Pria itu mendekat dan mulai bercerita. “Kalian tahu Mbak Calya dulu juga mulai kerja disini sebagai intern, sama seperti kita. Tapi keadaan saat itu beda, Creative Director saat itu jauh lebih killer,” dia berbicara dengan hati – hati, seakan itu adalah sebuah informasi rahasia.
“Ah masa?” kedua gadis itu tidak percaya.
“Emang ada yang lebih killer dari mbak Calya?” Rana menambahkan, dia ragu sosok seperti apa yang bisa menjadi lebih tegas dan menyeramkan dari Calya.
“That’s what I’m heard from them. Sejak awal sampe sebulan pertama intern, mbak Calya cuma disuruh bolak – balik ke department lain, nganterin berkas, bikin kopi, ambil pesanan. You know, those kind of stuff!”
Wikan kembali menambahkan, seolah dia yakin bahwa sumber ceritanya bisa dipercaya.
“Kita disini nga pernah diperlakukan seperti itu, ya nga sih?” Davidya mulai membandingkan keadaan mereka dengan cerita yang Wikan sampaikan.
“Bener banget!” jawab temannya.
“Eiit! Belum selesai. Bulan berikutnya ada rapat pembahasan kompetisi ide proyek buat provider internet dengan batas waktu dua minggu. Saat itu mbak Calya dan mbak Qeiza daftar sebagai satu tim. Saat pengumuman nya keluar ternyata ide mereka terpilih but guess what? Nga ada satupun nama mereka tercantum disitu,” pria ini tahu betul bagaimana membuat orang kaget dan penasaran dengan informasinya.
“*What?”
“No way! They stole it*?” kedua gadis itu berusaha memastikan apakah mereka tidak salah mendengar informasi.
Wikan kembali bercerita “Mereka pada bingung dong, cause everyone acted like nothing happened. Mereka juga nga bisa apa – apa karena posisi mereka cuma intern saat itu. Tapi ternyata, it happened again and again. Akhirnya mereka nga bisa diem aja dan ngelapor ke para petinggi perusahaan.”
Cerita itu membuat kedua gadis itu terhanyut, Davidya merespon “Terus urusannya beres?” Gadis itu berharap langsung sampai pada akhir cerita, “Nga segampang itu. Para petinggi nga percaya sama mereka,” tegas jawaban Wikan memutuskan harapannya.
“Kok bisa?” tanya gadis itu lagi
“Well ada tiga alasan. Pertama, para petinggi menanyakan kenapa mereka baru mengajukan protes sekarang padahal seharusnya mereka lakuin dari pertama case terjadi. Kedua, posisi mereka yang cuma intern. Ketiga, orang – orang yang mereka gugat saat itu adalah para team leader. Singkatnya situasi dan posisi mereka sangat tidak menguntungkan saat itu,” tegas Wikan, sepertinya dia telah mencari tahu dengan baik tentang kejadian itu.
“Jadi gimana?” Rana lanjut bertanya, satu lagi gadis yang merasa penasaran dengan kelanjutan kisah itu.
“Mereka terancam dipulangkan,” jawab Wikan dengan santai.
“What! That’s insane!” mereka kembali dibuat terkejut dengan apa yang mereka dengar, tapi Wikan tidak berhenti sampai disitu.
“Yeah, the tension went even higher after that!” membuat keduanya semakin penasaran .“Why?” tanya Rana.
Wikan kembali menjelaskan “Gosipnya menyebar sampe para investor. Salah satu perwakilannya datang ke kantor. Langsung ngadain pertemuan dengan para petinggi, the longest one ever. Setelah itu mereka berdua dipanggil.”
Kedua gadis itu semakin mendekat, mereka merasa akan mendengar akhir kisah itu sebentar lagi “Lalu?” tanya Davidya.
Tapi jawaban tak terduga yang diberikan “That’s it!” Kedua gadis itu bingung dengan apa yang mereka dengar.
“That’s it? Selanjutnya gimana?” tanya Rana mencoba memastikannya kembali.
“That’s the only info that I got!” Wikan menyelesaikan kisahnya tanpa akhir yang jelas. Membuat kedua pendengar itu kecewa.
“Nanggung banget!”
“Penasaran nih!”
“Yah mau gimana lagi!”
Sssttt.. ssstt.. ssstt..
Salah satu dari mereka mencoba membuat suasana tenang saat menyadari ada yang akan memasuki pantry, mereka semua terdiam. Itu Qeiza dan Calya yang masuk ke pantry untuk membuat minuman.
Qeiza melihat kearah para karyawan magang “Udah selesai?” tanyanya. Heran mendapati mereka semua terdiam, seakan kedapatan
mencuri sesuatu. Dia bertanya sekali lagi “Udah selesai minumnya?” tanyanya lagi.
Kali ini mereka semua menjawab sudah. “Kalo gitu balik kerja sana!” sedikit perintah, dan ketiga karyawan magang itu langsung bergerak satu persatu para karyawan magang meninggalkan pantry kembali ke meja kerja mereka.
Tinggalah Calya dan Qeiza disana sedang menyeduh dua bungkus kopi instans, mengaduknya dan menikmati nya bersama cemilan. Sejenak mereka berdua terdiam, membayangkan masa lalu mereka.
"Anak intern sekarang enak ya Cal?" Qeiza mulai berbicara.
"Kenapa?" Calya mempertanyakan apa yang ada dibenak teman kerjanya itu.
"Mereka diperlakukan dengan baik walaupun sering dimarahi olehmu. Pekerjaan mereka dihargai dengan baik walaupun sering stress karena mu. Mereka juga.." perbandingan itu awalnya terdengar seperti pujian tapi sebenarnya tersisip keluhan disana.
"Qei.." Calya langsung menghentikan kalimat Qeiza sebelum dia semakin menjadi. Qeiza tertawa
“Hehe.. mereka juga bisa bebas keluar masuk pantry buat minum dan ngemil. Beda banget sama kita dulu.”
“How come you still remember those days?”
Calya tidak percaya Qeiza memilih untuk membicarakan hal itu, topik yang ingin mereka lupakan.
“How come you forget those days! Terutama hari itu, waktu kita dipanggil sama perwakilan investor. Tangan aku keringetan, jantung aku deg degan dan kita di intro…” tapi sebenarnya topik itulah yang tidak mungkin terlupakan, termasuk bagi Calya sendiri.
“Di introgasi panjang lebar mirip tersangka. Inget kok, nga usah dibahas lagi.”
Calya mengerti betul kemana arah pembicaraan itu bahkan sebelum wanita itu
menyelesaikannya, itu sebabnya ia menghentikannya.
Qeiza berhenti bicara, kembali menyantap cemilannya. Namun ada ekspresi kesal disana, bukan pada temannya yang menyela kata - katanya tapi pada ingatan tidak menyenangkan yang tadi ia bicarakan.
Sama halnya dengan Calya yang sibuk mengaduk - aduk cangkir kopi dengan tatapan kosong. Otaknya membuka ingatan tentang hari itu, memutar kembali hingga ke setiap kalimat percakapan yang terjadi saat itu.
Dihari perwakilan investor datang, dimana Calya dan Qeiza yang saat itu masih menjadi karyawan magang dipanggil. Percakapan panjang terjadi, meski lebih tepat disebut interogasi.
Setiap pertanyaan terasa seperti teror yang menakutkan bagi keduanya, namun tidak membuat Calya bisu. Dia menjawab hampir semua dari pertanyaan tersebut.
“Jadi kalian mengatakan bahwa ide kalian telah dicuri?” sang investor bertanya.
“Lebih tepatnya hasil kerja keras kami tidak diakui pak” jawab Calya dengan berani.
“Bisa kalian tunjukkan buktinya?” pria paruh baya itu meragukan ucapannya.
“Maksud bapak? kami berbohong tentang ide proyek tersebut?” Bagi Calya kata – kata pria itu terdengar seperti tuduhan baginya, dan pria itu juga tidak menyangkal.
“Ya, jika kalian tidak memiliki bukti.”
Calya mulai kesal, takut temannya itu akan emosi Qeiza menjawab pertanyaan pria itu “Semua bukti proses pengerjaan ide ada didalam komputer dan akun e-mail kami masing - masing. Silahkan bapak periksa,” Melihat rasa percaya diri kedua wanita didepannya, pria itu mulai percaya.
Namun bukan berarti ia berhenti bertanya “Baik, kalau begitu. Lalu kenapa kalian baru berbicara setelah dua bulan?”
Qeiza mencoba menjawab sesuai apa yang dia rasakan. “Kami adalah karyawan magang baru pak, kami tidak yakin bagaimana peraturan di kantor ini.”
“Kenapa harus tidak yakin jika kalian sendiri tahu mana yang benar dan mana yang salah.”
Suasana hening untuk sekejap. Namun, Calya kembali membuka suara “Boleh saya bertanya pak?” dia berbicara dengan santai sekarang.
“Silahkan,” pria itu siap mendengarkan dan Calya tanpa ragu langsung bertanya.
“Menurut bapak apakah benar jika pegawai tetap mengganti nama di proposal proyek dengan nama mereka? dan para karyawan magang yang diperlakukan berbeda dari para karyawan tetap.. tidak.. tapi karyawan magang yang tidak diperlakukan seperti karyawan, apakah itu benar untuk dilakukan?”
Untuk kedua kalinya suasana diruangan itu kembali hening. Kedua wanita itu menunggu sang perwakilan investor untuk menanggapi pertanyaan – pertanyaan tersebut.
“Calya Shatilla!” pria itu kembali berbicara.
“Ya, Pak,” jawab Calya ada ketegangan di sela – sela percakapan itu.
“Bagaimana menurut anda sendiri, apakah itu salah?” mereka tidak menyangka alih – alih menjawab pria itu malah bertanya kembali.
Bagai melemparkan sebuah bola pada Calya, wanita itu menangkapnya tanpa ragu “Iya pak!” jawabnya.
“Lalu menurut anda sendiri, bagaimana seharusnya karyawan magang diperlakukan?” pria itu melanjutkan pertanyaannya.
“Karyawan magang harus diperlakukan sama seperti karyawan lainnya. Tentu saja karena karyawan magang belum memiliki pengalaman, dalam proses belajarnya karyawan magang perlu dibimbing oleh karyawan lain. Tapi setiap karya, ide dan kerja kerasnya juga harus dihargai seperti karyawan lainnya!”
Pertanyaan itu berubah menjadi kesempatan bagi Calya untuk menyampaikan pemikirannya, dia menjelaskan tentang kedudukan karyawan magang di sebuah perusahaan sesuai dengan apa yang dia yakini.
“Jadi menurut anda cara karyawan disini memperlakukan karyawan magang adalah salah?” pria itu menarik kesimpulan dari jawaban yang Calya sampaikan dan menunggu respon dari wanita itu.
“Iya!” Calya menjawab pertanyaan dengan penuh keberanian. Pria paruh baya yang sedang duduk di depan mereka mulai tersenyum kecil “idealis,” ucapnya lagi “Kita lihat apakah anda bisa membuktikan kata - kata anda saat menjabat nanti?”.
Keduanya tidak mengerti maksud dari kata – kata itu. bahkan mereka tidak mengerti maksud pria itu memanggil mereka berdua kemari. Tadinya mereka berpikir akan dihukum karena telah menimbulkan keributan, tapi kata – kata terakhir yang keluar dari mulut pria itu membantah asumsi mereka “Kalian boleh pergi!”
“Cal, look!”
Calya tersadar dari lamunannya. melihat Qeiza yang sedang menyodorkan smartphone ke arahnya. Ia mencondongkan badannya, mencoba melihat apa topik pembicaraan temannya kali ini.
Qeiza memperlihatkan sebuah postingan di Instagram. Sebuah animasi pendek diawali dengan logo LOVATY yang mengecil hingga memperlihatkan gambar sebuah smartphone dengan jari yang menyentuh tombol ‘IN’.Selanjutnya gambar beralih menunjukkan gambar dengan tema monokrom dimana terdapat seorang wanita dengan ekspresi datar di dalamnya, ia menggunakan AR Glasses.
Gambar memperlihatkan arah pandangan wanita itu, sebuah taman tanpa warna. Tak ada apa - apa disana kecuali sebuah bangku taman kosong. Tiba - tiba terlihat seorang pria sedang duduk di bangku taman tersebut, tersenyum kemudian melambai.
Wanita tanpa ekspresi tadi mulai tersenyum, dan semuanya terlihat berwarna. Animasi ditutup dengan kalimat ‘Every Lovatory to inspire are here.’
“What is this?” tanya Calya.
“You don’t know, do you? Klandestin itu ngumpulin cerita - cerita pengguna LOVATY trus di share di website itu,” jawab Qeiza menjelaskan.
“Aaa.. another campaign,” Calya memberi respon dengan nada suara yang datar.
“Ini bukan hanya sekedar promosi Cal, but to inspire,” sementara Qeiza yang jatuh hati pada LOVATY menjelaskan semuanya pada temannya dengan mata yang berbinar.
“Itu promosi Qeiza!” Calya membantah ucapan Qeiza, mencoba menghentikannya dari kekagumannya terhadap hal baru itu.
Namun Qeiza bukanlah wanita yang mudah dihentikan “Bukan, Cal!” dia kembali mengelak.
“Qei, you are an Art Director in an Advertising Company yet you can’t see it?” Calya mulai merasa kesal.
“I am an Art Director in Advertising Company so i know it well mana yang money oriented mana yang pake cinta,” itulah ciri khas Qeiza, jika itu tentang sesuatu yang ia suka maka dia akan berbicara dengan penuh ekspresi. Seperti sekarang, tersenyum, mata terpejam dan kedua tangan diletakkan di dada.
“Makan ni cinta!” Calya yang sering melihat ekspresi itu menghentikannya dengan suapan cookies coklat. “Hmm.. sweet,” dia tersenyum sambil terus mengunyah, mereka berdua tertawa.
“Kerja!”
“Siap boss!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
savage me
😀
2023-11-13
0
Leni Latifah
Ceritanya bagus...tapi paragraf terlalu panjang membuat enggan untuk membacanya Kakak...Tetap semangat ya 👍💪
2020-12-17
1
pinnacullata pinna
halo thor aku datang untuk memberikan like dukung juga novelku cinta adalah sebuah perjalanan yang indah 🙏☺️
2020-12-17
1