“Sebentar ya, nanti Kakak telepon lagi.” kakaknya menjawab singkat lalu telepon mati. Alisa terkejut.
“Haloo..., haloo kak?” ucapnya sia-sia. Ia mengepalkan tangannya yang sebelah sedangkan yang satunya lagi meremas handphone yang tak bersalah itu.
Alisa memandangi handphone-nya lagi dengan tidak percaya, baru pertama kali ini kakaknya mematikan telepon darinya. Telepon putih itu tidak bergeming di tangannya. Ia mengatupkan rahangnya kuat-kuat.
Alisa senang sekali saat teleponnya diangkat tadi, akhirnya kakaknya mau mengangkat teleponnya, tapi, sekarang ia malah menjadi semakin merana, karena kakaknya mematikan telepon darinya begitu saja.
Kejadian ini baru pertama kalinya, biasanya dia selalu menunggu Alisa mematikan teleponnya duluan. Napasnya memburu karena dia kesal.
Kenapa tadi ada suara perempuan yah? Siapa ya dia? Kakak ada dimana siy? Apakah tadi pacar kakak? banyak pertanyaan muncul di kepalanya. Tidak mungkin, dia pasti tau kalau kakak punya pacar, kalau pun punya, sejak kapan punya pacar? Kenapa dia bisa tidak pernah tahu?
Kakaknya itu sangat pendiam dan dingin. Dia tidak pernah mencolok di keramaian, berbanding terbalik dengan Alisa. Saat dia harus pindah sekolah karena permintaan mamanya Alisa, Kak Aji hanya menerima tanpa bertanya. Kak Aji lalu mendapatkan beasiswa kuliah di Amerika, selama itu pun selalu Alisa yang menghubunginya.
Sejak lulus pun Kak Aji jarang sekali keluar rumah, dia hanya bekerja lalu pulang ke rumah. Alisa baru menyadari, kakaknya malah tidak punya teman, dia selalu terlihat sendirian. Alisa mengerutkan dahinya.
Hatinya kembali bergejolak dengan penuh amarah. Kakak punya pacar! Alisa tidak bisa percaya! Dia segera mencari satu-satunya temannya di rumah ini, Bi Ijah, dia perlu berbicara dengan seseorang agar bisa meluapkan perasaannya.
Tapi Bi ijah sejak Alisa mulai teriak-teriak, segera keluar dari kamarnya. Perempuan lanjut usia itu sepertinya tahu Alisa kalau marah bisa menyebar kemana-mana.
Tapi siapa sih perempuan itu? Ia kembali berpikir dengan kesal, karena perempuan itu kakaknya sampai mematikan teleponnya! Alisa marah sekali. Terakhir kali yang dia dengar adalah jeritan perempuan itu, manja banget, sampai teriak-teriak begitu! Padahal ga ada apa-apa kan? apa ada sesuatu yang terjadi ya?pikirnya lagi menduga-duga. Ia berjalan berputar-putar di kamarnya.
Alisa mengangkat ulang handphone-nya, dia mencoba untuk menelepon ulang kakaknya. Seperti yang dia sudah duga, tidak diangkat lagi, dia menunggu sampai dering yang terakhir, sampai akhirnya teleponnya mati sendiri.
Dia terus mengulanginya beberapa kali sampai dia mulai letih. Dia kesal sekali, ia menggertakkan giginya erat-erat. Dia lalu memandangi handphone yang ditangannya dengan sebal, dan mulai meneror telepon kakaknya lagi melalu WA.
“Kak, kok dimatikan!” tulisnya dengan kesal.
“Kak, angkat dong teleponnya!” tulisnya lagi.
“Kak, aku masi mau ngomong!” ketiknya cepat.
“Kak , Alisa marah nih kalau begini!” dia mulai mengancam kakaknya seperti biasa.
"Kak angkat dong!!" tulisnya dengan gemas.
Tetapi berapa kali pun dia WA, tetap tidak ada balasan, di baca pun tidak, tapi setidaknya kali ini delivered. Alisa mencoba berpikir positif, mungkin kakak sedang pergi, ia menghela napasnya yang dia tidak sadari dia tahan dari tadi.
Alisa melempar handphone malangnya ke kasur dengan kasar. Entah sudah berapa kali handphone-nya harus ganti karena sifat buruknya suka melempar benda kecil itu.
Pasti dia di rumah pacarnya, kalau tidak kenapa dia langsung mematikan teleponnya saat perempuan itu memanggilnya! Pakai jerit-jerit segala lagi! pikirnya gemas dengan bayangan perempuan tidak dikenal dalam pikirannya sendiri. Tadi sepertinya terjadi sesuatu, kakak sampai meminta maaf seperti itu.
Dalam sekejap emosinya memuncak memikirkannya. Kakaknya punya pacar! pikirannya kembali mempertanyakan itu. Seperti apa yah wajahnya? cantik kah? Cantikan mana sama aku? Ia menatap bayangan dirinya di cermin di lemari putihnya, membandingkan dirinya dengan wanita yang ada di bayangannya sendiri.
Dia cantik, dia tahu itu. Rambutnya panjang bergelombang bewarna kemerahan sempurna, ia baru mengecatnya rabu lalu. Matanya bulat sempurna, bulu matanya lentik, pipinya kemerahan dengan bibir kecil yang sekarang mencibir, kulitnya putih mulus sempurna.
Tubuhnya tinggi, dengan dada penuh dan perut rata. Dia cantik, jarang ada perempuan yang bisa lebih cantik daripadanya. Ia tersenyum sinis memandangi bayangan dirinya yang sempurna. Semua yang ada di tubuhnya berkesan mahal. Tidak ada yang bisa menandinginya.
Alisa terkejut sendiri dengan pemikirannya, kenapa dia membandingkan perempuan itu dengan dirinya? mungkin, dia berpikir begitu hanya sebagai adik yang penasaran, pasti karena itu. Dia penasaran sekali perempuan mana yang bisa merebut hati kakaknya dari dia! Dia kembali kaget dengan pemikirannya. Ada rasa aneh menyusup dihatinya. Rasa marah yang berbeda. Dia lalu kembali mengambil handphone-nya dengan kasar. Mulai menelepon kakaknya berkali-kali dan whatsap yang sama berulang-ulang. Kakak harus jawab. Kakak harus baca pesan ku!
Tapi tetap tidak berhasil, dengan sedih dia melempar dirinya ke sofa putih senada dengan semua dekorasi di kamarnya. Kamarnya luas dengan banyak jendela dengan tirai putih berenda-renda. Ia menarik napas panjang, sambil memandangi jendelanya yang gelap, rupanya diluar sedang hujan.
Setelah berulang kali meneror kakaknya tanpa hasil, akhirnya dia menyerah. Alisa memutuskan keluar dari kamarnya, mencoba mencari Bi Ijah, untuk bercerita dan berkeluh kesah, tetapi Alisa malah bertemu mamanya dimeja makan.
“Makan!” ucapnya singkat.
“Mama…” Ucapnya tertahan, kaget melihat mamanya duduk kaku di meja makan.
“Kenapa? ga mau makan?” ucap mamanya tenang dan singkat lebih berupa pernyataan daripada pertanyaan.
Alisa malas sekali harus makan dengan mamanya, selalu penuh dengan tata krama, sama seperti saat ini, siku tidak boleh di atas meja. Duduk tegak! potong kecil-kecil makananmu! Alisa mengingat pelajaran etiket yang dia dan kakaknya harus hadapi setiap hari.
“Alisa kenyang.” dia berbohong, ia sering begitu, lebih baik menahan lapar daripada harus makan tersiksa di meja makan.
“Baik.” ucap mamanya lagi hampir seperti tidak peduli. Baru saja Alisa mau kabur ke kamarnya mamanya berbicara lagi.
“Sudah ada kabar dari Aji? tanyanya dengan suara datar. Alisa dengan kaget memutar badannya menghadap mamanya mencoba mengatur wajahnya agar tidak terlihat kaget.
“Belum.” Alisa tidak mau menceritakan apapun sama mamanya sebelum semuanya jelas dahulu. Pertama dia harus tahu kemana kakaknya pergi. Dia harus menyelidiki siapa perempuan tadi. Mamanya masih makan dengan tenang lalu meletakkan sendok dan garpunya dipinggir piring miring. Lalu setelah membersihkan mulutnya dengan serbet dia mulai berbicara lagi, kali ini dia menatap Alisa.
“Kalau dia menelepon, kasih tau mama ya.” ucap mama tanpa emosi. Mama kembali menatap piringnya terdiam sebentar lalu menyesap minumnya.
Alisa masih menatap mamanya yang bergerak seperti robot. takut kalau dia masih mau berbicara.
“Sudah itu saja, kamu boleh kembali ke kamarmu.” ucap mamanya tenang setelah menyesap minumannya. Alisa segera berjalan menuju kamarnya, berjalan tidak boleh berlari, seorang gadis tidak boleh berlari dalam rumah.
“Bi Ijah kemana siy?” gumamnya kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments
zien
hadir 🌹🌹💗💗
2021-05-21
0
Neng Yuni (Ig @nona_ale04)
Sa, ko lu yang rempong sih, sini sentil dolo😭🤣🤣
2021-03-10
2
Neng Yuni (Ig @nona_ale04)
Ribet bat serius si Alisa 🤣🤣
2021-03-10
1