Pagi itu Aku terbangun dengan kaget. Aku dimana? Mataku terbelalak memandangi ke langit-langit rumah. Ingatanku sekonyong-konyong kembali, aku berada di rumah Roni, semalam aku tidur di rumah Roni yang menolongnya tanpa banyak tanya.
Roni, temanku itu mengajakku tinggal di rumahnya, katanya rumahnya ada kamar yang kosong.
Matahari bersinar terang, masuk dengan lugas melalui sela-sela jendela kecil dikamar ini, aku belum bisa menyebut kamar ini kamarku aku masih merasa asing. Kepunyaan ku di kamar ini hanya sebuah tas punggung hitam ku yang terbuka tergeletak di lantai, selain itu semua asing.
Aku duduk sambil mengambil napas panjang, terdengar denting piring dan bau makanan baru matang yang harum.
Perutku berbunyi, bergetar tidak tahu malu. Aku menyentuh perutku yang cekung lalu duduk di kasur membuatku sadar kalau aku lapar.
Terdengar pintu kamar ini diketuk, sudah lama tidak mendengar pintu yang diketuk sopan.
“Pagi, Sudah bangun kah nak Aji? aku mendengar suara perempuan, suaranya lembut, dan penuh kehangatan.
Aku segera berdiri, dinginnya lantai membuatku merasa segar, sudah lama aku tidak tidur pulas. Aku membuka pintu kamar dan tampaklah seorang wanita paruh baya yang cantik walaupun terlihat lelah. Wanita itu kaget waktu aku membuka pintu tiba-tiba, ia tersentak kebelakang.
“Pagi bu.“ aku berkata pelan, lalu melangkah keluar kamar. Roni sudah duduk manis menyantap makanannya dengan lahap.
“Eh iya,... pagi, kamu pasti lapar kan? hayuk dimakan mumpung masih hangat.Tante belum tau kesukaanmu apa, sekarang sarapan yang ada dulu ya, nanti kapan-kapan kamu kasi tau tante kesukaanmu apa, nanti Tante coba buatkan, semoga sesuai sama selera mu yah.” serunya dengan penuh semangat, sambil menggiringku ke meja makan.
Ia mengambil piring dan langsung menyendokkan nasi banyak-banyak. Aku terpana atas apa yang dilakukan oleh mamanya Roni, dia ramah sekali. Aku hanya terpaku berdiri di dekat meja makan.
“Wah, Ji, makan-makan, ga usah malu-malu, dah piring kedua nih.” sambut Roni dengan cengiran khasnya, menunjukan piringnya yang tinggal setengah terisi. Aku terperangah akan keramahan keluarga ini.
“Ada sayur bayam, bakwan jagung, telor cabe, sama sambal terasi, beugh mantap dah nih.” ucap Roni lagi sambil mencomot bakwan jagung satu lagi. Tiba-tiba kepalanya ditoyor dari belakang.
“Sisain buat Aji dan Bella.” sentak mamanya dari belakang sambil lewat. Kaget dan malu Roni tersenyum lebar. Aku hampir saja tertawa tapi untung bisa ditahan. Aku menerima piring yang berisi nasi panas dari tangan mama.
“Silahkan makan nak, disini makan harus cepat, kalau tidak nanti dimakan semua sama si ikan sapu-sapu tuh.” kata mama sambil melirik tajam ke anak laki-lakinya. Roni hanya terkekeh memandangi mamanya yang berjalan ke dapur.
Suasana pagi ini terasa hangat, Aku tidak biasa dengan keakraban seperti ini. Aku lalu duduk di kursi meja makan di hadapan Roni yang masih seru makan, lalu mengambil sesendok sayur, dan sepotong bakwan. Roni mengambil sendok dan garpu lalu menyerahkannya kepadaku
“Air minum ambil sendiri ya, gelas di sana.” ucapnya sambil menunjuk ke lemari di dapur secara sekilas. Mataku otomatis mengikuti arah tunjukan Roni, sambil mengangguk.
“Galonnya disitu dekat tangga.“ ucapnya santai menunjuk ke tangga. Aku memandang tangga yg memutar naik ke atas.
“Ambilkan donk Ron, Aji kan ga tau dimana!” teriak mamanya dari belakang. Roni kembali terkekeh lalu berdiri untuk menunjukan lemari piring dan gelas, galon air dimana. Aku mengangguk-anggukan kembali kepalaku tanda aku mengerti. Roni langsung menyendokkan sebutir telur cabe kepiringku sebelum duduk kembali ia .
“Cobain deh telur cabenya, maknyus lho rasanya.” ujarnya girang.
Aku menggangguk kaku dengan senyum berterima kasih dan mulai makan, tiba-tiba perutku berbunyi. Aku langsung membatu, Roni pasti dengar, tidak mungkin dia tidak dengar.
Aku langsung melirik ke arah Roni, tapi dia tidak bereaksi apa-apa, malah kembali menyendok sambal seolah tadi tidak ada apa-apa. Aku baru ingat kalau seharian kemarin aku belum makan, perutku agak terasa perih
“Sambalnya seger banget lho, mama emang top markotop deh klo lagi buat sambal ga ada lawannya! pedasnya pas, ga buat sakit perut!” ujarnya lagi bersemangat. Aku memegang perutku, mudah-mudahan tidak berbunyi lagi.
Dalam sekejap makanan di piring Roni bersih. Dia berdiri mengambil air minum. Mama masuk kembali dari dapur sambil teriak-teriak memanggil anaknya yang satu lagi.
Ternyata ada kamar lagi di atas, sepertinya kamar adiknya Roni. Tak lama Mama naik keatas juga karena tidak ada tanggapan dari anak perempuannya.
“Itu anak gadis, heran susah banget bangun pagi, makanannya kan nanti dingin.” ucap mama dengan tidak sabaran.
Ia naik dengan cepat, sesampainya di atas dia juga masih teriak-teriak memarahi adiknya Roni, suaranya terdengar sama kerasnya seakan-akan mama berteriak disebelahku
Walau penuh teriakan, suasananya rumah ini terasa hangat, Aku merasa hangat dan nyaman. Aku hanya duduk diam, mengamati kejadian tadi seperti sedang menonton TV, bukan sebagai kenyataan, aku duduk disitu hanya sebagai penonton.
Lalu turunlah dia, pertama aku hanya melihat kakinya yang mungil tapi jenjang. Ia memakai sendal bulu-bulu merah muda yang sudah kumal. Kausnya yang kebesaran hampir menutupi celana pendeknya yang bewarna hijau botol. Ia melangkah pelan seperti masih mengantuk.
Roni memang pernah cerita ia memiliki adik perempuan yang berbeda 4 tahun dengan dia, tapi setiap cerita ia seolah menyiratkan adiknya masih kecil, sehingga aku tidak pernah membayangkan kalau adiknya seperti ini. Adiknya bukanlah gadis kecil, tetapi wanita dewasa yang sangat rupawan.
Ia berkulit putih bersih, Rambutnya lurus panjang sepinggang bewarna kecoklatan tergerai hampir menutupi wajahnya yang mungil, rambutnya awut-awutan, ia terus menggosokan tangannya kebelakang kepalanya.
“Morning Tuyul” sapa kakaknya iseng sambil tersenyum lebar. Roni kembali ke meja makan sambil membuka buah jeruk. Gadis itu seperti mau membalas tapi kaget akan kehadiranku.
Aku tersenyum terpaksa, tidak tau harus bagaimana. Gadis itu membalasnya dengan tersenyum kaku juga. Roni meletakkan jeruknya lalu memiting kepala gadis itu.
“Kenalkan ini adikku Tuyul.“ ucapnya sambil menjepit kepala adiknya yang merana. Gadis itu mencoba melepaskan kepalanya dengan sekuat tenaga. Tiba-tiba Roni malah dengan sengaja melepaskan jepitannya sehingga adiknya menjadi terhuyung dan menyenggolku.
Aku memperhatikan dengan terpesona dengan keakraban kakak beradik itu. Gadis itu mencubit pinggang Roni dengan kesal. Dia menjerit kesakitan lalu lari ke bangkunya lalu mulai memakan jeruknya kembali sambil tertawa puas karena sudah membuat adiknya kesal. Aku berdiri untuk memperkenalkan diri dan mengangkat tanganku.
“Aji” seruku singkat. Entah kenapa suaraku tercekat . Gadis itu membalas salamnya.
“Bella” jawabnya pelan. Ia menjabat tanganku pelan, aneh biasanya tangan gadis halus, tapi dia tidak, tangannya kasar. Lalu Kakaknya mengejeknya kembali.
“Halaah Tuyul aja, Bella kebagusan buat dia!” serunya jahil lalu tertawa senang.
Tiba-tiba kepalanya didorong ke depan oleh ibu yang muncul tiba-tiba dari dapur.
“Pagi-pagi sudah ngajak bertengkar kamu Ron.” Mama memukul kepala anaknya sambil lalu. Mama lalu menatapku dengan tersenyum
“Nak Aji, tante tinggal ya, tante ada keperluan penting.” suaranya berubah, kembali halus. Aku mengangguk-anggukan kepala.
“Baik bu, hati-hati di jalan.“ jawabku sesopan mungkin karena mama seperti menungguku berkata sesuatu. Mama lalu tersenyum dan bergegas mengambil tasnya lalu mengenakan sepatu datarnya tapi tidak lama bejalan ia segera memutar badan kembali.
“Bella, nanti piringnya jangan lupa dibawa kebelakang ya, kalo ga nanti disemutin! Roni, piring mu bawa ke belakang, sekalian handuk mu itu jangan taruh di atas tempat tidur terus, nanti Mama jadikan kain pel saja ya!” ancam Mama dengan suaranya tajam.
Roni tersentak pura-pura kaget lalu segera membawa piringnya kedapur tanpa bicara tetapi sempat cengengesan dulu ke Aji, dan menuju kamarnya untuk menggambil handuknya.
Mataku mengikuti kemana Roni berjalan, lalu tanpa sengaja bertemu mata sesaat dengan Bella. Dia tersenyum malu. Pipinya bersemu merah. Dia cantik sekali. Roni selalu menceritakan seakan adiknya itu gadis kecil yang lucu. Sehingga dibayanganku adiknya itu berumur 6 tahun, tetapi tidak, umur Roni bukan 10 tahun, mereka sebaya, sehingga gadis ini berarti berumur 23 tahun.
“Maaf mama dan kakak memang selalu begitu tiap pagi.“ katanya pelan tertunduk malu sambil mengambil nasi. Aku tidak tahu harus berkata apa, aku hanya tersenyum tipis, lalu kembali menyendokkan nasi ke mulutnya.
Memang benar masakan mama enak sekali, walau sederhana, tapi masakan rumah adalah makanan yang amat dia rindukan. Ia tidak pernah keberatan dengan suasana pagi seperti ini, suasananya ini sangat nyaman.
Entah kenapa ia merasa bisa jujur kepada Bella. Gadis itu duduk di hadapannya, tempat duduk bekas Roni tadi.
“Ga apa-apa, Aku malah jadi senang mereka seperti itu, alami.“ kata- kataku meluncur cepat tanpa bisa aku ditahan setelah beberapa lama.
Aku kaget karena tiba-tiba bisa mengutarakan pikiranku seperti itu, cepat-cepat aku minum air untuk menenangkan diri. Bella juga seperti kaget dengan jawabanku. Ia mengikat rambutnya menjadi satu cepolan dan mulai makan dengan pelan.
Mama keluar dari kamarnya, sudah berganti baju dengan baju yang lebih rapih, ia berjalan menuju pintu depan untuk mengambil kunci mobil lalu tiba-tiba berhenti.
“Bella, nanti kamu di rumah saja kan, tolong lihatin jemuran mama ya, bajumu dari atas sudah di bawa turun belum, semuanya menumpuk kayak apa itu di atas?” serunya cepat.
Bella terkesiap akan ucapan mamanya, gadis itu cepat-cepat menelan makanan yang ada dimulutnya. Dia berdiri dan berjalan kearah mamanya. Aku ikut berdiri memandang ke arah mama, maksudku untuk mengantarnya pergi.
“Bawa turun sekalian ya, BH juga, jangan digantung-gantung begitu.” sambung Mama santai lalu menutup pintu.
Bella berdiri terpaku menatap pintu yang tertutup.
Aku juga terpaku kaget harus bagaimana, Akhirnya aku duduk kembali pura-pura sibuk memotong telur.
Roni kemana sih? lama sekali jemur handuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments
Ndhe Nii
mampir thorr... narasi dah kerenn 🤣😘
2022-03-25
0
hiatus
dapet salam dari novel romance ku Thor judulnya'What Happens When You Die'
mampir yaa thor 😍🥰
2021-08-26
0
Jujuk
aku dukung karya kakak
2021-05-02
1