Malam hari
"Van, gimana rasanya dipeluk mas Ricko?" goda Devi ketika mereka berada di kamar.
"Gue meluk dia karena gue takut ya Dev.." sahut Vania.
"Hahahaa.. Elo sadar enggak sih Van, elo sudah 2 kali loh meluk mas Ricko duluan" ucap Devi.
"Hah? Ngarang.. Kapan gue meluk dia?" elak Vania.
"Lupa?? Oke gue ingatin ya, yang pertama waktu di resepsinya Iren dan Bang Tyo, nah yang kedua tadi pas budge jumping" Devi berjalan menuju kamar mandi.
"Ya tapikan yang di resepsi Iren enggak sengaja" sahut Vania.
"Nah.. Kalau yang tadi? Sengaja ya?" ledek Devi.
"Ya kan karena gue takut Dev" ucap Vania seraya membaringkan tubuhnya di kasur.
"Iya.. Iyaaa.. Elo takut. Tapi enakkan dipeluk mas Ricko" ledek Devi dari dalam kamar mandi.
Vania tak menjawab, dirinya menerawang mengingat kejadian tadi siang, tanpa ia sadari ia tersenyum.
"Hayooooo.. Ngebayangin apa. Ngebayangin mas Ricko yaaa" ledek Devi yang ternyata sudah berada di atas ranjang.
"Apaan sih, orang gue ngebayangin makan lobster" elak Vania.
"Ciiiihh.. Masih ngelak lagi.." Devi membetulkan posisi tidur Arka.
"Sudah agh, enggak usah dibahas" Vania bangkit dari posisi tidurnya dan berjalan menuju keluar kamar.
"Mau kemana?" tanya Devi.
"Bikin cokelat panas.. Mau?" tanya Vania.
"Enggak, gue mau tidur saja" jawab Devi, Vania pun keluar dari kamar dan langsung menuju dapur.
Vania mengambil mug, lalu menuangkan bubuk cokelat instan kemudian ia menuangkan air panas dan mengaduknya dengan perlahan. Vania berjalan menuju taman belakang, ia berniat untuk menikmati suasana malam terlebih dahulu sebelum beristirahat. Vania berjalan ke arah kolam renang lalu duduk di pinggir kolam. Ia merendam kakinya hingga ke tengah betis ke dalam kolam setelah sebelumnya ia menggulung celananya.
"Belum tidur Van" terdengar suara seorang laki - laki dari arah belakang.
"Eh Bobby.." sahut Vania. Bobby duduk di samping Vania dan ikut merendam kakinya.
"kamu sendirian?" tanya Bobby, Vania mengangguk.
"Kamu enggak takut?" tanya Bobby lagi.
"Takut apa? Setan? " Vania balik bertanya kemudian ia mengambil mug yang berisi cokelat panas lalu menyeruputnya.
"Yaa.. Bisa jadi" sahut Bobby.
"Hahahaha.. Sejujurnya daripada takut dengan setan aku lebih takut sama orang" ucap Vania.
"Kok gitu? Orang kan bisa kita pukul, bisa kita tendang, bisa kita timpuk" Bobby mengeluarkan rokok dari saku bajunya.
"Ya karena tidak ada setan yang keorangan tapi orang bisa kesetanan.. Jadi lebih seram mana?" Vania berdiri ketika melihat Bobby mulai menyalakan rokoknya.
"Eh.. Maaf, kamu enggak suka rokok ya?" Bobby menjadi tak enak hati, Vania mengangguk.
"Tapi kalau kamu mau merokok silakan, saya masuk dulu" Vania mulai pergi meninggalkan Bobby sendirian di kolam renang.
"Maaf ya Van, aku kalau lagi banyak fikiran begini" ucap Bobby.
"It's ok. Aku masuk duluan ya" sahut Vania sesaat sebelum masuk ke dalam villa. Vania berjalan masuk ke dalam kamarnya lalu mengunci pintu kamarnya.
Sementara di balkon kamar atas Ricko dan Daniel sedang duduk, Ricko sejak tadi memperhatikan Vania yang sedang mengobrol bersama Bobby. Ada perasaan tidak nyaman di hati Ricko, namun ia tak tahu rasa apa itu.
"Sudahlah Ko, kalau suka ungkapkan saja" Daniel menyeruput kopinya. Ricko tetap diam tak merespon ucapan Daniel.
"Bella itu sudah pergi Ko. Mau sampai kapan elo selalu terbayang - bayang Bella, Move on Ko" sambung Daniel.
Ricko menghela nafasnya, kemudian ia menengadahkan kepalanya menatap langit.
"Dia pergi karena gue" ucap Ricko.
"Bukan Ko, Bella pergi bukan karena elo. Dia pergi karena Tuhan lebih sayang dia Ko" Daniel menepuk bahu Ricko.
"Sekarang yang ada di hadapan elo Vania. Kalau elo memang enggak suka sama Vania, gue saranin untuk elo tidak bersikap seperti tadi. Kasihan dia, jangan kasih harapan palsu ke Vania" Daniel pergi masuk ke dalam kamar dan meninggalkan Ricko sendirian.
"Bel.. Apa kamu bahagia di sana?" lirih Ricko.
Ricko melihat ke arah balkon dan tak melihat Vania, yang ia lihat hanya Bobby yang sedang merokok sendirian.
Ricko kemudian memutuskan masuk ke dalam, untuk segera mengistirahatkan dirinya.
🍓🍓🍓🍓🍓
Waktu menunjukan pukul 2 dini hari, entah kenapa Vania terbangun dengan perut yang terasa lapar. Vania pun memutuskan untuk keluar kamar dan langsung menuju dapur, untuk melihat apakah ada makanan atau tidak.
Vania menyalakan lampu dapur, lalu melihat ke kantung plastik sebuah minimarket, melihat apakah ada makanan di sana atau tidak.
"Hmm.. Makan roti saja deh sama minum cokelat" ucap Vania.
"Vania" suara Daniel mengagetkan Vania.
"Astagfirullah.. Bang Daniel, ngagetin Van saja" Vania mengusap dadanya.
"Hehehe.. sorry" ucap Daniel.
"Lagi ngapain Van?" tanya Daniel.
"Mau bikin cokelat panas nih Bang. Bang Daniel mau?" tanya Vania.
"Hmm.. Boleh deh" jawab Daniel seraya duduk di kursi makan yang berada di dekat dapur.
Tak lama kemudian, Vania membawa 2 gelas cokelat panas, dan memberikan 1 gelas kepada Daniel.
Vania duduk di depan Daniel, kemudian ia mengambil selembar roti tawar dan memakannya.
"Kamu makan jam segini enggak takut gemuk?" tanya Daniel.
"Ya gimana bang.. Van lapar banget, enggak tahu kenapa sampai mual" jawab Daniel.
"Hahahaha.. Iya juga sih, daripada besok kamu malah sakit ya Van" sahut Daniel yang ikut mengambil selembar roti tawar dan memakannya.
"Van, maaf ya kalau abang sering ngeledekin kamu sama Ricko" ucap Daniel.
"Santai Bang, Van tahu kok paling Bang Daniel dan Bang Tyo cuma bercanda. Van sudah sering bang dibercandain seperti itu" sahut Vania, ucapan Vania membuat Daniel mengernyitkan dahinya.
"Maksud kamu?" tanya Daniel bingung.
"Ya.. Laki - laki itu enggak pernah menganggap Vania serius. Ya mungkin karena Van orangnya sepertinya santai, senang bercanda dan ceroboh ditambah lagi Van enggak bisa make up, laki - laki yang pernah jadi pacar Van biasanya hanya memanfaatkan Vania saja, enggak ada yang serius sama Van mereka anggap hati dan perasaan Van buat bercandaan saja" ucap Vania seraya mengaduk cokelatnya, ia mengaduk cokelatnya namun hatinya pun ikut teraduk. Daniel menatap Vania tak tega, Daniel tahu ada luka di hati Vania.
"Enggak gitu Van maksud abang" sahut Daniel tak enak hati.
"Selow bang, Van enggak apa - apa kok" Vania mengangkat wajahnya, lalu menatap Daniel sambil tersenyum.
Suasana hening, Vania dengan fikirannya dan Daniel dengan perasaan bersalah dan kasihan kepada Vania.
"Hahahahaa.. Kenapa Van jadi curhat begini ya.. Sudah agh Bang, Van ke kamar duluan ya. Bye Bang Daniel" Vania bangkit dari kursinya dan berjalan menunu kamarnya yang berada di lantai bawah.
Vania masuk ke dalam kamar, lalu menutup pintu kamarnya.
"Entah kenapa, hati ini rasanya sakit sekali" Van meremas dadanya di balim pintu kamarnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments