Aku masih berdiri sebentar untuk memandang Bella yang berlari naik tangga dengan tergesa–gesa sebelum aku memasuki pintu kamarku.
Bella, gadis yang lucu tetapi sangat ceroboh, dia masih menjatuhkan beberapa bajunya tadi kelantai tangga sebelum sampai di lantai atas.
Tanpa sadar aku tersenyum lalu menutup pintu kamarku. Terdengar pintu kamar Bella terbanting kencang. Aku tidak heran dengan bantingan pintu kamar Bella tadi, aku pernah tinggal bersama gadis yang seperti itu bertahun-tahun lamanya.
Bella adalah gadis cantik yang dimanja oleh keluarganya, pikirku dalam hati. Aku segera mengambil kaus polo ku dari tas hitam ku, dan memakainya. Polo ku berbau aneh, mungkin karena bercampur dengan berbagai barang dalam tasku. Sepertinya aku harus mencuci ulang semua bajuku.
Saat menarik bajuku, muncul ujung pigura putih yang sudah bocel-bocel, menyembul keluar dari tasku. Aku meraihnya dengan lembut, menatap tiga orang yang tersenyum di sana. Papa, mama dan aku sendiri sewaktu kecil waktu jalan-jalan ke Bali.
Mamaku cantik sekali hari itu, rambutnya yang panjang jatuh indah dipundaknya. Difoto itu ayahku memandangi mama dengan wajah penuh cinta dan aku sendiri yang baru berumur 4 tahun dengan bangga memegang mobil-mobilku yang baru. Senyumku lebar sekali memperlihatkan gigiku yang mulai ompong. Aku menghela napas penuh rindu kepada kedua orang tuaku.
Aku lalu meletakkan pigura itu di meja kecil samping tempat tidurku. Papa mamaku sangat mencintai satu sama lain, setidaknya itu yang dulu aku rasakan. Disini aku bisa aman memajang foto itu, tanpa ada rasa takut. Aku kembali memandangi foto itu sesaat, mencoba mengingat masa-masa terbahagia dalam hidupku.
Mamaku meninggal saat aku masih di kelas 5 SD karena sakit. Papa tampak sangat terpukul atas kematian mama. Ayahku yang selalu sibuk saat itu, sempat mengurung diri dan menolak untuk makan. Tapi hal itu tak berlangsung lama, anehnya dalam waktu hanya 1 tahun lebih, Saat aku kelas 1 SMP, Ayahku menikah kembali dengan seorang janda muda, dari situ aku mendapatkan seorang adik perempuan yang berumur lebih muda denganku hanya 2 tahun, bernama Alisa.
Alisa anak yang cantik dan pintar membawa diri, dia sangat dimanja oleh papaku dan ibu tiriku. Adik tiriku itu selalu ku anggap sebagai adikku sendiri, tetapi ibu tiriku selalu menjaga jarak dengan aku. Aku tidak mengerti kenapa. Aku sempat dengan tulus mau menerima ibu baru, tapi tidak dengan Ibu tiriku itu. Ibu tiriku itu selalu pintar menjaga jarak tanpa terlihat papaku. Sekarang Aku mengerti kenapa.
Alisa sangat mirip dengan Bella. Aku juga terlalu menyayangi adik tiriku seperti Roni memanjakan adiknya. Aku juga selalu memanjakan adik tiriku. Sebisa mungkin apa yang adikku pinta, aku akan lakukan. Adikku juga tahu hal itu dan sering mempergunakan itu untuk memaksakan apa saja yang dia mau. Bayangan wajah adik tiriku muncul di kepalaku, senyumnya yang manis manja membuatnya tersenyum sedih.
Kira-kira apa yang sedang dilakukan Alisa ya? Aku meraih Handphone-ku dari dalam tasku itu. Handphone itu sengaja aku matikan dari kemarin. Aku sengaja tidak mengisi ulang dayanya, maupun sekedar menyalakannya. Aku tahu adikku pasti akan terus-terusan menerornya sehingga aku akhirnya mengurungkan niatku lagi untuk pergi dari rumah. Tapi kali ini keputusanku sudah bulat. Aku harus keluar dari rumah itu.
Bayangan wajah Alisa membuatku gundah, apa sebaiknya aku mengabarinya ya? Ah jangan, dalam hati kecilku ada yang membujukku untuk tidak menghubungi Alisa dulu. Aku kembali menaruh hpku dimeja kecil itu juga. Aku lalu mulai mengeluarkan kembali dari tas yang tidak terselesaikan tadi. Barang- barangku yang tak seberapa dari mulai berjejer rapih di meja.
Hujan masih riuh diluar, Petir masih menyambar-nyambar. Aku memandang keluar dari jendela kamarku yang kecil. Dahan pohon terbanting-banting karena angin kencang. Aku tidak menyalakan AC, sehingga ruangan kamarnya terasa lembab, dan panas. Aku merasa gerah dan haus, lalu keluar untuk mengambil air minum di luar.
Aku berjalan ke dapur untuk mengambil gelas, untung jemuran sudah terangkat semua, jadi aku tidak merasa berdosa kepada ibu, walau ada kejadian tidak mengenakkan tadi.
Aku berarap Bella tidak terlalu marah denganku. Aku mengingat kembali kejadian tadi, apa yang aku pikirkan tadi, aku selalu terburu-buru, sampai-sampai tidak sadar sudah mengangkat pakaian dalam Bella tadi. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku karena malu.
Aku memandang ke jemuran tadi. Ada air dari luar tempias masuk kedalam, Air masuk membuat genangan di depan pintu belakang. Sepertinya karena tadi kami terburu-buru masuk, kami lupa menutup pintu belakang. Aku segera menutup pintu dan mencari kain pel untuk membersihkan genangan air itu.
Setelah semua bersih dan kering aku kembali ke ruang tengah. Aku seperti mendengar sesuatu, aku memalingkan telingaku, mencoba mendengar lebih baik dibalik suara hujan. Aku berjalan lebih cepat mendekati arah suara. Suara TV-kah? Apakah Bella menyalakan TV dan lupa mematikannya?
Aku berjalan ke arah ruang tengah, aku masih mendengar suara jeritan sayup-sayup. Aku berjalan lebih cepat. Ternyata TV mati, dan sepertinya suara berasal dari atas. Itu Bella!!
Aku segera berlari keatas. Kakiku yang panjang dengan mudah melewati dua anak tangga sekaligus. Itu suara Bella, dia menjerit-jerit. Sampai di depan pintunya, aku mengetuk dengan tidak sabar. Napasku memburu karena naik tangga dengan cepat.
“Bella… Bella ada apa?” tanyaku resah.
Tidak ada tanggapan. Suara jeritan itu kembali lagi. Aku mengetuk lebih keras.
“Bella?” panggilku khawatir dengan suara lebih keras.
Aku menunggu beberapa saat yang rasanya seperti setahun tapi masih belum juga ada jawaban. Terdengar teriakan lagi. Aku segera mencoba membuka pintu kamar Bella karena masih juga belum ada tanggapan, ternyata pintu kamar Bella tidak terkunci, aku bisa langsung masuk.
Kamar Bella luar biasa berantakan. Dilantai kamarnya penuh barang dan ada gulingnya yang terjatuh, sehingga sulit untukku berjalan.
Tapi pandangan mataku langsung menuju Bella. Gadis itu tertidur dikasurnya yang juga berantakan. Sepertinya ia sedang bermimpi buruk lengannya menggapai-gapai keatas, sambil masih menjerit-jerit.
Aku duduk disamping Bella. Dengan bingung aku mencoba membangunkan gadis itu dengan menguncang-guncangkan tubuhnya dengan lembut. Bella menangis dalam mimpinya. Tubuhnya basah karena keringat, padahal udara di kamarnya dingin sekali. Aku menghapus air mata gadis itu dengan jariku selembut mungkin.
“Bella, ... Bella…” panggilku lagi, kali ini gadis itu merespon, matanya tetap tertutup, tapi wajahnya yang mungil itu menghadap ke arahku. Air matanya mengalir deras dari kedua matanya yang terpejam. Gadis itu terdiam lalu tiba-tiba menarik ku dan memelukku sambil terus menangis.
Aku kaget langsung mematung tiba-tiba dipeluk dengan eratnya oleh Bella. Wangi manis vanila menyerbuku. Untuk beberapa saat aku membeku untuk mencerna apa yang terjadi. Gadis itu masih menangis tersedu-sedu. Lalu akupun menyerah dan membalas pelukan gadis itu dengan hangat karena Bella memelukku dengan sangat ketakutan.
“Selamat, akhirnya kita selamat” ucapnya lirih terdengar di telingaku.
Aku tertegun, ada ledakan emosi menyerbuku juga, aku lalu secara refleks mengelus-ngelus rambut Bella yang halus dengan lembut. Aku tidak tahu kenapa, tapi aku merasa aku harus menenangkan Bella, Aku harus membuat dia merasa aman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments
Neti Jalia
10 like buat kamu dan 5 bintang,dukung jg karyaku ya,banjiri jg dgn like😂🙏
* Hujan dibalik Punggung
* suamiku Ceo ganas
2021-04-21
1
Fira Ummu Arfi
lanjuuuttt kak
mampir jg di novelku ASIYAH AKHIR ZAMAN 🍂🍃🍂🍃🍂🍃
2021-03-23
1
Fira Ummu Arfi
bellaaaaaaa
2021-03-23
1