Toni dan Bobi masih saja becerita dengan sesekali dibumbui tawa riuh mereka di dalam ruang kerja baru Toni.
Sedari dua bulan lalu semenjak dia memutuskan untuk ikut bersama nenek kandungnya, baru hari itu Toni memutuskan masuk menjadi bagian dari perusahaan besar almarhum kakeknya yang dikelola Bobi selama bertahun-tahun lamanya.
Dan baru kali itu pula, dia tertawa tanpa paksaan sedikitpun. Semangat hidupnya kembali setelah bertemu tanpa sapa dengan gadis yang tidak lain adalah Iffatul Fadillah di cafe tadi.
"Om senang dengan sikapmu seperti ini Ton, teruslah bersikap seperti ini nak. Dan mulai hari ini kamu akan memimpin perusahaan kita. Perusahaan yang tentunya dengan susah payah dibangun oleh mendiang kakekmu." Mata Bobi melirik ke arah foto berbingkai 50R yang terpajang rapi di dinding ruangan itu.
"Tapi, om akan terus merangkul dan mendampingi Toni kan Om? Om tidak akan membiarkan Toni sendiri bukan?" Dia begitu berharap mendapatkan jawaban yang menyenangkan dari lelaki paruh baya di hadapannya itu.
Bobi membalas tatapan Toni dengan sendu, sesaat, kemudian dia melebarkan senyumannya. "Memangnya kamu pikir om akan pergi kemana?" Bobi terkekeh.
Toni seakan menghembuskan nafasnya dengan lega. "Papa bahkan pergi tanpa bicara apa-apa sebelumnya..." Dengus Toni kemudian dengan lirih seraya menyandarkan kepalanya ke sandaran kursi empuk yang didudukinya saat itu. Pikirannya mulai menerawang pada masa kepergian Bram untuk selamanya.
"Apa baru saja kamu menyesali kepergian papamu?" Bobi seakan tidak percaya dengan pendengarannya. "Ingat Ton, semua orang akan pergi menghadapnya. Termasuk kamu... Kita bahkan tidak boleh meratapi kepergian orang yang kita sayangi dengan berlarut-larut. Kita hanya perlu mendo'akan agar beliau tenang disisi-Nya, dan kita juga harus mempersiapkan diri untuk itu. Karena pada suatu waktu, kita juga akan menemui Sang Pencipta."
"Maaf om..." Toni tampak menyesali ucapannya setelah mendengar penuturan Bobi yang panjang lebar menasehatinya seperti anak sendiri.
"Dan ingat... Kamu masih punya om, bibimu Chellin, nenekmu dan keluargamu di desa. Bahkan kamu juga memiliki Milka bukan?. Jika mereka mendengarmu bicara seperti itu, mereka pasti akan kecewa seperti om." Ujar Bobi lagi dengan keyakinan besar.
"Iya om, Toni mengerti..." Dia mulai menampakkan senyumnya kembali. Bayangan putri kecilnya yang memanggil dengan sebutan papa menari indah di pelupuk matanya.
"Nah begitu, kamu harus terlihat semangat Ton. Oh ya, untuk pekerjaanmu, om sudah menyiapkan sekretaris baru. Dia begitu telaten dan handal." Puji Bobi seakan memuji calon sekretaris Toni yang sama sekali belum pernah ditemukan dengannya.
"Terimakasih om..." Ujar Toni senang dengan perlakuan Bobi terhadapnya.
"Iffah masuklah..." Perintah Bobi kepada seseorang lewat tablephone di atas meja kerja yang akan di tempati Toni mulai hari itu.
CEKLEEKKK
Engsel pintu ruangan itu ditarik seseorang dari luar.
"Selamat siang pak Bobi, pak Antoni..." Sapa sosok gadis berpakaian formal namun terlihat sopan dari arah pintu.
"Selamat siang Iffah..." Balas Bobi sembari tersenyum dan meminta Iffah agar segera mendekat.
Berbeda dengan Toni, dia hanya menatap perempuan yang sama saat dipandanginya ketika berada di cafe tadi.
*Jadi namanya Iffah!
Oh tunggu-tunggu... Tadi om Bobi bilang sekretaris untukku, apa dialah orangnya*?~ Batin Toni.
"Nah Ton, ini dia Iffah. Dia yang akan jadi sekretarismu nantinya nak..." Ujar Bobi memperkenalkan Iffah kepada Toni.
Toni tidak menyauti ucapan Bobi. Matanya yang ideal tidak berhenti menatap wajah ayu Iffah yang sudah mulai risih karena tatapannya.
"Ton... Toni..." Bobi melambai-lambaikan tangannya di depan mata Toni.
"Oh... Eh... I...Iya om." Toni terperanjat. Wajahnya memerah karena malu. Iffah hanya menepiskan senyuman kecil di wajahnya.
"Selamat siang pak Antoni, saya Iffatul Fadillah sekretaris bapak. Bapak bisa panggil saya Iffah saja." Ujar Iffah memperkenalkan dirinya dengan ramah seraya mengatupkan kedua tangannya sejajar dengan dadanya yang tertutup kain hijab biru langit yang dikenakannya saat itu.
Suaranya terdengar begitu merdu oleh telinga Toni.
"Oh... Iya, Iffah." Saut Toni masih sedikit gerogi.
"Iffah, kamu mengertikan dengan yang telah saya sampaikan kepadamu tadi." Ujar Bobi seolah mengingatkan Iffah kembali.
"Baik pak Bobi, Insya Allah saya akan melakukan yang terbaik." Iffah menyauti ucapan Bobi seraya menundukkan kepalanya sedikit tanda mengerti.
Ya, Bobi sudah menjelaskan secara detail tentang Toni kepada Iffah sebelumnya.
Toni kembali melirik ke arah Iffah sambil tersenyum datar. Tatapan matanya seakan kosong, karena bayangan Iffah sudah berhasil ditaklukkan oleh pikirannya sendiri dan terekam jelas dalam memorinya.
Tanpa dia ketahui, diam-diam Bobi memerhatikan Tingkahnya. *Kenapa Toni bertingkah aneh seperti ini ya? Apa jangan-jangan dia menyukai Iffah?
Ah tidak mungkin, mereka bukannya belum saling kenal*?~ Batin Bobi seakan tidak mempercayai dugaan batinnya sendiri.
"Apa ada yang harus saya kerjakan pak?" Tanya Iffah semakin risih melihat pandangan kosong Toni yang mengarah ke wajahnya.
"Oh sudah Tidak kok Iffah, kamu silahkan kembali." Ujar Bobi menyauti Iffah.
"Baiklah pak, kalau begitu saya permisi..." Pamit Iffah seraya memutar tubuhnya dan segera beranjak ke arah pintu untuk keluar dari ruang kerja Toni.
Bobi menganggukkan kepalanya menyauti pamitan Iffah.
"Satu point lagi tentang sekretarismu itu Ton, sejatinya, Iffah gadis yang cantik dan dia juga baik..." Imbuh Bobi sepeninggal Iffah seakan memancing reaksi Toni.
Toni tersipu mendengar penuturan Bobi yang seolah-olah tau isi hatinya kala itu.
.
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Sri Lestari
jangan mengulangi kesalahan seperti dlu ton,semoga bisa menjalani hidup lebih baik.
2021-06-05
1
Tian Siregar
semangat toni untuk hidup yg lebih baik .😊😊
2021-04-20
1
Halimah Chaniago Auteugh
pandangan pertama niihh ceritanya niihhh tonii
smga brjodoh tonii
2021-02-17
1