konten media sosial meka yang viral. Intinya adalah banyak brand – brand terkemuka diluar sana yang mencari potensi baru dengan mengamati sosial media para artis dan saya sangat yakin nona Ayuna bisa menjadi yang berikutnya.”
***
“I can’t believe it!” ucap Calya, arti dari kalimat itu tergambar jelas di ekspresi wajahnya saat ini.
Namun, ekspresi itu seketika berubah menjadi ekspresi kesal “Bagaimana kamu bisa tahu kalau dia tertarik dengan BVLGARI dan CELINE?” tanyanya pada Ray.
Mereka sedang berada dalam mobil untuk kembali ke Parama Ad saat ini, Ray yang sedang menyetir menjawab pertanyaan Calya tanpa melihat kearahnya “I found that from her social media.”
Calya terdiam dan berpikir sejenak, saat sesuatu terbesit di benaknya dia kembali bertanya “Sejak kapan? Jangan bilang kalau kau sudah tahu itu sejak sebelum kita tiba disana!”
Nada suaranya semakin meninggi saat mengucapkan pertanyaan itu. Ia berpikir jika memang sudah tahu sejak awal dan membiarkannya kesulitan disana maka ia akan meledak saat itu juga.
“Easy miss. You have to know that I worked hard here. Aku mencari semua informasi itu saat kau sibuk dengan presentasimu.”
Jawaban pria itu menghilangkan emosi yang hampir tumpah dari Calya, ‘cerdas’ pikirnya.
“Kalau dipikir – pikir lagi ini tidak benar!” kali ini giliran Ray yang bicara tiba – tiba. Calya yang kaget langsung bertanya “Apanya?”
Tanpa membuang waktu pria itu langsung menjawab “Aku rasa tidak berlebihan berharap mendengar ucapan terimakasih atas kerja kerasku tapi apa yang kudapat? Sebuah tuduhan?” Ray ternyata pria yang cukup sensitif, dia langsung paham atas tuduhan gadis itu terhadapnya dan melancarkan protes seketika.
‘Ya mau bagaimana lagi, kamu hanya diam sepanjang meeting namun tiba – tiba bicara disaat – saat terakhir. Wajar saja kalau aku curiga’ itu yang diucapkan Calya dalam hatinya. Tapi akan sangat keterlaluan jika ia benar – benar mengucapkannya setelah dia membantunya tadi, makanya ia urungkan.
“I’m sorry,” ia mengganti ucapannya, “And..” namun pria itu sepertinya mengharapkan lebih “Thank you,” tambah wanita itu lagi.
Itu tidak cukup, tidak bagi pria itu “No.. no.. I doesn’t feel right. There’s no sincerity at all.”
Wanita itu mulai kehilangan kesabarannya “Then what you want me to do, sir?”
Pria itu tersenyum kecil “Aku menghabiskan banyak tenaga untuk mencari informasi tadi. Jadi kau harus menggantinya.”
Calya menatapnya dengan tatapan tidak mengerti “And how?”
Seketika pria itu membanting stir mobil dan berputar arah membuat Calya kaget “Apa ini! Mau kemana kita?”
“Ketempat yang memberi kebahagiaan”
“What!”
Mereka tiba disebuah restoran yang lokasinya jauh berlawanan arah dari Parama Ad. ‘Kenapa harus jauh – jauh datang kesini kalau hanya untuk makan?’ pikir wanita itu.
Ia mengeluh, apalagi setelah melewati pintu masuk restoran itu terlihat biasa saja baginya. ‘Tidak ada yang istimewa disini’ Calya tenggelam dalam pikirannya yang sedang meneliti desain ruangan itu. Tanpa sadar berjalan sendiri kearah yang berbeda dengan Ray. Pria itu sadar dan buru – buru menggapai lengan wanita itu.
“Not there miss!” ucapnya sebelum menarik tangan gadis itu, mengajaknya masuk kesebuah lift.
Ketika pintu lift terbuka untuk sesaat wanita itu terkesima, penilaiannya terhadap restoran itu berubah seketika. Rooftop gedung itu menampilkan hal yang berbanding terbalik dari lantai dasarnya. Didominasi dengan warna putih, beberapa pintu kaca dibiarkan terbuka. Kedua orang itu terus melangkah menuju ke bagian tanpa atap, dimana terdapat beberapa gazebo dengan bantal – bantal berwarna terang. Pria itu mengajaknya duduk disalah satu meja berbentuk bulat, yang mengarah langsung pada pemandangan bukit disana.
“I just know there’s a place like this,” kata – kata itu keluar begitu saja dari mulutnya, mungkin sebuah efek yang tercipta dari rasa kagum.
“It’s one of the hottest,” Ray membalas ucapan Calya sambil memilih menu, dia menyerahkan buku menu pada wanita itu saat ia selesai.
Pria itu terus menatapnya selama ia memutuskan menu makanan yang akan ia pesan. Ada sesuatu yang untuk sementara ia tahan untuk katakan dan langsung ia utarakan sesaat setelah pramusaji pergi “You'd never been in a relationship don’t you?”
Wanita itu terkejut, entah karena nada bicaranya yang tegas atau isi kalimat itu atau mungkin keduanya.
“How could you know?” respon seketika yang keluar dari mulut wanita itu.
“Like I said, it’s one of the hottest place. Apalagi bagi para pasangan. Tapi kau terlihat seperti tidak pernah pergi ketempat seperti ini sebelumnya. So, it’s mean that you never been in a relationship before!”
Wanita itu terkesan, bagaimana pria itu bisa membahas sesuatu yang bersifat personal dengan teoritis terlebih lagi dengan gaya yang frontal.
“Well.. well.. what a good point. Tapi kupikir bukan sesuatu yang salah untuk tidak pernah berada dalam suatu hubungan,” Alih – alih menghindar atau mengelak, wanita itu memilih untuk mengutarakan opininya.
“Of course! Aku bukan orang yang berpikiran sempit. It’s 100% your right to choose. Yang terpenting adalah the meaning behind that choice,” Tidak ada sanggahan juga dari pria itu, dia hanya melanjutkannya dengan menambahkan opini yang lain. Tapi itu membuat wanita itu heran.
“Kenapa harus ada sesuatu dibalik pilihan? It might’ve be chosen just like that.”
Kalimat itu mengekspresikan keinginan si wanita untuk mempertahankan opininya, begitu juga dengan si pria saat dia menjawab.
“There must be something. Melarikan diri, menghindar, trauma, benci, takut atau mungkin yang lainnya. The question is… which one is yours?” Begitulah percakapan itu berakhir sebelum pramusaji datang dengan membawa pesanan mereka berdua dan mereka makan dengan tenang.
***
Tempat ini indah. Bahkan hanya dengan berdiri dipinggir rooftop ini dan melihat pemandangan disana sudah menyenangkan. Sayang sekali aku baru tahu tempat seperti ini sekarang.
Mungkin benar yang Qeiza katakan, bahwa aku menghabiskan dua tahun terakhir hanya untuk bekerja.
“Ini lebih indah saat senja” tiba – tiba saja pria ini muncul.
“Coba bayangkan, matahari terbenam disebelah sana. Warna emas dari matahari dengan kombinasi warna orange, merah, biru, dan ungu sebagai latarnya. Saat matahari sudah menghilang dan semua menjadi gelap, lampu – lampu disini akan menyala. Kau akan menikmati melihat langit gelap dengan kelap – kelip bintang dan lampu dari bangunan - bangunan disana. Aku jelaskan ini padamu karena kau belum pernah pergi ketempat seperti ini,” Pria ini, kadang aku merasa seperti ia bisa menerewang dan membaca isi pikiranku.
“Why are you being emotional all of sudden?” hanya kata – kata ini yang bisa aku pikirkan saat ini. Aku tidak mau terlihat seperti orang yang sedang tertangkap basah.
“Actually life is about being emotional. Senang, marah, sedih, takut, malu, bersemangat. That’s all life. But I don’t see it from you,” Apa maksudnya sebenarnya.
“So you want to say that I am not alive!” Pria ini jelas tahu bagaimana membuat orang kesal. Dia terlihat berpikir sekarang, coba lihat apa yang akan dia katakan selanjutnya.
“To be honest you look more like a working machine. It’s like.. ada pekerjaan yang harus kuselesaikan, always. Haha..”
Dia tertawa? Dia pikir ini lucu? Tidak. Aku yang bodoh jika terus mengikuti permainannya.
“Haha.. are we done here because I want to go back.”
Kuberi penekanan pada beberapa kata
terakhir. Ini bukan pertanyaan melainkan perintah secara tidak langsung. Aku melangkah lebih dulu agar dia bisa mengikutiku. Tapi sebuah tangan yang memegang lenganku, dia menghentikanku.
“How about this. Aku akan membawamu ke banyak tempat seperti ini to make you realize that this is a life, dan kau harus mencobanya.”
Dia melepaskan tangannya dari lenganku, melangkah lebih dekat padaku “To feel all the emotion. That’s my special offer for you.” Dia mengucapkan itu tepat didepanku sebelum melangkah pergi.
Setelah beberapa langkah suaranya kembali terdengar “Let’s go!” membuatku tersadar bahwa aku juga harus berjalan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments