“Siapa sebenarnya kamu?” tiba – tiba pria ini mengatakan sesuatu hal yang aneh.
“Apa?” tanyaku tak mengerti.
“Waktu pertama kita rapat, Calya yang aku lihat adalah orang yang tegas dan fokus. Tapi seharian ini kamu seperti mesin berjalan yang pikirannya melayang kemana – mana.”
Oh iya, dia berbicara seolah dia tahu segalanya tentang diriku.
“What’s wrong? You can tell me,” tambahnya lagi.
Apa ini? Kenapa tiba – tiba ada dalam caring mode?
“Tidak ada apa – apa.”
“Oke, tidak ada apa – apa. But you know what? I’ve been talking by my self all day long, no one response me and suddenly you will say ‘what?’ out of nowhere,” Persis seperti dugaanku. He got me.
“Are you even here now? Hallo.. is Calya here..” ucapnya sambil melambaikan tangan tepat didepan wajahku seolah aku sedang berada jauh diseberang jalan.
Kutepis tangan nya agar dia berhenti, “Bisakah anda berhenti.”
“You know what you don’t have to be so formal with me, anda .. saya.. I mean not in a breaktime like this,” baiklah jika itu yang dia mau, “Yeah, whatever.”
“I think you need to be relax, chill, enjoy your life!” lucu sekali mendengarnya berusaha menasehatiku.
“Enjoy my life.. haha.. then tell me, the interview that we do. Is that one of your ‘enjoying life’ moment?” tanyaku mulai kesal.
“Hey, I am professional. Work is work!”.
Benar, mungkin maksudnya membuatku bekerja.
“All that question doesn’t seem professional to me,” ucapku lagi, kali ini sedikit sinis.
“You are new in this field, don’t you?”
Tunggu dulu, “What!..” apa dia memandangku remeh sekarang.
“Maaf menunggu lama,” tiba – tiba pelayan waitress datang sebelum aku sempat membalas kata – katanya.
“Selamat menikmati” ucap sang waitress sebelum meninggalkan meja.
“Kita lanjutkan setelah makan,” katanya sambil memegang peralatan makan.
***
Kedua orang itu menyantap makanan mereka dengan tenang. Mereka berdua mungkin memiliki pemikiran yang sama bahwa sebuah hidangan harus dinikmati dengan baik. Terlihat dari ekspresi wajah mereka yang begitu menikmati setiap suap yang masuk ke mulut mereka. Bisa juga karena perjalanan panjang yang mereka lakukan
membuat makanan itu terasa jauh lebih enak, yang terpenting adalah mereka menyantap habis makanan mereka.
Setelah menghabiskan makan siang, mereka langsung beranjak meninggalkan restaurant, tentu saja setelah membayar. Sempat terjadi ketegangan saat didepan kasir. Hanya konflik kecil, tentang siapa yang akan membayar.
Satu memegang gengsi sebagai seorang pria, sedangkan yang satu lagi memegang gengsi untuk tidak mau berhutang. Disanalah mereka bertahan dengan masing – masing memegang kredit card di tangan mereka.
“Jadi pembayaran akan dilakukan terpisah atau tidak?” tanya wanita yang bertugas di mesin kasir.
“Ya!”
“Tidak!” Jawab kedua orang itu bersamaan.
Kedua jawaban berbeda yang mereka berikan jelas membingungkan kasir wanita tersebut.
“Kami akan bayar menggunakan ini,” Ucap Ray sambil menyodorkan kartu kreditnya.
“Hey!” Calya mulai protes. Dia sedikit terlambat karena si kasir sudah menerima kartu kredit Ray dan memproses
pembayaran. Namun, tidak mengubah keinginannya untuk tidak berhutang.
“I’ll pay you back. How much was it?” tanyanya masih gengsi.
“You don’t have to,” pria itu menolak.
“Aku nga mau punya hutang,” tapi wanita itu memaksa.
“Hutang? Ok, how about this? I pay for lunch, you pay for dinner. Then kita impas!” pria itu mencoba menawarkan solusi.
“Ok, fine. Wait ..” Calya buru – buru setuju karena ingin melunasi hutang. Tapi saat otaknya sudah kembali bekerja dia sadar bahwa tawaran itu tidak menguntungkan. Karena itu artinya dia harus makan malam bersama Ray. Sekali lagi dia terlambat untuk menyelamatkan diri dan jatuh dalam jebakan, pikirnya.
Tiiitt.. tiiitt..
Sebuah klakson mobil menyadarkannya. Ray yang berada di dalam mobil memanggilnya untuk segera masuk. Calya bergegas dan mereka berdua kembali melanjutkan pekerjaan mereka.
Calya kembali ke mode diamnya, sejenak dia lupa bahwa pekerjaannya belum selesai dan perjalanan mereka masih panjang. “Masih berapa banyak lagi?” Tanya Ray.
Alih – alih menjawab pertanyaan itu, Calya malah menunjukkan kertas yang berisikan list para artis kepadanya. “Hmm.. *it will take us until dinner to finish it, *” ucap Ray lagi.
Calya menghela nafas panjang, sedikit meratapi nasibnya. Jika ini adalah mimpi, maka ini tergolong mimpi buruk baginya. Bahkan untuk sekedar marah – marah di dalam pikirannya dia sudah tidak sanggup. Dia sudah kehilangan tenaga karena telah melakukannya sejak pagi tadi.
“Is it that bad to work with me?” Ray tiba – tiba berbicara, membuatnya kaget. Dia pikir pria itu telah membaca pikirannya.
“Why don’t you answer me? Are you serious?” Calya hanya diam dan menatap pria itu. Melihat ekpresi wajah Ray yang seperti tidak percaya membuatnya sedikit
kasihan.
“Aku nga pernah selama ini dengan orang selain anggota timku. It’s quiet uncomfortable,” Calya menjawab, dia sedikit berbaik hati sekarang.
“You should feel honor. It’s a rare opportunity. You might learn something,” tapi pria itu kembali mencoba menyobong.
“Oh really? Then tell me what can I learn from this interview thing?” Calya sedikit menantangnya.
“You’ll find out soon!”
Pukul 20.20. Mereka berhasil menyelesaikan pekerjaan mereka dan pada akhirnya mereka harus bersama di sebuah meja untuk makan malam. Sesuatu yang sudah diprediksi atau setidaknya dijanjikan.
Disanalah mereka, menikmati makanan yang terasa seperti sebuah hidangan perayaan atas selesainya pekerjaan mereka.
“So, ready to continue?” Ucap Ray setelah mereka selesai menyantap semua makanan.
Wanita diseberang meja merasa sedikit heran. Alih – alih berkata –terimakasih-atas-kerja-kerasnya-hari-ini- sebagai penutup hari dia malah mendengar kata – kata yang menandakan bahwa pekerjaannya hari ini masih belum usai.
“Lanjut? Bukannya semua udah selesai ya?” Calya mulai merasa tidak enak.
“Interview-nya memang udah selesai, but we haven't choose yet right?”
Wanita itu mengeryitkan alis saat mendengarnya, “I thought it would be on you and your team!”
“It could be me with someone else too,” pria itu menjawab dengan santai. Terlalu santai bagi si wanita hingga mengganggapnya sebagai guyonan. Apalagi ditambah dengan ekspresi wajah si pria yang cukup –nyeleneh- baginya, memperkuat keyakinannya saat itu.
“What is this actually?” tanya si wanita. Kini dia tak lagi memedulikan posisi klien pada pria itu.
“You said you want to learn something from me, come on I’ll teach you something!” Ray melangkah pergi keluar restaurant, sementara Calya mengikutinya dari belakang. Mereka tidak melangkah begitu jauh, hanya pergi ke sebuah taman diluar restaurant. Disalah satu bangku taman itu kini mereka duduk.
Mungkin terasa terlalu mudah bagi Calya untuk mengikuti kata – kata Ray saat ini. Tapi sebenarnya dia hanya ingin membuktikan apakah ini memang karena pekerjaan atau hanya sekedar alibi yang pria itu buat atas kelakuan – kelakuan konyol nya hari ini.
Wanita itu duduk, menyandarkan punggungnya, menyilangkan tangan didada sambil menatap pria itu. Menunggu si pria untuk mulai berbicara.
“Menurut kamu siapa yang harus kita pilih?” ucap Ray membuka obrolan. Calya melihat kertas –list-artis- yang ada ditangan nya. Membaca satu persatu nama disitu, mencari sesuatu. Dia berhenti pada sebuah nama di lembar ketiga, membalikkan arah kertas untuk menunjukkannya pada Ray.
“Delisa. Subcriber youtube banyak, follower instagaram banyak, proyek – proyek film nya banyak dan dikenal hampir semua kalangan usia,” dia mencoba menyampaikan pandanganya dengan jujur.
“Then our project will fail,” jawab pria itu seketika.
“Why?” tanya Calya tak percaya. “Delisa is always put much make up everytime. Bahkan untuk sekedar interview dadakan seperti tadi..” Ray memberikan alasannya,
“Maybe because she wants to give a good impression.” Calya mencoba menyangkal alasan pria itu.
“Later people will focus more on her make up rather than her sports wear. Seperti warna lipstik, merk eyeshadow jenis bash on..”
“Blush on!” Calya meralat kata – kata
yang salah pria itu ucapkan, “Yeah, whatever!” tapi Ray tampak tak terlalu peduli.
“Kalau masalah make up, kita bisa minta make up artist to do as the concept says..” Calya kembali mencoba memberi pembelaan pada artis pilihannya.
“Then people will talk about that more. Hari ini riasannya lebih natural ya.. nuansa make up nya apa ya.. mana yang lebih cocok? Yang tebel seperti biasanya atau yang sederhana. You are the one that bring this hidden promotion idea. Bagaimana cara kita melihat keberhasilan proyek kita pertama kali, have you ever think about that? Of course the response! Setiap komentar di sosial media mereka dan artikel yang dirilis media. Jika semuanya tertuju pada brand kita baru bisa dikatakan berhasil!”.
Calya mencerna setiap kata – kata dari Ray, memang berat tapi harus diakui bahwa pria itu benar. Mungkin dia telah melupakan kesinambungan antara ide tim mereka dan hasil akhir yang harus didapatkan. Tentu saja hal seperti ini tidak boleh terjadi lagi selanjutnya, pikirnya.
“Next!”
Ray kembali membuka suara setelah keheningan terjadi selama beberapa menit. Dia menunggu jawaban, namun lawan bicaranya masih saja terdiam dalam bingung. Sehingga Ray harus memanggil kembali kesadaran wanita itu.
“First choice is fail, so your next choice miss?” dan lagi wanita itu masih bergeming.
Tapi bukan karena bingung kali ini, melainkan ketidaksetujuan. Dia merasa aneh bahwa obrolan ini terasa seperti les privat dimana dia adalah muridnya, dia tidak suka.
“What is this! Are you give up now?” pria itu menyadari bahwa bukan tidak bisa si wanita menjawabnya tapi tidak ingin lebih tepatnya. Maka dengan kesengajaan dia memancing sedikit emosi si wanita dengan kata – kata tersebut.
“Trini. Well known by the public with an innocent girl. Tanpa make up tebal tentunya..” Calya akhirnya menjawab setelah melihat kembali daftar nama para artis di tangannya.
“That’s not gonna work!” tapi pria itu lagi – lagi menolak.
“And what’s the reason now?” kesekian kalinya Calya bicara dengan nada kesal hari ini.
“Back in the interview when I asked, is there any kind sports or exercise the she does or interested in? she said not in particularly,” pria itu kembali beralasan,
“So?” tapi malah membuat Calya kebingungan.
“Nowadays netizen are well known by their sharp eyes, they will notice right away. Kalo orang itu memang nga biasa olahraga, orang juga nga bakal tertarik dengan kegiatan olahraga yang dia lakukan. Not even mention what they wear while exercising. Next!”.
Wanita itu menghela napas sebelum kembali mencoba, “Kanaya. The nation princess. She ..”
“I bet she will treat the crew badly. Don’t you see how she treat her team during the interview, she has a bad attitude.”
Lagi dan lagi semua nama yang ia ajukan ditolak, kali ini bahkan sebelum ia dapat menjelaskan alasannya. Wanita itu menghembuskan napas panjang, -sangat lelah-.
“I wonder if there any of them that match your criteria?” ucapnya.
Kini pria itu yang menyandarkan punggungnya dengan tangan bersilang didepan dada “They said the best is saved for the last.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments