TIRAI MASA LALU
Catatan: Kisah masa lalu Toni sudah diceritakan dalam novel Kemilau Cintaku Kamelia Di Ujung Senja.
.
.
.
.
.
Kata sebagian mereka, masa lalu adalah pengalaman yang sangat berharga. Namun bukan berarti harapan harus tertinggal di masa itu, dan masa lalu terus hidup menjadi bayangan yang selalu menghantui.
Berawal dari Antoni Zulherman, pemuda yang belum menikah namun sudah menjadi ayah karena kesalahan yang pernah dibuatnya.
Ya, Milka adalah putri kecilnya yang kini telah memiliki ayah dari saudara sepupunya sendiri.
Dia begitu teramat mencintai Kamelia, ibu dari putri kecilnya itu. Perempuan yang pernah diperkosanya pada masa lalu akibat keserakahan cintanya.
Meski Toni telah memperoleh maaf dari Kamelia, dan dia juga diberi hak untuk mendapatkan panggilan papa dari semua orang terhadap Milka, dan bahkan dengan berat hati Toni meninggalkan desa kelahirannya pergi bersama neneknya demi kebahagiaan Kamelia. Namun rasa terpukul akibat perasaan bersalahnya serta duka mendalam setelah papanya meninggal membuat Toni tetap menjadi lelaki dingin.
Hingga suatu hari, Toni bertemu dengan gadis yang bekerja di perusahaan milik almarhum kakeknya yang dikelola oleh dirinya bersama suami dari anak angkat nenek kandungnya yang baru dia ketahui sebelum Bram, papa Antoni Zulherman ketika menghembuskan nafasnya yang terakhir di rumah sakit kala itu.
Gadis itu bernama Iffatul Fadillah.
Iffah, begitulah panggilan gadis yang membuat Toni mampu dengan perlahan melupakan Kamelia pada pandangan pertamanya terhadap Iffah di sebuah cafe elit depan kantor tempatnya bekerja.
Saat itu merupakan waktu istirahat siang untuk pekerja kantoran seperti mereka.
"Nana, naanana, nana, nana, naanaaaaa..."
Bibir Toni melengkung ke atas, matanya tak berkedip menatap pemandangan yang ada di depannnya saat itu. Dan kali itu pula wajah datarnya nan dingin menampakkan binar sumringah penuh kenyamanan.
"Siapa gadis itu?" Gumam Toni kecil tanpa ada seorangpun yang mendengarnya.
Dia masih saja berdiri di balik tembok Cafe sambil melirik ke arah meja yang ditempati seorang gadis berkulit kuning langsat dan memakai kerudung biru langit.
Gadis itu terus bersenandung sembari jemarinya yang sedikit memanjang dan ramping bergerilya di atas keyboard laptop di hadapannya.
Sesekali dia menyeruput kasar kopi dari gelas cantik yang tertera khusus untuknya. Dan sesekali pula, telunjuknya merapikan letak kacamata anti radiasi yang bertengger lucu di batang hidungnya yang sedikit mancung.
Senyumnya yang indah membuat Toni betah berlama-lama memandangi dirinya dari arah kejauhan.
**Oh Allah... Pemilik hati yang keras. Lunakkanlah hatiku saat dia bergetar ketika mata ini menatap indahnya bidadari dunia ciptaanmu yang berada dekat denganku saat ini...
Dan jangan biarkan tirai masa lalu menutup kemungkinan adanya kebahagiaan dalam hidupku di masa depan...
Iffa, gadis yang dipandangi Toni berhenti menatap layar yang tidak terlalu lebar itu dan segera pula menutupnya. Dia menghempas kasar punggungnya ke sandaran kursi.
"Hmm... Akhirnya, selesai juga..." Kaca mata anti radiasi yang digunakannya tadi dicabutnya dengan perlahan dari balik kerudung yang menutupi daun telinganya.
kedua jari tengah Iffah mengusap kasar matanya yang memerah dan sedikit berair. Ketika dia menolehkan wajahnya ke arah Toni, Toni berubah menjadi salah tingkah dan gelagapan. Dengan segera Toni beranjak pergi meninggalkan Iffah yang dihantui berbagai pertanyaan menggelikan di benaknya.
Apa baru saja pak Toni memerhatikanku?~ Batin Iffa bingung.
Tapi untuk apa?~ Dia semakin bingung.
Iffa mencebikan bibir tipisnya seakan tidak ambil pusing dan segera mengemasi barang-barangnya yang berserakan di atas meja.
*****
"Apa kamu tadi makan siang?" Pertanyaan itu muncul dari suara kasar lelaki paruh baya namun terdengar mengkhawatirkan dirinya. Lelaki paruh baya itu beringsut mendekati meja kerja Toni dari arah pintu ruangannya yang sedikit terbuka.
"Hmmm... Oo... Eh... Toni lupa om." Toni terperanjat. Dia berubah gugup, terlihat sekali dia merasa tidak enak akan pertanyaan lelaki paruh baya yang dipanggilinya dengan sebutan om.
"Sampai kapan kamu akan seperti ini terus nak? Apa kamu tidak kasihan dengan nenek dan bibimu semakin hari hanya memikirkan dan mengkhawatirkanmu saja?" Bobi memelas mendengar pengakuan Toni.
"Maafkan Toni om Bobi, Toni janji akan bersungguh-sungguh untuk memulai hidup baru Toni disini." Ikrarnya penuh keyakinan.
"Benarkah?" Ulang Bobi seakan meminta kepastian darinya.
"Iya om... Om Bobi terus dukung dan ajari Toni ya om. Banyak hal yang tidak Toni mengerti disini." Matanya yang ideal menatap sayu ke arah wajah lelaki yang mulai keriput di hadapannya seakan berharap penuh permohonan.
"Itu pasti Ton." Bobi berdiri dari duduknya, dan segera menepuk pelan pundak Toni. "Kamu adalah pewaris tunggal saat ini. Sudah saatnya untuk om pensiun dari pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh kak Bram, papamu." Wajah Bobi berubah sendu.
"Bukankan om Bobi sendiri yang memintaku untuk semangat? Tetapi kenapa om pula yang menjadi galau seperti ini?." Toni memaksakan senyumannya. Dia mulai menyengir, berharap bisa menjadi kebiasaan baru baginya setelah bertahun-tahun kebiasaan itu menghilang.
"Hahaha, kamu bisa saja Ton. Masa lalu itu bukan untuk dilupakan, tapi juga bukan untuk dibiarkan belarut-larut menyakiti perasaan kita. Biarkan kehidupan ini mengalir seperti air, kita hanya perlu berusaha agar bisa bermuara dengan indah pada waktunya."
"Hehe... Iya om. Ternyata om puitis juga." Cengir Toni tanpa dibuat-buatnya.
"Oh iya dong Ton, tentu. Kalau tidak, om tidak bakalan mampu memikat hati bibimu. Ah si Chelin itu, dia begitu manis sedari dulu." Ujarnya menerawang sambil tersenyum kecil. Wajahnya seakan melukiskan bahwa pikirannya tengah menerawang ke masa mudanya.
"Ahem... Ahem... Hmm...Hmmm..." Toni berdehem membuyarkan lamunan Bobi. Bobi kembali tertawa, mereka berdua mengeluarkan suara menggelegar di dalam ruangan yang kedap suara itu.
Toni masih saja tertawa melihat tingkah Bobi, namun diam-diam Bobi tersenyum melihat ketidak terpaksaan di wajah Toni ketika sedang tertawa bersamanya.
**Mudah-mudahan kamu bisa melupakan Kamelia dalam hidupmu Ton...
Dan mudah-mudahan pula kamu bakal cepat menemukan Kamelia-Kamelia lain disini... Setidaknya gadis yang bisa membuatmu melupakan masa lalumu, bisa menerimamu dengan tulus dan penuh cinta seperti Chelin lebih memilih om yang tidak memiliki kelebihan apapun dibanding papamu...
Sejatinya, kamu anak yang baik seperti papamu. Karna pernah bersalah itu belum tentu jahat dan buruk nak..
Semoga kamu terus memiliki perasaan selepas ini...
Mata Bobi berkaca-kaca memandangi Toni yang sudah dianggapnya sebagai putranya itu.
.
.
.
.
.
Alhamdulillah, akhirnya Radetsa dapat kembali menulis.
Mudah-mudahan segera di review
Semoga teman-teman suka...
Dukung Radetsa terus dengan like Rate dan komentar bijaknya ya...
terimakasih😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Dayel
❤ love
2022-11-15
1
luiya tuzahra
q suka ceritanya
2022-11-08
1
Rahayu
aku baju ulang yg ke2 ×nya
2021-08-06
1