Aku mengikuti mama dengan riang, Aji memang aneh, masa tidak tahu makanan kesukaan sih? Kalau aku sudah jelas makanan kesukaanku adalah sayur lodeh dan telur dadar, kalau dipikir-pikir baksonya tidak usah deh, mama mau nggak ya dibujuk masak sayur lodeh lagi?
Aku berpikir sambil memandangi sekeliling kamar mama. Mama langsung masuk ke kamar mandinya. Aku lalu duduk di tempat tidur mama.
Tempat tidur papa dan mama, terbuat dari kayu, berukuran besar dengan kanopi cantik bewarna putih. Aku ingat waktu aku masih kecil, saat hujan, aku sering ketakutan, aku masuk diam-diam menyusup ke kamar mereka. Aku lalu masuk diantara papa mamanya. Rasanya aman dan nyaman sekali.
Aku menyentuh kayu tempat tidur mama papa. Aku mengingat papaku dengan penuh kerinduan, mama pasti lebih rindu lagi, kehilangan suami yang amat dicintainya. Kami semua kaget akan kepergian papa, walaupun sudah lama, tapi rasanya masih seperti kemarin.
Ada foto papa mamanya berdua saat pernikahan mereka. Mereka tampak bahagia sekali. Kira-kira nanti bisakah aku menemukan pasangan hidup seperti mama menemukan papa? Aku terus memandangi foto itu, tiba-tiba perutnya berbunyi. Aku langsung teringat dengan sayur lodehku.
“Mah klo lodeh boleh ga? Aku berteriak kearah mama yang masih dikamar mandi. Terdengar suara air mati, mama kalau mandi memang cepat, kebalikan dengan aku yang mandinya bisa berjam-jam.
"Bosan lah Belll!" Teriak mama dari dalam.
"Bolehlah maaaaah." aku mulai merayu mama, terdengar bunyi handuk ditarik. Mama sebentar lagi keluar.
"Kamu ini pikirannya makaaaan mulu." jawab mamanya ketika membuka pintu. Uap panas ikut keluar dari kamar mandi. Aku melemparkan badanku keatas kasur.
"Aku lapar mah, ini sudah jam makan siang." Ucapku bermanja-manja.
"Mama jadi curiga, yang angkat jemuran bukan kamu kan? kamu waktu mama berangkat langsung tidur ya? Ga malu kamu dah 23 tahun angkat jemuran aja ga bisa?" Omel mamanya.
"Bella kok, sungguh, tapi memang dibantu sama Aji." jawabku, suaraku lebih pelan pada bagian akhir. Mama memandanginya dengan sinis.
"Tuh kan ada Aji-nya?" akhirnya Mama berkata setelah terdiam beberapa saat. Aku memandangi mama yang sedang menyisir rambutnya.
"Mah, Aji tadi aneh ya masuk kamarku, mama bohong kan ajak Aji keatas? buat apa mama ajak dia keatas?" tanyaku bingung. Mama seperti tidak siap akan pertanyaan ku.
"Eh kamu kok malah nuduh mama bohong, buat apa mama bohong, ngapain Aji ada di kamarmu kalau mama ga ajak dia? liatin kamu tidur sampai ngeces?" tanya mama mencibir? Aku tertawa mendengar omelan mama.
Mama lalu keluar dari kamar membawa handuknya untuk dijemur di ruang cuci. Aku segera mengikutinya. Mama aneh, jelas mama berbohong, aku tahu itu.
"Mah tapi bener boleh kan lodeh?" Aku bertanya lagi, memutuskan untuk tidak bertanya-tanya lagi tentang hal tadi.
Mama baru kembali masuk ke dapur, dia langsung sibuk mengeluarkan belanjaan dari kantung plastik. Ada labu, ada wortel segar dan bawang merah. Mama seperti tidak mendengar ku.
“Mah, lodeh maaah” aku merajuk lagi dengan suara lebih keras. Mama seperti sibuk dengan pikirannya sendiri dan masih belum mendengar suaraku. Aku memutar badanku dan menghadap ke Mama.
"Maah, Mamaaaah.” ucapnya lagi mengagetkan mama.
“Apaaan sih teriak-teriak, mama belum tuli!” ujar mama gusar, aku tertawa lagi.
“Habis mama ga jawab-jawab, mama lagi pikirin apa siy?” teliti ku memandangi wajah mama yang masih sibuk mengeluarkan belanjaan kali ini cabai, daun bawang dan terong.
“Mikirin mama tadi beli bahan cukup ngga yah buat besok pesenan arisan Bu Joko.” Mama menjawab asal, aku masih belum percaya.
“Memang bu Joko arisan lagi mah? Dia ikut berapa banyak arisan siy? Keknya ada terus arisannya?" tanyaku ingin tahu, mama tidak menjawab dan sibuk dengan pikirannya sendiri lagi.
“Ah ngga ah, mama pasti pikirin yang lain yaaaah?” selidik ku lagi. Mama akhirnya selesai mengeluarkan semua belanjaannya, lalu berhenti sejenak menatapku
“Hari ini kamu kok bawel banget siy, dah ah kamu nih disini bukan bantu mama malah bikin recok.“ tegas mama setelah beberapa saat, mendorongku keluar dari dapur.
“Dah sana susun meja kalau mau bantu mama!” serunya lagi dari dalam dapur.
Mama pikirin apa siy? Pikirku sambil berjalan keluar dari dapur keheranan. Aji masih ada diruang makan, dia sedang sibuk melakukan sesuatu, aku berjalan ke arah meja makan. Tenyata Aji telah mengatur meja makan untuk mereka makan nanti. Aku segera mendekati Aji, mau ikut membantu karena malu.
“Aji, kok ngga bilang-bilang mau atur meja, sini biar sama aku aja.“ ujar ku, malu -malu.
Aji hanya diam saja tersenyum simpul, sambil terus mengatur meja. Lalu aku terkesiap, menyadari piring yang digunakan Aji.
“Aji, sebaiknya kita jangan pakai piring yang ini, ini piring kesayangan mama, nanti mama marah.” Aku berkata sambil langsung menumpuk ulang piring yang Aji sudah susun.
“Oh, maaf, aku ambil dari lemari itu, maaf ya.” jawab Aji salah tingkah menunjuk ke lemari di sebelah kanan. Aku segera langsung mengembalikan tumpukan piring itu ke lemari. Lalu membuka pintu lemari sebelahnya.
“Ini yang kita pakai sehari-hari.“ aku menunjukan kepada Aji tanpa menoleh.
Aji ternyata sudah dibelakang ku, dia langsung mengambilnya dari lemari di sampingku itu. Aku terkejut dan menjauhkan diriku darinya tetapi bau sabunnya yang harum tercium olehku. Oh iya dia juga habis mandi yah tadi, pikirku tak sadar kalau berada sedekat itu dengan Aji. tiba-tiba jantungku berdetak lebih cepat, aku merasa aneh.
“Ooh oke, aku ambil gelasnya deh.” balasku segera beranjak menuju lemari gelas.
Aji menata meja makan dengan diam seperti biasanya sedangkan aku dengan kaku. Mataku tanpa sadar suka melirik ke arah Aji. Rambutnya sudah kering sekarang, sudah kembali menutupi sebagian matanya.
Tiba-tiba muncul pertanyaan konyol di kepalaku, apakah dia single atau dia sedang memulihkan diri dari hubungan yang gagal? Hmm betapa aku sangat penasaran dibuatnya.
Aku tersenyum sendiri dengan pertanyaan di kepalaku. Aku masih memandangi dia secara diam-diam, sambil terus menata sendok dan garpu.
“Bella ambilkan mama mangkuk yang besar ya” teriak mama dari belakang.
“Oke mah” sahutku cepat. Aji menatapku sebentar sebelum kembali menata meja. Aku segera mengambil ke lemari dan berjalan ke belakang.
“Ni Mah” Ucapnya seraya memberikan mangkuk yang diminta. Mama masih sibuk mengaduk-aduk sayur di panci, wanginya membuat perutku berontak kembali.
“Taruh aja disitu!” jawab mama menunjuk ke tempat kosong disebelahnya.
Sampah plastik dan bekas potongan masakan berantakan dimana-mana. Mama memang selalu seperti itu kalau memasak, semua berantakan, tapi setelah itu dia merapihkannya dengan cermat sekali.
“Ada yang saya bisa bantu bu….tante.” tanya Aji dari belakangku. Tenyata Aji mengikutiku ke dapur, sebenarnya Aji tidak terlalu dekat denganku, tetapi aku kaget setengah mati, sehingga hampir menjatuhkan mangkuk yang kubawa.
“Eh kenapa kamu?" tanya mama, mengambil mangkuk itu dari tanganku dengan kaget, aku juga bingung kenapa aku bisa sekaget itu.
“Ga apa-apa mah, licin ini.” jawabku cepat berbohong, lalu tanpa sengaja melirik ke Aji yang seperti tidak menyadari apa-apa.
“Tidak ada apa-apa nak Aji, sebentar ya tante selesain masaknya, kamu tunggu aja sebentar, nonton TV saja tuh?" jawab mama menaruh mangkuk kaca itu di sampingku sambil mencibir kearahku, aku tersenyum salah tingkah. Aji lalu memperhatikan tumpukan sampah di kanan kiri mama.
“Saya aja yang buang sampahnya ya tante.” ucapnya, lalu tanpa menunggu jawaban mama, dengan cepat semua sampah dia punguti dan memasukkannya ke plastik sampah. Mama memandangi Aji dengan senyum.
“Terima kasih ya nak.” Jawab mama tersenyum. Aku memperhatikan Aji yang memunguti sisa sayur dengan tidak enak hati, aku ikut memunguti sisa- sisa sayur membantu Aji karena tidak enak membiarkan Aji memunguti sampah itu sendiri. Mama memperhatikan sikapku sambil tersenyum geli. Aku memutar bola mataku lalu berjalan keluar dari dapur mengikuti Aji.
“Buang sampahnya langsung di depan saja Ji.” ujarku sambil mengambil sandalku untuk keluar.
Aji mengangguk lalu memakai sepatunya. Aku baru saja mau melangkah ke depan, tapi Aji malah mengambil kantung plastik yang ada di tanganku lalu membuangnya semua ke tempat sampah depan.
Hujan telah berhenti namun tapi cuacanya masih mendung dan dingin. Aku lagi-lagi kaget atas tindakan spontan Aji.
Aku terdiam saat Aji mengambil kantung plastik sampah dari tanganku. Dia berjalan santai membawa kantung sampah di kedua tangannya poninya yang panjang jatuh menutupi separuh wajahnya. Aku memandanginya dari jauh. Sepertinya hanya Aji yang walau memegang kantung plastik sampah di kedua tangannya masih kelihatan keren. Tanpa sadar aku tersenyum dengan pemikiran itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments
Jujuk
makin di baca makin suka
2021-05-02
1
Fira Ummu Arfi
enakkk tuuhhh 😀😀😀😀
salam ASIYAH AKHIR ZAMAN
2021-04-01
1
Pink Panther
15 like👍
likeback ke Who is He ya, dah UP😄💕
dan mohon kk komen di sana ya, sebagai absen hehe😅
2021-03-30
1