Keesokan harinya, seluruh anggota keluarga Aksal berkumpul di meja makan yang berbentuk persegi panjang. Mereka sedang menikmati roti lapis daging dan salad sayur buatan juru masak di rumah itu. Hazal dan Yafet duduk bersebelahan. Sementara di depan mereka, ayah dan ibu mereka duduk berdampingan.
Terdengar suara Emir Aksal yang menegur putranya, "Mengapa kemarin kau tidak langsung menemui ayah dan ibu mu? Apa begini sopan santun mu kepada orang tua?"
Pria yang di ajak bicara itu hanya terdiam sambil mulutnya mengunyah makanannya.
"Sudahlah Emir, tak perlu di perdebatkan, yang penting dia sudah tiba di Istanbul dengan selamat." istrinya itu mencoba menenangkan suaminya.
"Jangan kau bela terus anakmu itu, selalu saja seperti ini." ungkap Emir kesal.
Hazal yang sejak tadi hanya memperhatikan perdebatan orang tua angkatnya, membuka suaranya. Dia menjelaskan bahwa kemarin malam dirinya langsung mengajak Yafet ke rumah sakit untuk menjenguk temannya. Jadi kakak angkatnya itu tidak sempat untuk bertemu dengan ayah dan ibu.
"Hmm...." gumam Emir ketika mendengar penjelasan dari putrinya. "Tapi...sejak kapan kalian saling akrab satu sama lain?" Tatapan mata Emir memandang kedua anak nya yang berbeda jenis itu secara bergantian.
Yafet yang dari tadi tak bersuara, mengetuk piring makannya dengan menggunakan garpu miliknya. Pemuda itu mengatakan kepada ayah dan ibu nya bahwa antara dirinya dan Hazal sudah tidak ada lagi permusuhan. Kini mereka berdua sudah berbaikan dan menjalin hubungan pertemanan.
Mendengar penjelasan dari putranya itu, tampak bahagia raut wajah sepasang suami istri senja ini. Mereka memeluk Hazal dan Yafet bersama-sama membentuk sebuah lingkaran. Pemandangan yang indah di pagi ini.
"Kalian anak-anak hebat ayah, ayah bangga dengan kalian." ungkap Emir sambil mengusap puncak kepala Yafet dan Hazal.
Suasana akrab dan kekeluargaan terjadi di dalam keluarga ini. Sudah belasan tahun mereka tidak berkumpul dalam satu ruangan dan melakukan aktivitas yang sama.
Terlintas dalam pikiran Emir, untuk bertanya kepada Hazal, "Siapa laki-laki bertopeng yang kamu kejar kemarin, sayang?"
"Dia Yafet, ayah. Dia yang menggantikan Ozcan sebagai pasangan dansa ku." jelas Hazal kepada ayah angkatnya. Laki-laki tua ini merasa tenang, tidak terjadi apa-apa dengan Hazal.
"Hazal, apa kau sangat menyukai hadiah dari kakak mu?" tanya Meral tersenyum kepada putri angkatnya itu. Meral tidak melihat kejadian Yafet mencium Hazal di atas panggung. Dalam pikiran wanita separuh baya ini, putranya telah membelikan suatu barang di New York.
"Ya...aku memberikan hadiah yang sangat indah. Yang tidak mungkin dia lupakan." seru Yafet tersenyum nakal dan melirik wajah Hazal.
Dalam hati nya Hazal berkata, "Apa yang kalian bicarakan. Hadiah dari Yafet? Oh tidak.... Apakah yang di maksud adalah ciuman nya semalam? Astaga ibu.... kau bertanya apakah aku menyukai ciuman putra mu itu? Apa yang harus aku katakan ini?"
Kemudian Hazal tersenyum dan berkata, "Ya....dia memberikan ku hadiah yang tidak pernah aku pikirkan sebelumnya." Kaki gadis itu menginjak kaki Yafet dengan keras. Pemuda itu meringis kesakitan. Melihat ekspresi wajah kakak angkatnya itu, Hazal tersenyum puas.
Acara makan pagi sudah selesai. Mereka melanjutkan aktivitas nya masing-masing. Emir berjalan menuju ruang kerjanya, Meral berjalan menuju dapur dan kedua anak muda ini naik ke lantai atas.
Hazal berjalan lebih dulu dan Yafet mengikutinya dari belakang. Sampai di kamar Hazal, Yafet mengejutkan nya di depan pintu kamar. "Apa kau menyukai ciuman ku semalam?" tanya Yafet dengan suara berbisik. "Ciuman kepalamu !!" teriak Hazal yang mendorong wajah Yafet ke belakang dengan tangan kanannya. Bruaaakkkk....!!! Hazal menutup pintu kamarnya itu dengan keras. Hampir saja Yafet mencium pintu kayu yang ada di depan nya.
****
Di ruang kerjanya, Emir Aksal sedang berbicara dengan pengacaranya yang bernama Alfred. Pengacaranya tersebut sedang membawa dokumen tentang kasus pembunuhan Erkan dan Ayla Danner.
Dari raut wajah mereka, ada pembicaraan yang sangat serius.
Hazal yang sedang berdiri di bawah tangga, melihat Pengacara Alfred masuk ke ruang kerja ayahnya. Sebenarnya Hazal tidak memperdulikan kedatangan pengacara tersebut, gadis itu menuruni tangga dan berjalan ke dapur untuk mengambil air minum. Ketika akan kembali ke kamarnya, Hazal tidak sengaja mendengar pembicaraan Emir dan pengacara Alfred dari balik pintu ruang kerja ayah angkatnya itu. "Sepertinya mereka menyebut kasus pembunuhan orang tua ku." kata Hazal berbicara dengan dirinya sendiri.
Hazal menempelkan telinganya di depan pintu. Mendengarkan nya dengan sangat hati-hati. Sampai dia tidak berani bergerak sedikit pun. Menguping pembicaraan orang lain adalah hal yang tidak pernah di lakukan oleh Hazal. Tetapi karena dia ingin tahu tentang kasus pembunuhan orang tuanya, akhirnya dia menguping pembicaraan kedua orang dewasa itu.
Terdengar pembicaraan antara Emir Aksal dan Alfred di dalam ruang kerja
"Dokumen apa yang kau bawa ini, Alfred?" tanya Emir sambil melemparkan amplop coklat yang berisi kertas-kertas penting itu ke hadapan Alfred.
"Ini adalah foto dan identitas tersangka pembunuhan itu." jawab Alfred.
Emir membuka amplop coklat yang ada di depannya. Dia mengeluarkan kertas putih yang ada di dalam amplop coklat tersebut. Diamati nya foto tersangka itu.
"Apa kau mengenal nya Tuan Emir?" tanya Alfred.
"Tidak....aku tidak mengenalnya. Aku baru pertama ini melihat wajahnya." kata Emir yang masih terus mengamati foto itu
"Alfred, apa kau yakin dia orangnya?" tanya Emir kepada pengacaranya itu.
"Ya, Tuan. Foto penjahat ini sesuai dengan keterangan putri Danner." ucap Alfred dengan kepastian.
"Dimana penjahat itu sekarang?" tanya Emir yang masih terus membaca tulisan yang ada di kertas dokumen tersebut.
"Saat ini dia sudah ada di kantor polisi Istanbul. Polisi sedang menginterogasi nya. Apakah Tuan ingin menemuinya?" tanya Alfred kepada kliennya itu.
Tanpa di sadari oleh Hazal, kakak angkatnya melihat dia sedang berdiri di depan pintu ruang kerja ayahnya. Yafet menghampiri adik angkatnya itu. "Hei...apa yang kau lakukan?" tanya Yafet sambil menepuk pundak Hazal.
"Psst.....kecilkan suaramu." jawab Hazal dengan menempelkan jari telunjuk nya di bibir nya.
"Kau sedang menguping pembicaraan ayah? Kau anak nakal ternyata, ingin tau urusan orang dewasa." kata Yafet dengan suara berbisik.
"Diam lah ! Aku tidak bisa mendengar dengan jelas. Mereka sedang membicarakan tentang kasus pembunuhan orang tua kandung ku." jelas Hazal sambil memukul pundak Yafet dengan pelan.
Prraaaang.......!! Suara vas bunga kesayangan Meral jatuh ke lantai.
"Yafet....apa yang kau lakukan? Kita akan ketahuan oleh ayah." ucap Hazal sangat terkejut dengan kedua biji matanya yang hampir keluar.
Kedua orang dewasa yang sedang terlibat pembicaraan yang serius di dalam ruangan, terkejut mendengar suara benda yang terjatuh.
Kemudian Emir berdiri dari kursi kerjanya dan berjalan menuju pintu. Ketika pria tua ini membuka pintu ruang kerja nya, dilihatnya kedua anak nya sedang berdiri di depan pintu.
"Apa yang kalian lakukan?" tanya Emir kepada kedua anak nya itu.
Hazal meminta maaf kepada ayah angkatnya itu, dia tidak bermaksud menguping pembicaraan mereka. Dia hanya penasaran begitu mendengar pembicaraan tentang kasus pembunuhan orang tua kandung nya. "Maafkan aku ayah." Hazal mengulangi lagi permintaan maafnya itu.
Setalah mendengar permintaan maaf dan penjelasan dari Hazal. Ayah angkatnya itu menyuruh mereka berdua untuk masuk ke ruang kerja nya. "Sudah waktunya Hazal terlibat dalam hal ini, bagaimanapun juga sewaktu di pemakaman aku sudah mengijinkan dia untuk membalas dendam kematian orang tuanya." kata Emir dalam hati.
Alfred yang melihat kedua anak muda itu masuk ke ruang kerja klien nya, menyapa mereka sambil berjabat tangan "Halo Yafet....halo Hazal. Kalian sudah besar sekarang."
"Halo Paman Alfred." balas Yafet dan Hazal.
Hazal juga minta maaf kepada pengacara Alfred. Seperti yang ia jelaskan pada ayah angkatnya tadi.
"Karena kau ada disini, bisakah kau membantu ku untuk mengenali wajah pelaku nya? Aku sudah membawa foto dan identitas nya. Tapi mungkin lebih baik jika kau melihat langsung penjahat itu. Bagaimana?" tanya Alfred kepada Hazal.
Hazal menyetujui permintaan pengacara ayah angkatnya itu. Kemudian mereka berempat berangkat menuju ke kantor polisi.
********
Di Ruang Kantor Polisi Istanbul
Saat ini Hazal sedang menatap wajah beberapa orang yang di curigai sebagi tersangka pembunuh orang tuanya. Di ruangan tersebut di batasi kaca yang tebal yang tidak tembus pandang. Di tempat Hazal berada, dia bisa melihat jelas wajah penjahat itu satu per satu. Tetapi di tempat penjahat itu, mereka tidak bisa melihat Hazal. Di ruangan Hazal berada, ada Yafet, Emir, Alfred dan dua orang petugas polisi.
Hazal berusaha mengingat kejadian yang memisahkan dia dengan orang tuanya. Di dalam ingatannya, samar-samar dia mendengar suara pembunuh itu yang berbicara pada ibunya. Tetapi wajah pembunuh itu tidak terlalu jelas. Hazal berusaha lebih keras lagi untuk menembus memori di pikirannya. "Auuww." Hazal merasa kepalanya sakit.
"Kau tak apa, Hazal ?" tanya Yafet dan Emir.
"Kepala ku..... kepala ku sakit ayah." kata Hazal sambil menutup mata dan memegang kepalanya dengan kedua tangannya.
"Jangan di paksa sayang, duduklah dulu di sini." kata Emir sambil menuntun Hazal untuk duduk di salah satu kursi di ruangan itu.
Setelah dirinya merasa baikan, Hazal mencoba lagi mengingat wajah penjahat itu, memori masa kecilnya mulai muncul secara acak. Bayangan orang-orang di masa kecilnya muncul secara acak seperti puzzle. "Auuww" teriak Hazal yang memegang kepalanya dengan rasa kesakitan. Melihat Hazal yang kesakitan, Yafet mendekati gadis itu. "Kau tak apa?"
Hazal melambaikan tangan nya, dia memberi isyarat bahwa tidak ada yang perlu di khawatirkan.
"Apa yang kau lihat, Hazal?" tanya Alfred.
"Aku hanya melihat bayangan orang-orang secara acak bermunculan, seperti puzzle. Tapi wajah mereka aku tidak dapat melihatnya" Hazal menjawab pertanyaan pengacara ayah angkatnya itu.
Alfred mengajak Hazal berdiri dan menuntun gadis itu kembali menghadap ke depan kaca. Pengacara itu meminta Hazal mengamati mereka satu persatu. Mulai dari orang yang memakai nomer dada satu sampai dengan orang yang memakai nomer dada tujuh. Di lihatnya mereka dengan seksama.
Tak berapa lama kemudian, pandangan Hazal tertuju kepada orang nomer tiga. Dia mencoba mengingat lagi. "Ayo Hazal, berpikirlah dengan keras, apa orang nomor tiga ini adalah pembunuh orang tua mu? Berusahalah Hazal." ujar Alfred dengan semangat.
Mendengar perkataan Alfred yang menggebu-gebu, Hazal memejamkan matanya dengan sangat kuat. Dia berusaha lagi membuka membuka memori lama nya yang sudah terkubur sejak lama. Bayangan kejadian kecelakaan dan pembunuhan itu mulai bermunculan secara acak, tidak berurutan. "Ayo Hazal, keluar kan ingatanmu !!" paksa Alfred.
Hazal menangis menahan sakit kepalanya. Kepalanya terus berputar-putar, dia sudah tidak tahan lagi. "Auuuww......" teriak Hazal. Kemudian gadis itu jatuh tergeletak di lantai, tak sadarkan diri.
"Hazal.......!!!" semua orang yang ada di ruangan itu terkejut ketika melihat Hazal terjatuh di lantai.
❤️ Bersambung ❤️
Terimakasih sudah membaca novel pertama ku ini yang berjudul "Dangeros Love"
Jangan lupa dukung Author ya 🙏 dengan memberikan
🤗 Like
🤗 Rate
🤗 Komentar
🤗 Vote
Semoga kalian suka dengan tulisa novel ku ini. Terimakasih 🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 171 Episodes
Comments
Erni Fitriana
loveee karya mu oei
2023-09-30
0
Erni Fitriana
banget...banget oei...romantis nya ada walau gak seronok tapi malah sweet jadinya..tegang nya ada...berharapnya juga besar hazal n yafet jatuh cinta akhirnya menikah n hidup berbahagia...dan harapan pembunuhan keluarga ini cepat terungkap
2023-09-30
0
LALA
aku masih ingat ciri" nya botak seperti upin
& mempunyai tanda lahir🤔🤔🤔kalo ga salah sih🤭🤭🤭🤭
2020-11-06
2