Alisa melirik kearah jam dinding untuk sekian kalinya hari ini. Tak biasanya kakaknya sampai sekarang masih belum ada kabar juga.
Ia melirik ke jendela kamarnya yang separuh tertutup dengan tirai berenda-renda. Diluar gelap, hujan petir deras sekali. Ia menatap jam lagi, rasanya jam itu seperti tidak bergerak dari tadi.
Dia berdiri lalu berjalan bolak-balik. Rambutnya yang panjang ikut bergoyang-goyang.
Kemarin kakak tidak ada gelagat yang berbeda, selain pendiam seperti biasanya. Alisa selalu merasa ingin tahu apa yang sedang kakaknya pikirkan, tapi dia tidak pernah bisa membaca pikiran kakaknya. Wajahnya yang tampan itu seperti topeng kaku yang dia tak pernah lepas. Ia melihat jam lagi dengan gusar, ah dia tidak bisa sabar lagi. Ia berjalan keluar menuju kamar kakaknya.
Dia memasuki kamar kakaknya yang suram. Dia berjalan masuk setelah menyalakan lampu. Lampu kekuningan membuat ruangan suram itu agak terasa hangat.
Kamar kakaknya terletak di lantai bawah. Kamarnya besar tetapi terasa kosong. Tidak ada dekorasi satupun di dindingnya yang berwarna putih.
Semua yang ada didalam kamarnya hanya yang bersifat praktis hanya satu jam dinding, yang ternyata sudah mati dan AC beserta tempat remote-nya yang dipaku di samping pintu.
Tetapi kali ini tidak ada remote-nya disitu. Aneh, kakaknya orang yang sangat rapih dan teratur, seharusnya remote-nya ada di situ.
Alisa mencari remote itu dengan terburu-buru, mungkin ada di kasurnya, dia berjalan menuju tempat tidur kakaknya.
Tempat tidur kakaknya adalah tempat tidur single bewarna hitam, dengan satu bantal, satu guling dan selimut. Seprainya sudah mulai lusuh, seharusnya kakak membuangnya dan menggantinya dengan yang baru. Nanti saat kakak pulang nanti, Alisa harus ingat untuk menyuruhnya menganti seprai. Dia mencari remote itu, benar ada di kasur, aneh, dia meletakkan remote AC itu kembali ke tempatnya.
Lemari baju kakaknya hanya sebuah lemari kecil bewarna hitam senada dengan tempat tidurnya. Ada meja kecil di samping lemari itu.
Alisa menangkap suatu keanehan, meja itu kosong, biasanya ada pigura foto kakak kecil Bersama ayah dan ibunya. Pigura satu-satunya dekorasi kamar itu telah hilang. Alisa berjalan menuju meja kecil itu, dia mencari ke kanan kiri meja itu, siapa tahu jatuh, tapi tidak ada apa-apa.
Dia membuka laci kecil di meja itu. Kosong. Lho kok … kenapa bisa kosong. Deg...Dia merasakan detak jantungnya mulai berdetak lebih cepat.
Perasaannya mulai tidak enak. Tidak mungkin, dia berlari menuju lemari baju kakak, dan membukanya dengan kasar. Kosong. Lemari hitam yang sudah bocel-bocel itu kosong! Dia menatap nanar kearah laci lemari itu yang juga kosong. Kakak telah pergi. Dia tidak percaya pada pandangan matanya.
Dengan masih tidak percaya, ia berjalan keluar. Tak sengaja dia bertemu mata dengan Bi Ijah. Bi Ijah melihatnya keluar dari kamar kakaknya, dia terlihat kaget tapi lalu berpura-pura tidak melihat Alisa. Alisa berjalan mendekatinya dengan curiga.
“Bi, bibi tau kenapa barang-barang kakak sudah tidak ada?” tanyanya mendekati bibi Ijah yang mau melarikan diri.
“Eh .. eh non, bibi ga tau!" ucapnya tergagap berusaha menghindari Alisa.
"Bener, sumpah, bibi ga tauuuu” ucap Bi Ijah sungguh ketahuan kalau dia berbohong. Ia berusaha untuk melarikan diri lagi, tapi Alisa menghalanginya kembali.
“Bibi harus kebelakang nih non, Bibi masih harus berbenah. ... Eh lagi hujan lho Non diluar, hujannya deras sekali.“ ujarnya lagi buru-buru mengalihkan pembicaraan. Tapi Alisa belum menyerah.
Bi, tolong, saya harus tau.” desis Alisa memohon pada Bi Ijah yang ketakutan. Ia memandang ke segala arah yang penting tidak menatap mata Alisa. Alisa mengguncang tubuhnya pelan agar Bi Ijah menatapnya.
"Bi, tolong saya bi!" ucapnya memohon lagi. Bi Ijah menghela napas kalah. Bi Ijah lalu menarik Alisa kearah pintu depan, dibalik dinding, seraya berbisik.
“Tadi malam non, pas non dah tidur kakak ….” Bi Ijah berbisik lirih. Alisa membungkukkan badannya, mendekatkan telinganya kepada Bi Ijah.
“Iya, kenapa bi, kakak kenapa?” Alisa tanpa sadar ikut berbisik juga, tidak sabaran.
“Kakak Pergi, hanya bawa satu tas tapi penuh sampai sebagian barangnya ada yang jatuh-jatuh.” ujar Bi Ijah seru, masih berbisik. walau Alisa sudah menebaknya dari tadi tapi, mendapat konfirmasi dari Bi Ijah seperti ini, jantung Alisa seperti jatuh ke perut.
“Ga bilang sama siapa-siapa non, diam-diam aja. Saya tau karena papasan sama Kakak di pintu belakang." jelas Bi Ijah cepat, sepertinya setelah bendungan pertahanannya lepas, semua informasi dia muntahkan dengan cepat. Alisa masih tidak percaya kakaknya telah pergi meninggalkan rumah. Bi Ijah sepertinya belum sadar kalau Alisa sudah terdiam dari tadi.
“Kak Aji suruh saya jangan cerita-cerita kalau saya ketemu sama dia. Dia suruh saya janji ga cerita ke siapa-siapa, kaget saya non, dia jalan keluar begitu aja, ga pakai mobilnya lho.” ucap bi Ijah pelan dan melambat, sepertinya dia baru sadar kalau dia telah ingkar janji.
“Waduh non, saya padahal sudah janji sama Kak Aji, ga cerita eh malah jadi cerita sama non deh, tapi janji ya jangan bilang tau dari saya, nanti kak Aji malah marah sama saya, janji ya Non jangan bilang-bilang ya? Non..NON!” tegur bibi sambil mengguncang tangan Alisa. Alisa seperti baru bangun dari ketidakpercayaannya.
“Dia, Kak Aji ada titip pesan buat saya ga bi?” desahnya pelan, berharap ada penjelasan, dia masih tidak percaya.
“Ga ada Non, cuma bilang, jangan cerita kalau dia pergi.” jawab Bi Ijah. Alisa merasa lemas. Kakak kok ga cerita apa-apa sih? Setidaknya titip pesan sama bi Ijah kan bisa, atau sms, atau telepon!
Dia memandang handphone-nya tidak percaya tidak ada pesan apapun dari kakaknya. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi, dia berjalan lemah kembali kearah kamarnya.
Lalu teringat pada mamanya, mama pasti tau kakak kemana. dia mengurungkan niatnya ke kamarnya tapi menuju kamar mamanya.
Mamanya masih berkutat dengan laptop didepannya, Alisa masuk dengan pelan lalu duduk di samping mamanya dengan diam.
“Ada apa?” mama bertanya tanpa melihat ke anaknya. Matanya tetap fokus ke layar laptop, jemarinya masih terus mengetik. Alisa masih diam saja, memandang diagram di layar laptop mamanya. Setelah beberapa lama akhirnya mamanya mengalihkan pandangannya ke Alisa.
“Kenapa lagi?” ulang mamanya. Alisa menghela napas.
“Mah, kakak, pergi.” ucapnya tidak berani menatap mata ibunya, ibunya malah tersenyum.
“Iya, dia kemarin pergi saat malam, akhirnya.“ Mamanya meregangkan tubuhnya keatas sambil tersenyum bahagia. Mamanya ternyata tahu. Alisa tidak jadi bertanya. Dia mengatupkan jemarinya.
“Akhirnya dia pergi dengan kemauannya sendiri Alisa, kita menang!” jerit mama senang sambil memeluk Alisa. Alisa merasa mau menangis, tapi ia bertahan. Mama tidak boleh tahu perasaannya yang hancur. Dia hanya memasang senyumnya yang palsu.
Yah, mama memang benar mereka telah menang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments
Merry Dara Santika
Ibu nya sangat jahat
2021-08-04
0
Merry Dara Santika
Ibu nya sangat jahat
2021-08-04
0
Merry Dara Santika
Ibu nya sangat jahat
2021-08-04
0