*Meski di masa yang akan datang adalah sebuah misteri, tetapi hatiku memiliki keyakinan besar bahwa dialah perempuan yang Engkau taqdirkan hidup bersamaku nantinya.
Bagaimana bisa aku mempercayai semua ini?. Dia bahkan terlihat baik-baik saja di depan semua orang, namun kenyataannya tersimpan luka yang teramat dalam di hidupnya. Dan bahkan, dia sendiri tidak menyadari akan hal itu.
Jika mungkin, izinkan aku menjadi tempat bersandar baginya setelah Engkau Yaa Rabb*.
Toni menelentang di atas kasurnya yang empuk, menghadap ke langit-langit kamarnya. Menatap kosong ke arah sana dengan seksama.
Pertemuannya dengan Ghali, membuat dirinya ingin beristirahat untuk sejenak.
Dia tidak memiliki keperluan dengan lelaki itu. Namun uniknya, dia sendiri tidak mau mencegah telinganya untuk mendengarkan kisah perempuan yang telah membuat hatinya berdebar dalam beberapa Minggu itu.
*Apa begitu sakit? Mungkin jika aku bertanya, kamu tidak akan tau sakit apa maksudku.
Oh Ghali, bahkan meski Iffah adalah kakakmu. Tapi kenapa aku serasa wajib untuk berterima kasih kepadamu*?
Toni memejamkam matanya, dan entah kapan dia mulai tertidur setelah itu.
*****
Semenjak Toni mendengar cerita hidup Iffah dari Ghali, dia ingin memperbaiki kembali segala hal pertemuannya dengan Iffah.
Dia hanya akan bersikap profesional dengan pekerjaannya. Menahan debaran jantungnya ketika melihat gadis berhijab yang menjadi sekretarianya di kantor.
Memperlakukan Iffah layaknya sebagai bawahannya semata. Toni hanya membiarkan waktu yang akan membawanya kemanapun. Dia yakin, waktu tidak akan begitu kejam membiarkannya terlalu menunggu.
"Assalamu'alaikum neneknya Toni yang cantik..." Toni berjongkok di samping kursi roda yang diduduki neneknya. Dan kemudian menciumi pipi kenyal perempuan tua itu yang tengah menikmati cahaya Jingga di pelataran belakang. Dia baru saja pulang dari kantor dan langsung menemui neneknya disana.
"Wa'alaikumussalam cucu nenek yang paling tampan dan tidak ada duanya ini..." Balas sang nenek tak kalah menggoda. Dia membelai lembut kepala Toni yang ditumbuhi rambut hitam dan lebat.
"Apa begitu nikmat nek? Menikmati cahaya Jingga di sore seperti ini hmm." Toni merebahkan kepalanya ke paha sang nenek.
"Kakekmu menyukainya, papamu juga menyukainya. Nenek dulu sering menemani mereka bersantai disini, tentunya setelah nenek membuatkan secangkir teh yang dicampuri satu buah jeruk nipis.
Itu kesukaan papamu..." Ujar nenek sambil tersenyum tipis.
"Apa nenek merindukan kakek dan papa?." Toni bertanya dengan posisi masih membenamkan kepalanya di paha neneknya itu.
"Apa kamu akan seperti papamu?" Nenek mengangkat kepala Toni dan menghadapkannya ke wajahnya.
"Jika itu mengobati rindunya nenek kepada papa, kenapa tidak?." Sautnya dengan lirih.
"Jadilah dirimu sendiri sayang, jangan memaksakan untuk menjadi siapapun. Dan berbuatlah sesukamu, selagi itu baik untuk dirimu tetapi juga tidak mengganggu dan merugikan orang lain." Tutur nenek seraya mengapit pipi Toni pelan.
Toni tersenyum Tipis.
Tapi Toni ingin seperti papa nek. Orang lain tidak perlu tahu kebaikan yang di perbuatnya. Menjaga dan melindungi orang-orang yang disayanginya. Menghargai wanita. Mempertahankan serta membela hak anaknya.
Toni menyandarkan punggungnya ke kaki nenek dengan memangku satu lutut, sedangkan satu kakinya dibiarkannya berselonjoran. Dia ikut menatap cakrawala di ufuk barat sore itu bersama neneknya.
"Bagaimana kabar Iffah Ton? Sudah lebih dari sebulan semenjak pertama kali kamu membawanya kesini." Nenek kembali memecahkan kesunyian yang sejenak terjadi diantara mereka.
"Sepertinya dia baik-baik saja nek, apa nenek merindukannya?" Toni sedikit menoleh ke wajah nenek tanpa mengubah posisi duduknya.
"Kapan kamu akan mengajaknya main ke rumah?. Dia gadis yang ramah dan baik sepertinya. Bukankah dia ternyata belum bersuami?" Tanya nenek seraya menyelipkan maksud terselubung di balik kata-kata pujiannya terhadap sekretaris cucunya itu di kantor.
"Jika dia mau, secepatnya Toni akan mengajaknya kesini nek."
"Apa itu Iffah?" Chellin tiba-tiba datang membawakan dua cangkir minuman dan setadah cemilan. Dia menyauti percakapan nenek dan cucu itu.
"Iya Chellin." Saut nenek seraya menoleh ke arahnya.
Chellin menyodorkan satu minuman ke nenek dan satunya lagi kepada Toni. "Makasih Bi..."
"Iya Ton, sama-sama... Jadi kapan kamu mau ajak Nak Iffah datang kesini?." Chellin tampak tidak sabaran menunggu jawaban dari Toni.
"Insya Allah besok-besok ya bi... Akhir-akhir ini pekerjaan di kantor banyak. Kasihan dia." Ujar Toni meyakinkan Chellin.
"Ya sudah, tapi kamu janji loh," Chellin terdengar sedikit memaksa.
"Iya Bibiku sayaaang..." Sautnya, kemudian menyeruput habis miuman yang dibawakan Chellin untuknya tadi. "Toni masuk ya nek, bi... Gerah..." Pamitnya seraya berdiri dan mengipas-ngipas stelan jas kantornya.
"Hmmm Anak itu, baru sebentar saja sudah kabur..." Gerutu Chellin sambil mencebikan bibirnya. Nenek hanya menyeringai sambil mengangkat kedua tangannya seolah tidak tahu apa-apa.
.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Rahayu
😭😭😭😭
2021-08-06
1
Sri Lestari
jangan kasih bawang banyak2 ya thor,coz capai nangis pas Kamelia dlu.hehehehe
2021-06-06
1
@azma@
Thor ...tpi nanti g da yg meninggal kan ...😞😞😞
g kuat q .... 😥😥😥
2020-12-17
2